14. Aktivitas 🐎

4.5K 606 46
                                    

"Bisa bernapas di dunia memang sebuah pemberian dari-Nya yang tiada tara."

🐎 Sebatas Kekangan 🐎

Stella menyipitkan matanya saat menghampiri sebuah gedung perkantoran besar di pusat ibu kota. Papan nama 'Alexander Group' yang berwarna putih bertengger baik di tingkat lantai teratas, yakni lantai kedua puluh. Mobil Alphard yang ditumpangi oleh Stella kini melesat masuk ke dalam gedung parkiran itu.

"Oh iya, lupa kasih tau. Nanti aku bakalan kenalin kamu sebagai asistenku ke orang-orang kantor." Denish membuka percakapan sambil melepaskan sabut pengamannya.

Stella mengernyitkan keningnya heran, namun tidak menjawab. Pasalnya kemarin di perjanjian nikah tertulis harus 'terlihat seperti sepasang suami istri di publik'. Kenapa sekarang tidak memainkan peran itu di publik?

Menangkap sorot mata Stella yang kebingungan, Denish buka suara lagi sambil menatap Stella intens. "Supaya terlihat profesional dan mendisiplinkan karyawan aja," jelas pria itu yang kemudian keluar dari mobil. Stella hanya mengangguk, ikut turun dari mobil, dan berjalan selangkah di belakang Denish.

"Pagi Pak Denish," suara dari sejumlah karyawan yang menyapanya. Denish berjalan tegak dan sigap. Ia memberikan aura yang menakutkan sehingga para karyawan tidak berani bermain-main sama dia.

Stella mengikuti jejak pria itu hingga memasuki ruangan CEO. Ini adalah ruang kerja Denish yang menyandang status sebagai CEO dari Alexa Group.

Stella mulai menyapu pemandangan ruang kantor ini. Desain yang minimalis dan rapih. Hanya ada beberapa miniatur mobil-mobilan memenuhi sebuah lemari kaca. Selebihnya dokumen-dokumen dan perlatan kantor. Oh, ada satu hal yang menarik dalam ruangan ini. Sebuah foto pria yang bergantung di tembok atas sana. Seperti foto Presiden di ruangan kelas sekolah pada umumnya.

Pandangan Stella kini terpana lekat ke foto itu. "Siapa, Kak? Kayaknya dari tadi ngelewatin ruangan kantor banyak foto itu yang terpajang."

"Papaku, pengembang perusahaan ini," jawab Denish singkat sambil mencari beberapa file dokumen di lemarinya.

"Orangnya--"

"Udah ke surga," potong Denish.

Stella hanya manggut-manggut, tidak berani banyak tanya, karena ia tahu betul rasa kesedihan atas meninggalnya orang tua. Denish juga pasti sama!

Denish memberhentikan aktivitasnya sejenak ... menatap dokumen-dokumen yang ada di depannya. "Dia udah nggak sakit di sana," sambung Denish yang kembali sibuk mencari dokumen.

"Em ... emangnya sakit apa, Kak?" tanya Stella dengan hati-hati.

"Diabet, jantung, dan ginjal." Denish kini berhasil menemukan beberapa file dokumen yang dicarinya. Dia menyodorkan kepada Stella yang berdiri di sebelahnya. "Ini semua kamu pelajari. Aku mau urus kerjaan dulu, kalau ada yang bingung nanti tanya aja." Denish menempelkan bokong ke kursi putarnya, mulai mendalami dokumen-dokumen yang berserakan di meja komputernya, dan terlihat serius sekali.

"Ini apa, Kak?" tanya Stella sembari membolak-balik dokumen itu. Kini ia juga telah menempelkan bokongnya ke sofa empuk.

"Sejarah perusahaan, dan segala hal yang berkaitan dengan perusahaan ini. Semuanya harus kamu pelajari. Nanti aku carikan kamu posisi kerja yang cocok. Sementara kamu jadi asisten aku dulu untuk belajar," jawab Denish datar masih sibuk dengan dokumennya.

"Aku nggak enak kerja di sini, Kak. Aku nggak berpendidikan. Aku lebih baik kembali nyanyi aja," kata Stella dengan nada sedih.

Denish mengangkat kepalanya dari dokumen. Ia berjalan menghampiri Stella, mengusap kepala Stella dengan lembut. "Pendidikan nggak menjamin segalanya. Di dunia kerja ... skill, luck, dan keuletan yang menentukan posisi kerjamu. Kamu tau Bill Gates itu punya julukan anak putus sekolah Harvard yang paling sukses? Sekarang dia punya microsoft yang mendunia, dan jadi salah satu orang terkaya di dunia. Kamu juga pasti bisa, Bocil! Ayuk semangat!"

Sebatas Kekangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang