Bag -10 Pengakuan Atas Rasa?

324 34 0
                                    

Yuk vote dan komen duluuu

Happy reading!!!

***
Gerutuan Eil terdengar di setiap langkahnya. Gadis itu membawa langkahnya dengan ekspresi yang bisa dibilang sangat tidak bersahabat. Bayangkan, dia baru saja menyelesaikan kelas Stupa 1 yang berjalan sangat alot karena ada banyak sekali pembahasan yang ada di mata kuliah tersebut, lalu saat Ia berencana untuk melangkahkan kakinya menuju kantin, tiba-tiba saja sebuah panggilan dari nomor yang tidak diketahui meneleponnya.

Lo bisa kerja nggak sih? Tugas begitu doang lo nggak bisa, sebenarnya tujuan lo gabung di sini buat apa?

Entah siapa gadis yang meneleponnya tadi, yang jelas alasannya untuk berada di depan sekret dengan raut muka yang tidak bersahabat sekarang adalah itu. Eil tidak mengerti kenapa gadis itu meneleponnya hanya untuk memarahinya dengan nada suara yang sangat ketus, bahkan sebelum Ia sempat bertanya atau membalas ucapannya, sambungannya diputus, tepat setelah gadis yang meneleponnya itu meminta Eil untuk ke sekret saat itu juga.

Masih dengan perasaan yang dangkal dan menyimpan kekesalan luar biasa, Eil melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam ruangan sekretariat. Ia mengedarkan pandangannya hanya untuk mendapatkan beberapa orang yang menatapnya dengan pandangan yang bisa Eil artikan tidak suka.

"Kerjaan lo tuh nggak ada yang beres, Eil. Lo tahu nggak sih apa yang harus lo kerjain?!"

El baru saja mendaratkan bokongnya di atas karpet, dan Ia langsung saja disambut dengan cerocosan gadis yang ada di sampingnya. Sedangkan Eil hanya mengerutkan keningnya, tidak mengerti sama sekali.

"Lo pikir bikin surat itu nomor suratnya sama semua? Lo pernah belajar nggak sih?!"

Seolah tidak mengharapkan jawaban Eil, gadis itu masih saja melemparkan pertanyaan dengan nada sinis, merasa dongkol setengah mati pada Eil, bahkan dia melemparkan beberapa lembar kertas di hadapan Eileria. Gadis itu tidak habis pikir ada manusia seperti Eil yang bahkan disuruh membuat surat izin yang sudah ada sampelnya saja masih salah.

Sedangkan Eil hanya bungkam, tidak tahu harus menjawab bahkan merespons ucapan gadis di sampingnya. Rasa dongkol dan gerutuannya tadi seolah hilang, digantikan dengan perasaan-perasaan lain yang membuat Eil tidak nyaman. Orang-orang yang ada di ruangan itu pun  sama, hanya melihat sembari berbisik-bisik, mungkin saja sedang menertawakannya.

"Gue tahu lo adeknya kak Raka, tapi lo nggak bisa seenaknya, di sini."

Mendengar ucapan gadis itu Eil mendongak, memusatkan perhatiannya pada gadis yang ada di sebelahnya, Rara Satyas, Eil bisa melihat nama gadis itu pada name tag yang ada di baju PDH  yang dikenakannya. Rasanya Eil ingin sekali mencakar wajah perempuan yang ada di sampingnya ini. "Gue nggak—"

"Ra bukan gitu caranya negur orang, lo mentang-mentang senior di sini nggak bisa nyalahin orang seenaknya, dia masih baru, masih harus belajar banyak. Tujuan organisasi ini apa kalau lo nuntutnya orang-orang yang ada di sini harus mengerti segala hal?"

Eil baru akan hendak membalas omongan gadis di sampingnya dengan berbagai sumpah serapah, tapi tidak sebelum suara yang familiar itu terdengar dari arah belakangannya. Seolah-olah ingin memastikannya lebih jauh, Eil menoleh ke belakang, hal serupa juga dilakukan oleh Rara yang ada di sampingnya, di belakang mereka ada Arjuna, yang entah kapan sudah berdiri di sana dengan tatapan yang terarah kepada sosok Rara, sedangkan gadis itu hanya diam dengan kikuk.

 Seolah-olah ingin memastikannya lebih jauh, Eil menoleh ke belakang, hal serupa juga dilakukan oleh Rara yang ada di sampingnya, di belakang mereka ada Arjuna, yang entah kapan sudah berdiri di sana dengan tatapan yang terarah kepada sosok Rara, ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Ineffable SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang