"Jangan macem-macem, karena aku bisa mematahkan tanganmu jika kamu menyentuh gadisku."
🐎 Sebatas Kekangan 🐎
Denish tersenyum miring setelah membaca nama yang tertera di ponselnya. Makhluk yang membuatnya naik pitam semalam masih saja berani mencarinya.
"Bos ...." Suara berat di ujung telepon terdengar.
"Ya, nggak perlu cari gue lagi, Dit. Mulai hari ini untuk masalah kerjaan, lo berurusan sama asisten gue," sahut Denish. Ia hendak mematikan telepon itu, namun suara di ujung telepon mencegah.
"DENGARIN DULU BOS! Gue mau rundingin outlet butik yang akan kita buka di Paris," sahut Adit.
"Dengar ya Dit, gue udah bilang jangan sentuh si bocil itu." Sekilas Denish menatap ke arah Stella yang masih tertidur di kasur. "Kenapa lo masih aja ngelakuin? Kalau bukan karena lo karyawan gue dan gue butuh tenaga kerja lo ... tangan lo udah gue patahin." Kemudian Denish mematikan telepon itu dengan dongkol.
Adit merupakan manager dari salah satu cabang perusahaan butiknya keluarga Denish. Sudah hampir 20 tahun ia bekerja di sana. Denish juga tidak pernah merugikan karyawannya itu. Namun tingkah Adit kemarin benar-benar mengecewakan. Pasalnya Adit tidak mengikuti perintahnya. Adit bahkan ingin menikahi gadis itu. Padahal sudah jelas, gadis itu berada di bawah naungan atasannya. Masa beraninya main-main sama perintah atasan?
Denish memijatkan pelipisnya sambil bersender di sofa. Tingkah Adit sudah keterlaluan. Denish menatap ke arah Stella. Gadis itu kebo juga ya? Sudah jam 8 pagi masih belum bangun. Ia berjalan menghampiri Stella. Stella tampak keringat dingin.
"Ha! Nggak. Jangan maksa, Nek. Aku bukan pembunuh. Aku nggak bunuh papa dan mama. Bukan aku yang bakar. Panas panas panas ...."
"Bocil bangun ...! Stel ...!" Denish mengguncangkan tubuh Stella. Gadis itu masih lagi asik bermimpi buruk. Sebulir air mata berlinang dari mata gadis itu. Denish mengusap air matanya dengan pelan. "Maaf ...," bisiknya.
🐎🐎🐎
"Bocil, cepat panggil mama!" pintah Denish sukses membuat Stella memanyunkan mulutnya. Stella memang bertubuh kecil tapi masa dipanggil bocil?
Amy terkekeh melihat Denish yang ketawa riang.
"Masa Bocil sih!" protes Stella.
"Coba berdiri, Cil." Denish meraih lengan Stella dan menaruh tangannya di atas kepala Stella. "150 cm," gumamnya kemudian.
Stella mencibirkan bibirnya sambil mendongak ke atas. Terpana dengan ketinggian Denish kemudian ia menggelengkan kepala untuk membuyarkan lamunan. "Jangan body shamming, Kak!"
"Hahaha ... aku nggak body shamming. Faktanya tubuh kamu mungil sekali. Tinggi kita ini bedanya 36 cm, loh."
Stella masih mencibirkan bibirnya, dongkol. Gadis itu malas berdebat dan kembali menempelkan bokongnya ke kursi. Kalau bukan karena Reni yang tega menyuntiknya dengan Leuprorelin -obat penghambat pertumbuhan anak-anak, ia yakin sekarang tingginya sekitar 160 cm, dan dadanya akan montok seperti Nicki Minaj. Sejenak Stella menatap dadanya yang rata seperti papan setrika dengan miris.
"Udah udah, jangan sibuk ngegodain Stella lagi. Walau kamu nggak tinggi, tapi kamu manis kok Stel. Jangan berkecil hati," hibur Amy sambil memasukkan sobekan roti ke dalam mulutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebatas Kekangan [END]
Fiksi Umum[Tahap Revisi, prolog - part 11 telah revisi, part 12 sampai seterusnya belum revisi] Kekang adalah besi gerigi yang dipasangkan pada kuda. Aku adalah kuda itu yang tidak pernah menikmati kebebasan. Hidupku hanya Sebatas Kekangan. Di saat kalian tid...