"Sudah lebih baik sekarang?" tanya Daniel disela sela perjalanannya menuju kamar Jihoon.
Jihoon dengan cepat mengaggukan kepalanya.
"Terimakasih," ujar Jihoon cepat.
Daniel tersenyum mendapati istrinya yang sangat tulus mengucapkan terimakasih padanya.
Langkah kaki Daniel tak terlalu terburu buru, bisa dikatakan, ia menikmati perjalanannya saat hendak ke ruangan rawat inap Jihoon.
Jujur saja Daniel mengharapkan hasil yang baik saat nanti Jihoon di periksa terakhir oleh sang dokter.
Demi tak menampilkan rasa khawatir akan kedua janinnya, Daniel sebisa mungkin membuat Jihoon merasa rileks dan tanpa beban sedikit pun. Ia tak ingin ada hasil yang buruk menimpa sang istri.
Sudah cukup malam itu membuatnya terpukul saat mendapati Jihoon yang tak berdaya dengan darah yang berlumur di pahanya.
"Hyung," lirih Jihoon secara tiba tiba saat hendak masuk ke dalam kamar rawat inap nya.
"Ada apa Love?" tanya Daniel lembut.
"Aku ingin menceritakan hal yang mungkin akan membuat mu tak percaya denganku, atau mungkin tak masuk akal untukmu," ujar Jihoon berusaha memberanikan dirinya pada Daniel seperti apa yang di katakan oleh Woojin pada nya.
Sejenak Daniel menatap Jihoon dengan kebingungan, ia tak mengerti mengapa Jihoon mengatakan seperti itu.
"Apa maksudmu?" tanya Daniel pada Jihoon.
Jihoon tak langsung menjawab, melainkan menggenggam tangan Daniel lembut, dan tak lama ia mengatakan pada suami nya mengenai apa yang ingin ia katakan saat sudah berada di rumahnya nanti.
Daniel mau tak mau hanya menurut saja, sebab bagaimana pun ia tak dapat memaksakan atau memojokkan Jihoon pada kondisinya yang seperti sekarang ini.
"Baiklah, aku akan menunggu maksud perkataan mu tadi," ujar Daniel pada akhirnya berusaha bijak.
Sebuah senyuman terukir di bibir Jihoon.
Ada perasaan lega yang ia rasakan saat mendengar jawaban Daniel.
Ia fikir Woojin ada benarnya, bahwa Daniel memang orang yang baik dan akan mendengar segala ucapannya. Jadi seharusnya tak ada hal yang harus ia tutupi dari suami nya itu.
Sudah cukup beberapa bulan terakhir ia menutupinya dari Daniel mengenai hal hal yang sebenarnya menjadi identitas dirinya di belakang Daniel.
"Terimakasih," ujar Jihoon pada Daniel.
Daniel menganggukan kepalanya membalas perkataan Jihoon.
Tak lama setelah nya terdengar sebuah ketukan pintu yang masuk ke ruang rawat inap Jihoon.
Seperti yang di jadwalkan, maka hasil pemeriksaan untuk Jihoon telah keluar.
Daniel yang sudah menduga bahwa perawat akan mengabari hal tersebut, langsung meminta izin pada Jihoon untuk meninggalkannya sejenak.
"Mengapa hyung keluar? Mengapa dokter itu ingin menemui hyung sendiri? Bukankah seharusnya aku pun tahu hasilnya? Apakah ada hal buruk pada bayiku ? Apakah ada yang ditutupi dari ku mengenai anak kita?" tanya Jihoon panjang lebar, yang entah mengapa Jihoon merasa terusik dengan sikap dokter tersebut yang hanya ingin bertemu dengan Daniel, lantaran Jihoon lah yang sebenarnya pasien disana.
Mendengar ocehan Jihoon tersebut, tentu saja membuat hati Daniel terasa nyeri mendengar nya.
Memang benar sebelumnya keadaan salah satu janin nya tak baik, untuk itu pula Daniel meminta sang dokter jika akan memberitahu hasil nya di katakan terpisah dengannya.
"Love, jangan seperti ini, aku hanya pergi sebentar untuk melihat hasilmu secara detail, aku yang meminta dokter itu untuk di bicarakan terpisah darimu, aku tak ingin nantinya kau merasa pusing mendengar ucapan dokter itu, untuk itu aku mengatakan pada dokter itu seperti itu, apakah aku salah?" tanya Daniel dengan maniknya menatap lekat pada Jihoon.
Jihoon terdiam seribu bahasa. Ia tak tahu jika Daniel sendirilah yang meminta nya. Ia kira dokter tersebut lah yang membuat nya seperti itu.
Perlahan Jihoon menghela nafasnya panjang, dan tak lama pemuda manis itu menggelengkan kepalanya pelan.
"Baiklah, kabari aku mengenai hasilnya, apapun hasilnya aku akan terima," ujar Jihoon yang pada akhirnya mulai memahami maksud Daniel.
Cup
Sebuah kecupan cepat mendarat di kening Jihoon.
Ia tahu betul mood Jihoon yang seperti ini, pasti tak lain karena kedua bayinya itu. Untuk itu Daniel tetap merasa wajar Jihoon seperti itu.
Setelah nya Daniel melangkahkan kakinya menuju ruangan dokter yang biasanya ia berkonsultasi dengan dokter tersebut.
.
."Ah, kau sudah datang,"
Daniel menganggukan kepalanya, dan langsung mendudukkan dirinya di bangku yang disediakan disana.
Dokter tersebut menghela nafasnya pelan, dan tak lama memberikan senyuman tipis pada Daniel.
"Selamat kedua bayi anda dapat bertahan, hanya saja untuk berjaga jaga istri anda harus tetap pada kondisi seperti ini, dimana ia tak terlalu banyak bergerak atau pun banyak fikiran," ujar sang dokter menjelaskan mengenai hasil terakhir pemeriksaan Jihoon.
Perasaan lega kini terasa di dadanya yang sebelumnya terasa sesak.
"Terimakasih," ujar Daniel sambil menggenggam tangan dokter itu.
Ia sangat terharu mendapatkan kabar yang bagus seperti ini.
"Aku akan menjaga istriku dengan baik, dan mengatakan mengenai kabar baik ini padanya, apakah hari ini ia sudah boleh pulang?" ucap Daniel pada sang dokter, yang diakahiri dengan sebuah pertanyaan.
"Itu bagus, ya, istrimu sudah boleh pulang hari ini, nanti akan saya buatkan surat pengantarnya," ujar sang dokter pada Daniel.
Daniel yang terlampau senang, langsung beranjak dari bangku nya dan membungkukan badannya izin berpamitan dengan sang dokter.
"Syukurlah, kau baik baik saja love," lirih Daniel yang sedikit berlari menuju ruangan Jihoon.
.
.Ceklek
"Hyung!!" pekik Jihoon saat mendapati wajah suaminya yang baru saja datang ke ruang rawat inapnya.
Daniel tak berkata apa apa, melainkan memeluk Jihoon erat.
"Ada apa denganmu?" tanya Jihoon bingung dengan tingkah suaminya yang menurutnya aneh, belum lagi saat ia merasakan pundaknya sedikit basah karena ulah Daniel.
"Hyung, kau menangis?" tanya Jihoon bingung.
Daniel tak menjawab, ia masih sibuk memeluk Jihoon.
Jihoon mau tak mau hanya terdiam, tak menolak ataupun hal lainnya. Ia hanya mengikuti alur saja.
Setelah hampir 15 menit ia memeluk Jihoon erat, barulah Daniel mengendurkan badannya melepaskan pelukannya dan mengusap maniknya yang sedikit basah.
"Bayi kita baik baik saja, dan kau sudah boleh pulang, setelah ini aku akan mengemas barang barang mu untuk kembali ke rumah," ujar Daniel memperlihatkan senyumannya pada Jihoon.
"Sungguh?" tanya Jihoon cukup antusias.
Daniel menganggukan kepalanya cepat, tak lupa ia juga menyampaikan pesan dari dokter yang di katakan sebelumnya padanya.
Secara perlahan Jihoon menganggukan kepalanya pelan menuruti ucapan yang di katakan oleh suaminya itu.
'Ah... berarti sampai bayi ini lahir aku tak dapat bergabung dengan mereka,' benak Jihoon.
.........
TBC
See you next chapter
Leave a comment, and vote
.
.
Seya
