"Kotak yang ini Ibuk pasrahkan ke kamu ya, nanti begitu sampai kamu kasih ke tuan rumahnya!"
"Nggih!"
"Bunda, udah dong! Kasihan Mbak Kinannya belum mandi!" ujar Ning Alea yang sudah wangi dan rapi. Minggu pagi ini kita sedang disibukkan dengan persiapan menghadiri pernikahan salah satu alumni.
"Ya sudah, kamu siap-siap sana! Maaf ya jadi telat mandinya!" ujar Ibuk Syifa sambil tertawa pelan.
"Nggak apa-apa Ibuk, kalau begitu saya permisi ke pondok dulu!"
Setelah mendapat persetujuan, aku langsung meluncur keluar. Kalau tadi di dalam rumah Ibuk aku masih cukup santai karena Ibu Syifa juga belum siap-siap bahkan mandi aja belum. Ibuk lebih memilih sibuk mempersiapkan barang bawaan yang akan diberikan pada sohibul hajat. Ibuk selalu seperti ini jika ada acara, pokoknya nggak bisa kalau nggak bawain bingkisan. Kalau kata Ning Alea, ribetnya ibuk melebihi ribetnya yang punya acara.
Sejenak melupakan kehebohan ibuk, aku malah gantian jadi heboh sendiri karena melihat hampir semua teman-teman sudah siap, rapi, cantik, wangi..dan menor- satu dua orang aja sih-. Dan aku baru kelar bantuin ibuk nyiapin bingkisan.
"Ya Allah kok kalian sudah cantik semua sih!!" keluhku sambil siap-siap mengalungkan handuk dan menyabet keranjang plastik kecilku berisi peralatan mandi.
"Cepetan sana mandi Mbak, itu bus nya sudah datang lho!" ujar gadis kelas 3 MA yang bernama lengkap Davia Puspitasari itu sambil memoles matanya dengan celak.
Benar juga, bus yang disiapkan untuk mengangkut sebagian warga pondok yang hadir sudah terdengar suara mesinnya dan aku belum mandi. Dengan langkah seribu dan kekuatan super aku langsung meluncur ke kamar mandi.
Dan bagai cobaan hidup yang silih berganti, sampai kamar mandi aku masih harus ngelus dada. Di sini ada 7 kamar mandi dan masing-masing di depan pintu sudah berjajar rapi keranjang-keranjang sabun serupa milikku tanda antrian panjang.
Kalau begini bisa-bisa aku kondangan tanpa mandi dulu..
"Mbak Kinan buru-buru mau kondangan ya? Pakai antriku dulu aja Mbak habis ini!"
Alhamdulillah.. Pertolongan Tuhan selalu datang tepat waktu. Aku langsung berterima kasih pada Nisa yang merelakan antriannya.
Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan aku langsung masuk kamar mandi dan menggunakan salah satu prestasiku yang terbilang cukup cemerlang--mandi cepat--
Dan hanya butuh waktu kurang dari lima menit aku sudah keluar kamar mandi lagi dengan wajah sedikit lebih segar, menimbulkan tatapan heran dari adik-adik yang sedang antri.
Ah nanti lama kelamaan kalian juga menguasai ilmu mandi cepat wahai adik-adik!Begitu sampai kamar, Aku langsung mengganti bajuku dengan baju kebesaran pesantren-baju putih- yang sudah aku setrika serapi mungkin.
Deodoran tambah sedikit parfum, poles tipis-tipis wajah dengan bedak bayi, oleskan liptint dikit lalu terakhir pakai celak. Udah beres, tinggal pakai jilbab putih juga.
"kamu pakai jilbab putih kenapa masih kelihatan uuwayu ngono sih? Perasaan aku burik banget deh!" keluh Rifah yang sibuk ikut ngaca di sampingku.
"Alhamdu?"
"Lillaaaah..!" lanjutnya sambil cengengesan.
"Bersyukur walaupun burik masih punya muka, Mak! Ada lho orang yang nggak punya muka sampai kadang sibuk banget mencari muka!"
Rifah malah tertawa keras sambil memukul lenganku. "Namanya Kinanti Alfathunnisa, anak tunggal, hobi paling digemari ada dua. Ngehaluin om-om sama ngomong sarkas!" ujarnya dengan gaya presenter gosip dan diakhiri tawa yang semakin keras membuat yang lain kompak ikut tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
7. Pesan Rindu dari Ma'had
De TodoApa yang pertama kali terpikir ketika mendengar kata pesantren? Ngaji terus? Nggak bebas? Nggak gaul? Ketinggalan jaman? Jelas!! Salah besar. Dalam cerita ini kamu akan menemukan banyak cerita rahasia di dalam pesantren, juga banyak cerita tentang k...