BAG - 11 Kopi

299 30 0
                                    

Yuk vote dan komen duluuu

Happy reading!!!

***
Sehari sebelum acara puncak PRESMA semua tingkat baik tingkat universitas maupun tingkat fakultas, Arjuna mulai merasa dirinya tidak baik-baik saja. Pagi tadi Ia mendapatkan dirinya mimisan karena terlalu banyak menghindari jam istirahat maupun tidurnya. Hidupnya seolah-olah hanya berpusat pada orang-orang di DPM, KPRM juga tumpukan-tumpukan kertas berkas-berkas yang akan menunjang dirinya untuk maju menjadi ketua BEM Fakultas Teknik, bersama  Farel yang membersamainya sebagai sekjen.

Arjuna menggelengkan kepalanya, tiba-tiba saja Ia merasakan pening di kepalanya. Sepertinya Ia sudah merasakannya sejak pagi tadi, hanya saja Ia terlalu fokus memfostir dirinya untuk terus bekerja.

"Gue sih yakin lo yang bakal maju, Jun. Dilihat dari debat dua hari yang lalu, jelas esensi visi misi lo menang jauh."

Zul yang ada di sebelah Juna berucap dengan santai. Menarik dalam hisapan pada nikotin yang diselipkan di antara dua bibirnya lalu menghembuskannya dengan santai ke sana kemari, tidak peduli bagaimana Rara memberikan kode dengan batuk-batuk secara hiperbola di ujung ruangan.

Arjuna hanya menarik lengkungan di bibirnya, mengeluarkan kekehan halusnya. Tidak berniat untuk membawa dirinya tinggi, tapi Ia juga merasa bahwa apa yang dikatakan oleh Zul adalah sebuah kenyataan, laki-laki itu sudah memiliki jam terbang banyak mengenai organisasi, dan hal-hal seperti itu yang keluar dari mulut laki-laki dengan rambut gondrong sebahu itu jelas bukanlah omong kosong semata. Ia memang tidak berniat untuk maju menjadi ketua BEM pada awalnya, untuk satu dan dua alasan Juna merasa bahwa menjadi anggota saja sudah sangat cukup, namun entah kenapa perkataan Raka jauh-jauh hari lalu membuatnya mengambil langkah untuk maju dalam pemilihan BEM fakultas. Dan kendati demikian, setelah melihat bagaimana berlangsungnya debat peserta calon BEM dua hari yang lalu seharusnya Ia bisa menebar senyum lebih lebar sekarang ini.

"Gue setuju, sih. Bukan maksud gue bilang calon yang satunya itu nggak jelas esensi visi misinya, cuman jika dilihat dari track record dia di organisasi, Juna lebih jelas unggul jauh. Jalur indepen mah, susah."

Kali ini giliran Rizal bersuara, laki-laki dengan kaos kotak-kotak lengan panjang itu ikut bersuara, masih dengan atensi memuji Juna. Ia menoleh sembari menegak kopi yang ada di hadapannya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Arjuna, menunggu respons apa yang akan diberikan oleh laki-laki itu.

"Gue juga setuju, Bang. Jalur independen memang susah, tapi gue juga nggak mau besar kepala gara-gara itu. Ya lihat nanti saja, amanah tidak akan hinggap pada pundak yang salah."

Arjuna membalasnya dengan diakhiri dengan senyum simpulnya. Perkara dia yang memang sempat merasa di atas awan tadinya, tapi Ia tetap tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Dunia tidak selalu berputar pada apa yang orang banyak katakan. Begitulah Arjuna membawa dirinya untuk tetap sadar diri akan segala sesuatunya.

Juna akan hendak bangun dari duduknya saat sakit kepalanya tiba-tiba saja kembali Ia rasakan. Merasakan kembali sakit yang kali ini datang lebih sakit dari sebelumnya. Ia menggelengkan kepalanya, memilih untuk bangkit dari duduknya lalu beralih untuk berbaring selonjoran di sofa yang entah kenapa sedang tidak berpenghuni di saat suasana sekretariat yang cukup ramai saat itu.

Ting

Juna akan hendak memejamkan matanya, sebelum dentingan yang dihasilkan oleh handphonenya mengambil alih kesadarannya. Laki-laki itu menghela napasnya berat tatkala membaca rentetan pesan yang muncul di pop bar notifikasinya.

From Alika

Sorry untuk segala hal nggak enak yang terjadi belakangan ini, Jun.

Aku mungkin lagi capek aja.

My Ineffable SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang