_Kinan_
"Hiks..hiks..mau pulang ikut Mama!!"
"Sayang, kan sudah janji sama Mama! Nanti di sini senang banyak teman, belajar ngaji, belajar nulis arab, banyak lagi. Ya kan Mbak?"
Aku mengangguk sopan menanggapi salah seorang wali santri yang masih sibuk menenangkan anaknya. Yah seperti tahun-tahun sebelumnya, disaat tahun ajaran baru seperti ini, aku dan beberapa teman yang sudah diamanahi jadi pengurus pondok mulai sibuk menyambut santri baru.
Melihat adik-adik santri baru yang menangis seperti ini membuat aku ingat kenangan beberapa tahun lalu disaat aku juga menjadi santri baru di pesantren Al- Anwar ini. Aku yang waktu itu baru lulus SD diantar ibu dan ayah sowan kesini dan mendaftar sebagai santri untuk menimba ilmu dan mengharap barakah kyai.
Aku saja yang waktu itu memang sudah niat untuk mondok masih merasa sangat berat ketika ditinggal pulang, apalagi adik-adik ini yang mungkin saja masih setengah hati masuk ke pesantren ini. Tapi percayalah nyantri itu pasti akan terasa berat diawal tapi seiring berjalannya waktu kita akan menemukan kenyamanan tersendiri bahkan segala sesuatu yang ada di pesantren akan sangat dirindukan ketika kita sudah menjadi alumni. Begitu sih kata teman-teman yang sudah lulus.
"Kinan! Bagaimana ini?" bisik salah satu sahabat sekaligus pengurus di sini.
"Kamu mau yang sebelah kiri apa sebelah kanan, Mak?" ujarku tak kalah lirih takut para wali santri ini dengar.
"Aku kiri, yang kanan kayaknya mamanya ribet, tipe ibu-ibu sosialita!" bisiknya lagi. Aku hanya meliriknya sekilas, Pemilik nama lengkap Ma'rifatul Hidayah ini tahu saja mana yang gampang di handle.
"Kalian sudah menentukan pilihan?" Tiba-tiba Mbak Dita mendusel di tengah-tengah kami.
"Sudah Mbak!" bisik kita dengan lebih mantap.
"Oke, sip! Maju!!"
"Siap!" jawabku dan Ma'rifatul kompak.
Aku dan Mamak-panggilan akrabku pada Ma'rifatul, kalau yang lain biasa panggil dia Rifah- jalan ke kiri dan ke kanan menghampiri adik-adik santri baru ini, membantu membujuk mereka agar mau ditinggal oleh orangtuanya. Saat ini di aula pertemuan lumayan gaduh suasananya karena tidak sedikit yang menangis bahkan ada yang sampai menjerit tidak mau ditinggal. Ada yang lari-lari juga sampai gerbang.
Aku dan pengurus-pengurus lain hanya bisa saling pandang dan memberi semangat satu sama lain lewat tatapan mata dan cengiran.
"Dek! Kenalin nama Mbak adalah Kinan, sama Mbak ya? Biar mamanya pulang." ucapku seramah mungkin tapi adik manis yang baru lulus SD ini menggeleng dengan keras.
"Mbak di sini ada fasilitas Video Call enggak?" tanya mama dari anak itu.
"Maaf Ibu, tidak ada. Kita hanya menyediakan telepon rumah biasa, itupun hanya di hari-hari tertentu santri bisa menghubungi keluarganya."
"Nanti anak saya tidur sekamar berapa orang? Ada AC enggak? Atau minimal kipas angin? Soalnya anak saya enggak bisa kalau panas."
Kinan, keep smile!
"Mohon maaf Ibu, seperti yang sudah dijelaskan dipertemuan wali sebelum ini bahwa di sini tidak ada fasilitas seperti itu dan nanti Insyaallah satu kamar ada 6 orang."
"Di rumah saya ada kipas angin nganggur, boleh enggak saya shodaqohkan tapi khusus buat kamar anak saya?"
Kinan sayang! Senyum Nak! Jangan emosi!
"Di komplek Khadijah ini kurang lebih ada 11 kamar putri Ibu, kalau panjenengan berkenan shodaqoh bisa untuk 11 kamar itu, seandainya mau pahala lebih banyak bisa tambah 9 untuk kamar putra, kami akan sangat berterimakasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
7. Pesan Rindu dari Ma'had
DiversosApa yang pertama kali terpikir ketika mendengar kata pesantren? Ngaji terus? Nggak bebas? Nggak gaul? Ketinggalan jaman? Jelas!! Salah besar. Dalam cerita ini kamu akan menemukan banyak cerita rahasia di dalam pesantren, juga banyak cerita tentang k...