9. Air Mata yang Sesungguhnya 🐎

4.1K 645 56
                                    

Sebelum baca, author mau kepo deh.

Bagaimana kabar kalian?

Akhir-akhir ini lagi sibukin apa?

Tau cerita ini dari mana?

Itu aja sih, hehe.
Happy reading ya ❤

Mulmed:
Diary Depresiku - Last Child ▶️🎵

Hiyaaa

🐎🐎🐎

"Nangis adalah ungkapan terakhir ketika keadaan membaret-baret hatimu hingga hancur tidak tertahankan."

🐎 Sebatas Kekangan 🐎

"Lemah sekali kamu ini, disuntik aja ... jalannya harus dipapah!"

Nenek terus mengoceh di sepanjang perjalanan dari klinik ke rumah. Aku malas berdebat, ocehan nenek kuanggap angin lewat. Faktanya, aku memang kesulitan untuk berjalan. Kulitku terasa panas dan area bawah yang disuntik juga terasa sangat sakit. Apa salahnya aku minta dipapah sampai ke dalam kamar?

"Vina!! Kami udah pulang!!" Teriak nenek setiba kami di rumah.

"Nek ...," sahut kakak dengan suara yang begitu lemah. Tumben. Padahal biasanya dia menyambut kami dengan riang sambil menanyakan makanan apa yang kami bawa pulang.

"Nenek ada beliin martabak. Ayuk makan," ucap nenek sambil melepaskan sepatunya. Tangan kirinya mengangkat tinggi martabak yang kami beli tadi. "Nanti kamu juga boleh makan tiga potong, kamu masih terlalu kurus di mata produser," ucap nenek kepadaku. Kami berjalan ke ruang tamu menghampiri kakak.

"Nek ... aku ... uhuk ... uhuk ...."

"Astaga, kamu kenapa Vina?"

Nenek segera menghampiri kakak, membiarkanku duduk di sofa.

"Aku sepertinya demam ... uhuk ...."

Nenek menyentuh tangan dan keningnya. "Aduh badanmu panas sekali. Sini, nenek bawa ke dokter." Raut wajah nenek tampak sangat khawatir. Kentara sekali perbedaan ekspresinya di saat aku dan kakak sakit.

"Aku nggak kuat jalan, Nek. Kepalaku pusing."

"Sini, nenek papah biar ke dokter."

"Demam doang kok. Minum obat dan istirahat juga cukup, Nek. Aku malas ke dokter," tolak kakak masih setia berbaring di atas sofa.

"Ya sudah, nenek siapin obat ya. Kamu mau makan apa?"

"Martabak boleh?"

"Enggak. Nanti makin panas dalem."

"Kalau gitu apa aja deh, Nek. A--uhuk ... aku juga sebenarnya lagi malas makan."

"Okay ... tunggu ya." Nenek mengusap rambut kakak pelan. Sorot matanya memancar sejumlah kasih sayang dan khawatir ketika menatap kakak. Kutatap nanar pemandangan itu, tolong kuatkan hati ini.

"Kamu masih bengong aja. Cepat buatin makanan buat Vina!" Sorot hangat nenek terhadap kakak hilang dalam sekejap. Kini berubah menjadi sorot tajam kepadaku.

Sebatas Kekangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang