🍁4 ~ Santri Harus Bijak ~

4.3K 669 71
                                    

"Mbak Kinan lagi sibuk nggak?"

"Enggak sih Ning, gimana?"

"Anterin ke minimarket ya! Mau belanja!"

"Boleh.."

Ning Alea langsung masuk pamit sama ibuk dan Aku langsung memakai jilbabku dengan benar, lumayan bisa refreshing keluar.

"Seneng ya punya alasan keluar!"

"Wah iya dong Din, alhamdulilah! Nggak usah capek-capek mikir alasan apalagi sampai bohong sama ibuk!"

Diniyah langsung melempar tatapan tajam padaku. Ada yang salah dengan ucapanku?

"Kamu jangan banyak gaya di sini Kinan! Ingat siapa kita ini!" bisiknya sebelum keluar dari kamarku.

Sepeninggal Diniyah, Via langsung mendekat dari ekspresinya pasti mau ghibah ini anak. Untung Rifah masih kuliah, kalau nggak bisa heboh dia ada Dini disini. "Mbak, kenapa sih Mbak Diniyah kayaknya nggak suka banget sama kamu?"

Aku memegang dua pipinya yang tembeb. "Anak manis belajar saja ya, nggak usah memikirkan hal yang kurang penting!"

"Ah Mbak Kinan, iya deh! Mbak aku nitip ya!"

"Boleh!"

Selagi aku masih bersiap, Via dan yang lainnya sibuk menulis titipan mereka. Beberapa saat kemudian aku dibuat melongo oleh panjangnya catatan yang Via berikan.

"Ya Allah, ini kalian mau buka toko apa gimana sih? Susu, energen, kopi, gula, vegeta, shampo, pewangi, pembalut, detergen, mi instan dan ini apa?? Siapa yang beli semir rambut ini?"

"Mbak Kinan yang cantik, minta tolong deh ya! Di koperasi udah pada habis belum belanja lagi pengurusnya!" rayu Via.

"Nggak janji deh ya!"

Bukannya nggak mau, tapi ini kan posisinya aku nganterin Ning Alea masa iya aku sibuk belanja sendiri? Membantu putra putri kyai itu juga termasuk bakti pada guru jadi kepentingan Ning Alea tetap aku utamakan.

Aku bergegas keluar ketika Ning Alea sudah memanggil. Aku langsung mengambil motor yang biasa dipakai santri-santri ketika di suruh ibuk pergi.

"Mbak, pakai punya Kak Al aja! Nggak ada kok orangnya!"

"Memang boleh Ning?"

"Belum bilang sih," ucapnya sambil terkekeh pelan, "..tapi insyaallah bolehlah. Kakak pergi sama Bang Zein kok." lanjutnya.

Ning Alea berlari masuk untuk minta izin ke ibuk dan tidak lama kemudian keluar dengan senyuman lebar. "Boleh Mbak, ini kuncinya! Aku atau Mbak Kinan nih yang depan?"

"Terserah Ning Alea saja!"

"Aku ya Mbak, tapi nanti pulangnya Mbak Kinan gantian di depan!"

"Pinter ya milihnya!" candaku.

Gadis yang sebentar lagi lulus SMA itu tertawa, matanya sedikit menyipit lesung pipinya yang semakin terlihat membuatnya semakin terlihat manis. Akhirnya kita berangkat dengan Ning Alea sebagai sopirnya.

"Mbak Kinan mau ada belanja nggak?" tanya Ning Alea saat kamu sudah sampai.

"Ada sih Ning tadi titipan teman-teman. Tapi aku bantuin Ning Alea dulu."

"Haha ribet amat Mbak, belanja bareng aja gimana? Aku mau beli barang-barang buat persiapan balik pondok besok Mbak, paling nggak jauh beda kan sama titipannya?"

"Ide bagus..!" ujar ku dan diangguki Ning Alea.

Aku dan Ning Alea sama-sama mendorong troly dan berkeliling bareng untuk mencari belanjaan.

7. Pesan Rindu dari Ma'hadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang