33

337 70 7
                                    

"Chan pulang, " sahut Chan.

"Ya!, " timpal penghuni yang didalam.

Lah kayak suara Lucas, biasanya rame maksudnya gak cuman suara Lucas aja.

"Yang lain kemana? Kok sepi? Ayah belum pulang?, " tanya Chan udah kaya wartawan.

"Dad I don't know, Mommy sama Kak Felix lagi di Rumah Sakit bantu Kakak Cantik, " jawab Lucas yang lagi nonton tv dengan kue di tangannya.

Chan mendengar, kakak cantik, satu satunya orang yang disebut kakak cantik oleh Lucas hanya Hera. Ada apa dengan tetangganya itu. "Ada apa memang?, " tanya Chan penasaran.

Lucas diam sejenak menguyah kue yang ada di mulutnya, "Kakak Cantik tadi teriak teriak marah marah sambil nangis terus kakinya berdarah banyak terus pingsan deh, " Lucas yang polos.

Bergegas Chan langsung kembali memakai jaket nya yang sudah terbuka tadi, "Kamu tunggu rumah, kunci pintu, jangan kemana mana, " titah Chan yang langsung melangkah kembali menuju motornya.

Setelah siap, asih dia lupa Rumah Sakit mana, beralih ia mengambil ponsel di kantung nya menanyakan pada seseorang memakai prantara pesan. Tak lama untuk mendapatkan balasan, Chan langsung mengerti dan melakukan motornya dengan kecepatan tinggi, gak tinggi banget si. Ya ngebutnya gak sampai se Rosi kok.

Butuh cuman beberapa menit Chan sampai kesana, mengingat jalanan juga yang mulai renggang, tak terlalu ramai. Tibanya Chan kembali menanyakan keberadaan mereka yang mengantar dan menunggu Hera.

"Bun..., "

"Chan... Kamu kesini... Udah pulang?, " balik Ibu Chan.

"Udah kok Bun... Hera kenapa?, " tanya Chan lumayan panik.

"Later you will know after this... Just wait, " jawab sang ibu diselingi senyum simpulnya. Sepertinya beliau tahu perasaan anak sulung nya saat ini.

Lino menoleh pada Chan, seketika ia mengingat sesuatu, "Bang, gue mau ngobrol sama lo, " ucap Lino.

"Ngobrol? Okay, didepan saja, "

Lino sama Chan pergi ke depan Rumah Sakit, kebetulan ada bangku kosong deket jendela di sana.
Setelah Lino dan Chan pergi, selang beberapa menit, dokter yang menangani keluar ruangan yang disambut pertanyaan bernada khawatir.

"Anak saya gimana dok?, " tanya Abbi.

.
.
.
.
.

"Lo pasti mau tau kan bang kenapa Hera kayak gini?, " tanya LinoLino begitu keduanya mulai terduduk.

Chan menyerengit, apakah orang disampingnya ini seorang dukun pembaca fikiran?. Dan untuk seperti ini, jujur saja Chan merasa dia bukan siapa siapa Hera dan keluarga yang harus tau betul apa yang sedang terjadi sampai ke akar nya.

"Mungkin ya lo berfikir lo bukan siapa siapa sampai bakal tahu ini semua, tapi gue percaya sama lo bang. Walaupun kalian terlalu cepat akrab dengan waktu yang sebentar, itu juga tandanya Hera nyaman sama lo bang, waktu tercepat yang kalian jalanin, Hera gak pernah gitu sama orang baru, beruntung, " jelas Lino.

Chan lagi lagi terheran, sepertinya benar bahwa Lino ini bisa membaca fikiran orang orang di sekitarnya. Tapi yang dikatakan Lino benar, ini merupakan waktu yang singkat bagi Chan dan Hera bisa sampai akrab.

"Hera punya banyak mimpi bang, satu dari mimpinya udah dia tenggelamkan dan satu mimpi nya lagi diambang kehancuran, Hera bisa pendem itu semua ke gue sama yang lain bang, karena dia tahu Ummi gak bakal ngijinin buat kedua mimpinya. Gue belum pernah liat Hera kaya gini bang, dia gak pernah cerita sama gue tentang semua yang dia tutupin. Lo juga mungkin bingung bang, hehe Hera tuh emang orangnya ceria, ngelawak terus.... Buat nutupin semuanya, dia gak mau orang lain kasihan sama dia dan gak mau orang sedih karena dia, " jelas Lino.

Chan mengangguk paham,"Pasti ada alasan dibalik itu semua kenapa Ummi gak izinin Hera kan No?, " tanya Chan.

"Ada, Ummi cuman gak mau kejadian Dua tahun lalu keulang bang, Hera kecelakaan pas tanding silat, lawannya curang sampai nendang tulang kering kaki kanan Hera sampai ngalamin keretakan parah dan juga... kalo gak berhenti mungkin tangan kanan ikut patah, " jawab Lino.

"Separah itu... Bagaimana dengan pelaku nya?, " tanya Chan.

Lino senyum, "Aman bang, " jawab Lino.

Chan teringat sesuatu, "Jadi itu alasan kamu bilang pada saya dan Changbin waktu itu untuk tidak bilang apapun?, " tanya Chan, Lino mengangguk.

Chan mengangguk, terjawab sudah, pantas saja Felix waktu itu langsung melototinya. "Lo suka sama Hera ya bang?, " tanya Lino membuat Chan terkejut. "Gak usah takut bang, gue mah dukung karena gue percaya sama lo bang, bukan cuman gue... Ummi sama Abbi juga terlebih lagi lo sering nolong Hera bang, lagian lo juga jomblo kan bang? " lanjut Lino.

Chan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Saya tidak tahu, lagian umur kita beda jauh, gak cocok buat Hera, dia bisa dapatkan yang lebih muda dan tampan tidak seperti saya, " jawab Chan tersenyum.

"Halah so so an gak mau lo bang, bilang aja lo malu malu kambing, tenang aja udah pasti Hera suka sama lo kok bang, lo tuh idaman dia banget, nih ya ganteng iya tinggi iya mapan iya baik lagi gue jamin dia nyaman sama lo bang apalagi lo mirip bias nya dia bang poin plus dia suka lesung pipi lo bang, jadi gue udah dukung lo banget sama adek gue, " jelas Lino dengan tampang mak comblangnya.

"Tapi bukan hanya itu... Kita juga berbeda bukan... Saya dan Hera serta keluarga kamu, " tambah Chan, nah kan kalo urusan gini Lino pasrah, jadi inget iya juga ya Felix sama keluarga itu beda keyakinan juga sama keluarganya termasuk Chan.

Chan cuman geleng sambil ketawa ganteng aja, bener... Paling berat itu keyakinan...iya in aja dulu, tapi soal tadi kepo juga sih jadi selama ini Hera sering cerita sama Lino tentang Chan, tapi Chan gak mau geer dulu, siapa tau tetangga bapak para kucing disamping nya ini berbohong.

"Yasudahlah, jika memang sudah takdir siapa tau... Ayo kita lihat keadaan adikmu, " ajak Chan yang disetujui oleh Lino.

POLICE [BANGCHAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang