BAG - 4 Kata Ayah

501 45 2
                                    

Don't forget to vote and comment, ya

Happy reading!!!

***
"Ini minum dulu, lo pasti haus gara-gara nahan marah terus." Juna menyodorkan sebotol minuman ke arah Eil, yang oleh gadis itu hanya Ia tatap tanpa minat. Merasa bahwa Eil tak kunjung menerimanya, oleh Juna diraihlah tangan Eil yang mana membuat gadis itu mau tak mau menerima minuman tersebut. Eil masih dengan setia melayangkan tatapan sinisnya, dari awal pertemuannya dengan Juna, Ia selalu tidak bisa bersahabat dengan laki-laki itu, Juna benar-benar manusia yang berwujud cobaan bagi Eil.

"Kita ke sini, tujuan lo apa sih kak?" tanya Eil langsung.

Juna menghela nafasnya dengan kasar, menatap ke arah Eil yang juga dibalas dengan tatapan menyebalkan dari gadis itu. "Lo nggak takut bakal dicap buruk sama orang-orang, ya?" tanya Juna dengan nada sarkas.

Eil hanya diam beberapa saat, memikirkan kembali hal-hal yang baru saja terjadi, Ia yang tiba-tiba datang ke sekretariat, melihat namanya di pengumuman kelulusan, lalu setelahnya melampiaskan kekesalannya pada Juna di hadapan banyak orang. Bahkan Raka turut serta memarahinya.

"Gue nggak hidup di atas penilaian orang lain, dan juga, kenapa lo jadi ngomong informal begini sama gue, kak?" tanya Eil.

Juna hanya tersenyum, sekali lagi, Eileria adalah gadis yang berbeda. Jarang sekali rasanya Ia bertemu dengan seseorang yang hidup semaunya, tidak memperdulikan apa yang menjadi perkataan orang lain. Untuk beberapa alasan, Juna semakin ingin mengenal Eil lebih dalam.

"Hello??? Ada yang lucu? Lo kesambet kak?" lagi-lagi Eil bertanya pada Juna, menghentakan tangannya, seolah-olah ingin membuat Juna kembali pada dunia realitanya.

"Pertama, kenapa kalau gue bicara non-formal? Lo aja bicara non-formal sama gue. Kedua, Eil, punya prinsip hidup bagus, tapi pilah mana yang baik mana yang buruk. Ketiga, kenapa lo lulus, ya karena eksistensi lo worth untuk ada di sana." jelas Juna dengan berharap agar Eil bisa mengertinya.

Untuk kesekian kalinya dalam hari itu, Eil lagi-lagi membelakan matanya. Gila, harus Eil akui jika Juna adalah manusia paling aneh, apa katanya? Eksistensinya worth untuk ada di BEM? Laki-laki itu benar-benar gila.

"Kak, gue udah bilang nggak kalau lo ganteng?" dengan refleks Eil mengatakan hal tersebut yang disambut dengan tawa percaya diri oleh Juna, "Tapi sayang, lo rada aneh." sambungnya yang langsung saja melunturkan segala kepercayaan diri Juna.

"Makanya, lo harus kenal gue dulu. Kalau lo liatnya begini doang, ya gue sih menerima kalau lo sebut aneh." balas Juna dengan terpaksa menyunggingkan sedikit senyumnya, dari pada meladeni Eil yang sulit ditebak lebih baik dia bersikap baik saja pada gadis itu.

Meneguk minuman yang sedari tadi diberikan oleh Juna, Eil hanya diam setelahnya. Memberikan mereka sedikit jeda. Eil juga sedikit merasa baikan, walaupun tetap saja berada di samping Juna sekarang masih membuat hati dan pikirannya panas.

"Gue bisa minta lo jujur nggak kak?" tanya Eil setelah keduanya dilingkupi oleh kebisuan beberapa saat yang lalu.

Juna yang sedari tadi hanya memandangi beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang lewat kemudian mengalihkan perhatiannya pada Eil, tidak berniat untuk membuka suara atau barangkali untuk merespons langsung dari pernyataan yang terlontar dari mulut Eileria.

Eil yang tidak kunjung mendapat persetujuan dari Juna kemudian memusatkan perhatiannya ke depan, enggan membalas tatapan dari Juna. Mereka sedang berada di sekitaran area gazebo fakultas yang biasanya digunakan untuk melakukan aktivitas seperti diskusi dan lain sebagainya.

"Kenapa lo lulusin gue? Padahal lo tau sendiri gue nggak minat masuk organisasi." dengan tatapan yang masih terarah ke depan, Eil akhirnya melontarkan pertanyaannya yang entah gadis itu sadari atau tidak, Juna yang duduk di sebelahnya sedari tadi tengah benar-benar menimbang pertanyaan apa yang gadis itu lontarkan.

My Ineffable SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang