Chapter 26| Kim Yena

41 7 0
                                    

Beruntung hasil pemeriksaan Jihoon tak terlalu buruk, tangannya benar terkilir dan hanya mendapatkan perawatan ringan. Ia hanya perlu menggunakan penyangga pada tangannya untuk beberapa hari guna agar tak di gunakan terlalu berlebihan dan mengalami pembengkakan saja, setelah di rasa sudah mulai membaik maka ia boleh melepaskan penyangga tersebut. 

"Lain kali kau harus hati hati, jangan terlalu mengambil resiko, tubuhmu sudah tak sama seperti dulu Ji," lirih Woojin bertuah pada Jihoon layaknya orang yang paling bijak di sana. 

Lain halnya dengan Daniel yang menyetujui perkataan Woojin, justru Jihoon, Jinyoung dan juga Guanlin sibuk tertawa pelan.

Sungguh ia merasa geli ketika mendengar celotehan bijak dari burung pipit itu. 

"Sejak kapan sahabat ku ini menjadi bijak? Apakah kau terpengaruh oleh suami ku sekarang?" ledek Jihoon yang seakan tak peduli dengan nasihat yang padahal ia mengatakannya dengan serius. 

"Aku serius Ji, aku tak sedang bercanda." 

Seketika Jihoon dan kedua temannya lainnya menahan tawanya. Mereka tak tahu jika Woojin dalam mode serius. 

Susah payah Jihoon menelan saliva nya yang terasa kasar. 

"Maaf, aku tak tahu," ujar Jihoon pada akhirnya. 

Woojin menghela nafasnya panjang, sedangkan Daniel mengusap rambut Jihoon lembut. 

"Ia khawatir padamu, makanya dia mengatakan demikian," lirih Daniel pada Jihoon yang di balas dengan anggukan kepala pelan. 

Jihoon menatap ke arah Woojin lekat dan mengatakan pada Woojin bahwa pemuda itu terlihat menyeramkan jika sedang serius. 

Lagi lagi Woojin hanya dapat menghela nafasnya panjang. Tak lama seulas senyuman Woojin berikan pada Jihoon. 

"Sudahlah jangan di pikirkan," ujar Woojin pada akhirnya. 

Setelah di rasa cukup mereka berada di rumah sakit, barulah mereka berniat kembali ke rumah Jihoon, yang memang seperti basecamp untuk geng mereka. 

"Ah, kalian duluan saja, aku hendak ke toilet lebih dahulu," ujar Woojin ketika panggilan alam nya tak dapat menunggu nya lagi. 

Anggukan kepala serempak diberikan oleh sahabatnya tanpa terkecuali Daniel. 

.

.

Srett!!

Woojin yang baru saja keluar toilet langsung di tarik oleh seseorang yang sedari tadi telah menunggu Woojin keluar dari toilet tersebut. 

Gadis dengan rambut panjang nya yang terikat satu tampak menghentikan langkahnya ketika berada di tempat sepi. 

"Kau?" lirih Woojin cukup terkejut dengan apa yang tengah gadis itu lakukan padanya. 

Mengapa gadis itu menariknya? 

Kurang lebih hal itu yang menjadi pemikiran Woojin. 

"Kau masih mengingatku?" lirih gadis yang kini berdiri di hadapan Woojin. 

Woojin mengiyakannya lagi pula menurut nya gadis itu sangat menganggu sahabat nya, dan karena itu pula Woojin cukup mengenal gadis itu. 

"Apakah yang tadi di bawa dengan kursi roda adalah Jihoon-ssi?" tanya gadis itu seakan hendak meminta jawaban yang benar dari Woojin.

Woojin memutarkan maniknya malas. Ia malas sekali dengan gadis yang ada di hadapannya itu. Tak bisakah membuat kehidupan Jihoon tenang? 

"Mengapa aku perlu memberitahu mu orang yang kau lihat tadi adalah Jihoon atau bukan?" 

Sebuah pertanyaan balik justru di tanggapi oleh Woojin pada gadis yang memiliki nama Kim Yena tersebut. 

"Karena menyangkut nyawanya." 

Degupan jantung Woojin tiba tiba saja berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Mengapa gadis itu berani sekali mempermainkan kata seperti itu, terlebih menyudutkan sahabatnya yang sudah di anggap oleh nya sebagai saudaranya sendiri. 

"Katakan lebih jelas apa maksudmu itu?" 

Yena yang sebelumnya terlihat tergesa gesa menyudutkan Woojin, kini mulai menarik nafasnya dalam dalam dan mengedarkan manik nya sejenak sebelum ia melanjutkan kalimatnya. 

"Aku hanya takut kakak ku masih mengincar Jihoon-ssi." 

"Kakak?" 

Anggukan kepala akhirnya di berikan oleh Yena. Baru kali Woojin mengetahui bahwa Yena memiliki kakak. 

"Siapa kakak mu?" 

Tak ada suara yang langsung menjawab dari gadis itu, selain netra nya sibuk ia edarkan segala penjuru. Rasa takut menyebutkan nama sang kakak terasa sulit ia sebutkan melalui belah bibir nya. 

Woojin yang merasa penasaran tentu saja refleks mengikuti arah netra dari Yena tersebut. 

"Musuh tanding Jihoon-ssi." 

"Young--"

Dengan cepat Yena membekap mulut Woojin agar tak menyuarakan nama sang kakak yang memang nama itulah adalah kakak nya. 

Butuh beberapa menit bagi Woojin benar benar mencerna seluruh kalimat yang baru saja dapat ia simpulkan. 

"Kakak ku terobsesi dengan Jihoon-ssi, tetapi Jihoon-ssi pernah menolongku, dan karena alasan itu aku selalu mengikutinya. Dulu aku terlalu takut menjelaskan semua hal ini, jadi aku tak masalah kalian menganggap ku seperti apa." 

Salah paham!

Kata itu yang paling menggambarkan mengenai situasi Yena yang di cap sebagai wanita gila yang mengejar Park Jihoon yang kini sudah mengganti nama dengan marga Kang nya. 

"Lalu dimana kakak mu?" 

Gendikan bahu di berikan oleh Yena, sebelum gadis itu tiba tiba saja menarik Woojin kembali mengajak berlari setelah maniknya tak sengaja melihat sosok yang baru saja mereka bicarakan. 

"Coba kau hubungi teman mu apakah mereka berpapasan dengan kakak ku atau tidak? Dia disini," ujar Yena di tengah tengah mereka berlari menuju tangga darurat. 

Tepat sesaat mereka masuk ke dalam tangga darurat barulah Woojin mencoba menghubungi salah satu dari sahabatnya itu berusaha memastikan apakah mereka berpapasan dengan Younghoon atau sebaliknya. 

"Kau dimana Hyung?" tanya Guanlin yang ada di seberang telefon. 

"Dengarkan aku baik baik, kau harus menjawabnya dengan bijak." 

Guanlin yang merasa janggal dengan kalimat Woojin tentu saja rasanya ingin bertanya lebih jauh, hanya saja beruntung Guanlin yang memiliki tingkat kepekaan lebih tinggi di bandingkan anggota lainnya membuat nya langsung menyanggupi perkataan Woojin. 

"Dia ada disini, pastikan Jihoon tak bertemu dengannya. Jika tidak semuanya akan semakin runyam. Tunggu aku di parkiran." 

Hanya kalimat itu yang di berikan oleh Woojin sebelum ia kembali mematikan telefon dan menuruni anak tangga menuju basement rumah sakit di mana mobil yang di tumpangi oleh nya sebelumnya terparkir disana. 

.

.

"Kau duluan saja Woojin-ssi, aku akan disini," ujar Yena menghentikan langkah kaki nya saat tangga darurat yang mereka lewati sudah berada pada lantai Lobby rumah sakit.

Woojin terdiam sejenak sebelum menganggukan kepalanya dan meninggalkan gadis itu disana melanjutkan perjalanannya melewati anak tangga menuju basement parkiran. 

'Aku tak menduga ia bermaksud membantu Jihoon.' Monolog Woojin dalam benak. 

---

TBC 

See you next chapter 

Leave a comment and vote...

.

.

Seya 


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Lie ? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang