🍁11 ~ Book Planner ~

4.1K 631 108
                                    


Author P.O.V

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

"Hati-hati ya, jangan lupa selalu jaga diri dan berdoa." ucap sang ibu ketika Kinan-anak semata wayangnya pamit. Walaupun liburan pondok belum usai, Kinan sudah harus balik ke pondok, sejujurnya dalam hati Kinan masih ingin membantu orangtuanya namun dia sadar ada tanggungjawab besar yang harus segera dia selesaikan agar tidak semakin lama membebani orangtuanya.

"Ibu juga ya, sehat-sehat." balas Kinan sambil memeluk ibunya, entah keberapa kali.

Setelah acara pamitan yang cukup drama tadi, Kinan juga menyempatkan pamit ke keluarga Dini yang tinggal sebelahan dengan rumahnya. Dan tanpa membuang waktu lama Kinan segera membonceng ayahnya yang sudah siap mengantar.

Selama perjalanan Kinan pegangan erat Ke ayahnya, sambil memutar kenangan-kenangan indah di masa kecil. Dulu sewaktu kecil dia sering ikut ayahnya setor-setor sayuran ke pelanggan, lalu pulangnya pasti dibelikan roti tawar dan selai nanas. Bagi keluarga Kinan yang hidup pas-pasan makanan itu terasa mewah sekali.

"Mau jajan bakso dulu nggak?" tanya Pak Ali pada anak kesayangannya ketika sampai di daerah pondok, mungkin tinggal 1km lagi.

"Memang ayah nggak keburu pulang?" tanya Kinan balik.

"Enggak, kan hari ini khusus nganter kamu. Mau? Hitung-hitung buat stok obat kangen, kan ketemunya paling masih lama lagi."

"Boleh!" jawab Kinan dengan semangat.

Sang ayah langsung menepikan motor kesayangan ke sebuah warung bakso yang kebetulan sedang tidak begitu ramai. Tanpa membuang waktu Kinan langsung memesan dua bakso, yang satu tanpa mi untuk dirinya lalu ditambah pesan dua gelas es jeruk.

"Ngomong-ngomong memangnya ayah suka kangen sama Kinan?" tanya Kinan membuka obrolan selama menunggu pesanan jadi

Ayahnya malah tersenyum sambil menggeleng pelan. "Tanya yang lain yang lebih penting!"

"Kalau ada yang melamar Kinan dalam waktu dekat ini, ayah terima?" 

Kali ini Kinan memberanikan diri membahas masalah lamaran Gus Zein. Walaupun cukup membuat kesal tapi omongan Dini kemarin memang benar, Kinan tidak bisa mengambil keputusan sebesar itu tanpa melibatkan orangtuanya.

"Pertanyaannya dibalik. Memang kamu sudah siap menikah dalam waktu dekat ini?"

"Nggak tahu Yah," jawab Kinan sambil mengaduk es jeruk yang baru saja datang.

"Kamu saja bingung, gimana dengan ayah?" ujar Pak Ali disertai tawa pelan membuat Kinan juga ikut tertawa walaupun terasa garing.

Ayahnya benar, dirinya sendiri saja yakin nggak yakin begini, bagaimana dengan ayahnya? Pasti juga bingung.  Yang Kinan bingungkan sebenarnya adalah kepastian Gus Zein, Kinan sendiri belum percaya seratus persen kalau seorang  Gus Zein memilihnya sebagai istri. Tapi kalau melihat kesungguhan ucapannya sepertinya dia tidak main-main.

"Selesaikan dulu satu-satu. Yang terpenting sekarang yang ada di depan mata itu adalah ngaji kamu, kalau takdir jodohnya cepat ya Alhamdulillah. Bagi ayah yang terpenting dia lelaki yang baik bisa menggantikan tugas ayah, bahkan kalau bisa jauh lebih baik dari ayah yang sampai sekarang belum bisa membahagiakan kamu."

Sejenak Kinan menyesali pertanyaanya tadi karena berujung membuat sedih ayahnya. Kinan menggenggam tangan ayahnya. "Ukuran bahagia Kinan tidak harus seperti orang-orang Yah! Ya nggak memungkiri juga pasti bahagia kalau Kinan bisa kuliah, bisa dengan mudah mendapatkan yang Kinan mau, tapi Ayah harus percaya sama Kinan, dengan kondisi sekarang ini Kinan sudah amat sangat bahagia dan bersyukur, Kinan punya Ayah dan ibu yang hebat."

7. Pesan Rindu dari Ma'hadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang