Waktu berjalan dengan cepat, aku dan keluarga kecil ku sudah menempati rumah ini seminggu. Rasanya, baru kemarin aku menghirup udara segar dan juga merasakan mencekam di waktu malam menjelang yang begitu kental di tempat ini. Berjalan bersama dua putri kembar ku di awal pagi sungguh menyenangkan apa lagi bisa bercengkerama dengan mereka berdua semua ini luar biasa bagiku.
Tiba-tiba gerak langkah ini seolah menarikku kembali ke halaman belakang. Entah kenapa ketika pandangan lurusku menatap tajam ke arah dahan pohon di sana, seketika pikiranku melayang pada tulisan nama sosok perempuan cantik bermata sendu itu. Aku sempat berpikir mungkin dengan menuliskan namanya aku bisa berbagi cerita dengannya. Atau mungkin aku saja yang tidak bisa memahami maksud hantu itu apa.
Aku maju tiga langkah, memastikah apa yang tertangkap oleh pandanganku tadi pada dahan pohon angker itu. Ternyata sosok mata sendu--Maya muncul juga pada pagi hari. Masih sama tatapannya padaku yang disertai seringainya siap buat bulu kuduk meremang.
Namun, keberanian dalam diriku sepertinya sudah begitu kuat hingga penampakan mereka tidak terlalu buat aku kentara. Bahkan kala mereka mencoba menganggu keberadaanku di rumah ini. Karena gejolak dalam jiwaku sepertinya mendorong tubuh ini untu melangkah lagi ke depan dengan kecepatan yang kubisa.
"Ma, Mama!" Aku terus mempercepat langkah kakiku bahkan panggilan dari putriku tidak kupedulikan lagi. Sampai satu titik tepat di depan pohon aku berhenti dan anehnya sosok perempuan itu lenyap di bawa bayangan hitam yang menelusup dalam akar-akar pohon besar tinggi menjulang di hadapanku.
Sial! aku gagal lagi mendapat jawaban dari perempuan yang bukan manusia itu. Kesal dan gelisah sekarang bercampur menjadi satu.Tapi, tunggu! sepertinya aku merasakan kembali kehadirannya dan itu di belakangku.
Astaga! si kembar berada di belakangku. Begitu tahu, aku langsung membalikkan badan dan berniat berlari ke arah mereka berdua tapi, mendadak kakiku sulit untuk bergerak dan mulutku seperti terbungkam. Hanya mataku yang membulat kala melihat sosok yang sama di depan sana. Lebih gila lagi, Maya sedang menggandeng Andin dan Andita.
Mereka semakin menjauh berjalan seperti layaknya seorang kaka dan adik-adiknya. Kini perempuan itu menoleh ke arahku dan tersenyum hangat. Aku mengira itu adalah senyumannya yang indah dari pada sebelumnya saat menampakkan wujudnya padaku.
Yang membuat aku heran, kedua putri ku itu tidak menggubris sama sekali keberadaanku di sini. Aku menatap dengan tersenyum pula karena pemandangan kali ini sungguh terlihat damai dan menenangkan. Dua anak manusia saling melempar senyum berkejaran ke sana ke mari. Perempuan cantik dengan mata sendu duduk di bangku taman kecil yang dipenuhi bunga bermekaran tersenyum hangat ketika menatap putri kembar. Sesekali tampak gerakan halus dari bibir tipisnya seolah mengajak mereka tertawa bersama.
Pemandangan itu seolah begitu nyata terlihat jelas di mataku. Meski sebenarnya gadis cantik itu bukan manusia akan tetapi tingkah lakunya begitu bersahaja. Mataku tak berkedip dibuatnya bahkan saat lepas gerak langkahku kini sama sekali tak membuatku tersadar. Hingga aku merasa sentuhan di bahuku dan itu membuatku menoleh.
"Adinda?" kamu sehat kan? Kenapa mukamu pucat begitu?" tanya Ruby yang tiba-tiba datang mengagetkanku.
"Nggak, Bu. Saya baik- baik aja, kok, tadi tu lagi mengawasi dua putriku bermain di sa--," Lho, mereka ke mana? Aku kaget ketika mendapati ke dua putriku tidak ada di depan taman.
"Di mana, Nak? Nggak ada siapapun di sana," heran Bu Ruby dan juga aku.
"Beneran, Bu. Tadi Andin dan Andita lagi main kejar-kejaran di sana." Aku mencoba meyakinkan Bu Ruby membenarkan apa yang kulihat nyata. Akan tetapi, akhirnya aku menyadari ternyata ini ulah hantu perempuan itu. Sungguh makin aneh dengan diriku sendiri sampai merasa kebingungan seperti ini.
"Mungkin ini gara-gara pohon angker itu, Adinda." Bu Ruby menatap serius ke arahku sembari menuntunku ke kursi di teras rumah.
"Saya nggak pernah mendekati pohon itu, Bu," ucapku berbohong pada perempuan paruh baya di hadapanku saat ini. Terlihat dari mimik wajahnya, sepertinya ia tidak yakin akan pernyataanku tadi. Bahkan Bu Ruby terus saja melirik ke sekeliling rumahku. Entah apa yang hendak dibuktikannya.
"Syukurlah kamu baik-baik saja. Kalau begitu saya permisi dulu, ya, Nak. Karena sebentar lagi mau berbelanja ke pasar." Aku mengangguk dan mempersilakan ia pergi dan berlalu dari rumahku.
Tanpa pikir panjang, akhirnya aku memasuki kamar ke dua putriku. Ah, leganya .... Ternyata mereka sedang bermain di kamarnya. Karena tak ingin menganggu, aku menutup pintu pelan dan melangkah cepat ke kamarku tanpa menoleh lagi ke belakang.
Selesai menyiapkan kemeja dan lainnya untuk suamiku, lantas aku keluar kembali menuju ke arah dapur. Seperti biasa memasak ringan untuk sarapan.
"Sayang! Maaf, ya, aku langsung ke kantor aja karena ada meeting pagi-pagi di kantor. Kamu makan bareng si kembar aja, ya?" ucap Beni tiba-tiba melingkari tangannya ke pinggangku. Padahal aku sedang sibuk mengaduk-aduk nasi goreng. Tapi, memang suamiku itu romantisnya tanpa terduga. Iya, bagiku tadi itu sungguh indah sekali.
Beberapa menit kemudia deru mesin terdengar dari luar dan itu pertanda suamiku sudah melajukan mobilnya menuju ke kantor. Sedang aku masih harus membangunkan putriku untuk sarapan dan kuharap mereka tidak merengek minta makan bersama papanya. Karena semenjak kami pindah, Andin dan Andita dapat merasakan disayangi oleh Beni dengan luar biasa. Bagiku Beni adalah sosok orang tua yang mau memberikan lebih untuk kedua putrinya.
Selesai sarapan, seperti biasa aku menemani mereka main. Kadang sampai lupa waktu karena saking serunya bercengkrama dengan kedua outriku itu. Terlebih Andita suka sekali menjahili aku dan kakaknya.
Sekarang ini aku madih mengawasi mereka berdua. Tiba-tiba terdengar suara dari arah dapur. Aku menebak mungkin gelas atau piring yang jatuh. Karena masih belum yakin akhirnya kangkah ini langsung menuju ke dapur. Aku tak percaya dengancapa kulihat sekarang, pecahan kaca berserakan di lantai dan itu berasal dari jendela dapur. Perlahan aku merasakan hawa dingin di belakangku.
Astaga! tulisan yang sama menghiasi dinding dapur. Bagaimana tidak, nama "Maya" tertulis jelas di sana. Aku sungguh kaget kali ini namanya tetulis memenuhi dinding nyaris tidak menyisakan ruang kosong sedikitpun.
Sesaat kedua bola mataku membulat dan kedua tangan juga bergetar. Aku tidak menyangka ternyata teror di rumah ini semakin menggila. Apa yang diinginkan oleh perempuan itu dan ada hubungan apa rumah ini dengan pohon besar yang dikenal angker itu? Semua ini makin membuatku bertanya-tanya.
Malam tiba. Sekali lagi, aku merasakan sesuatu di belakangku. Hawa dingin menyergap dan sepertinya telinga ini menangkap sebuah bisikan yang memanggil.
"Adinda ...," bisikan yang sangat pilu terdengar memenuhi ruangan ini.
Anehnya, ketika aku menoleh tak ada wujudnya sama sekali. Sungguh rumah ini sudah dikuasai oleh teror tidak ku tahu kapan akan berakhir.
Bersambung ....
![](https://img.wattpad.com/cover/242797951-288-k459631.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Batin Adinda [Tamat]
HororAdinda yang menginginkan kebahagiaan dan ketenangan dalam keluarganya harus merasakan keanehan dan gangguan mahluk gaib. Semenjak kepindahan dirinya beserta keluarga ke rumah yang baru saja dibeli oleh Beni--suaminya, dua anak perempuannya, Andin da...