"Namaku bukan Stella Andriani, tapi Stella Kuda. Ya, kalian jangan tertawa. Aku memang semarga dengan kuda."
🐎 Sebatas Kekangan 🐎
POV 1.
Tahun 2010."Hai, namaku Stella Andriani. Aku berusia 10 tahun."
Plak!!
"NAMA KAMU ADALAH STELLA KUDA BUKAN STELLA ANDRIANI! CATAT BAIK-BAIK! JANGAN PERNAH PAKAI NAMA ANDRIANI SEBAGAI NAMA BELAKANGMU, KARENA KAMU HANYA BUDAK KAMI!"
Nenek lagi-lagi menamparku. Aku mengusap-ngusap pipiku yang memerah. 5 tahun belakangan ini, tamparan telah menjadi makanan sehari-hari. Perih di wajah telah berubah menjadi rasa kebal.
"Oh, maaf Stella. Saya seharusnya tidak menamparmu. Wajahmu berharga untuk kebutuhan ekonomiku."
Aku bergidik, karena sikap nenek yang tiba-tiba melunak. Dia melepaskan tanganku yang saat ini melekat di wajah. Kemudian dia mengusap-ngusap pipiku sambil tersenyum menyeringai. Reflekaku bertanya dalam hati. Nenek mau melakukan apa lagi kepadaku?
"Vinaaa, tolong bawakan nenek es batu sama handuk kecil dong!" teriak nenek kepada kakak yang berusia lebih tua 2 tahun daripadaku. Namanya Calvina Andriani.
"Sekarang kamu ulangi lagi untuk memperkenalkan diri. Jangan lupa senyuman manis dan menggoda seperti yang saya ajarkan tadi," pintah nenek.
"Hai, namaku Stella Kuda. Aku berusia 10 tahun." Aku memaksakan diri untuk tersenyum manis yang menggoda sambil berkedip mata kanan dan itu berhasil.
Sekilas nenek terlihat sedang menyembunyikan tawanya, sepertinya karena namaku yang lucu. "Kerja yang bagus," ucapnya kemudian.
"Ini, Nek." Kakak datang membawakan es batu dan sebuah handuk kecil.
"Pakaikan ke wajahmu. Habis itu makan dan siapkan diri. Kita mau pergi." Nenek melempar handuk kecil itu ke mukaku dengan es batu yang terbungkus di dalamnya.
Aku mengusap pipiku yang memerah dengan es batu. Semoga pipi merahku cepat mereda.
"Nenek, Nenek, Vina mau beli HP dong. Teman Vina pada punya, tapi Vina belum punya. Vina bosan mainnya barbie terus."
Aku melihat kakakku sedang memijat bahu nenek sambil meminta sebuah HP. HP itu apa ya? Apa itu yang sering digunakan oleh nenek saat berbicara di sebuah alat yang menempel di telinganya? Entahlah.
"Boleh dong. Kamu siapin dirimu yang baik untuk kontes nyanyi nanti malam ya. Besok nenek bawa kamu pergi beli HP."
Kakakku menyium pipi nenek dengan senang. Nenek tersenyum bahagia. Namun, seketika nenek menatapku kembali dengan geram.
"Kamu ngapain aja di sana? Saya kan suruh siapin diri!"
Aku tersontak dan segera berdiri untuk bergegas ke dapur mengambil sisa-sisa makanan.
🐎🐎🐎
Setiba di dapur, seperti biasa aku duduk di bawah lantai, depan wastafel. Selamat datang di tempat makanku. Sebuah senyuman miris terpampang di sudut bibirku. Hei Stel, terima nasib yuk. Bukankah seorang babu memang makan di tempat seperti ini?
Langit mulai menggelap, aku tetap melanjutkan aktivitasku dengan cahaya alami yang menyinari dari luar jendela. Demi menghemat listrik, nenek tidak memperbolehkanku untuk membuka lampu. Untung mata ini tidak ada rabun sama sekali, jadi aku masih bisa melihat dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebatas Kekangan [END]
General Fiction[Tahap Revisi, prolog - part 11 telah revisi, part 12 sampai seterusnya belum revisi] Kekang adalah besi gerigi yang dipasangkan pada kuda. Aku adalah kuda itu yang tidak pernah menikmati kebebasan. Hidupku hanya Sebatas Kekangan. Di saat kalian tid...