🍁7~ Rumus Mencari Jodoh ~

4.4K 659 75
                                    

"Mak, aku pengen cerita sama kamu tapi ini rahasia!"

"Sudah kuduga! Tumben-tumbenan kamu ngajak aku belanja ke pasar, biasanya ogah kalau sama aku katanya aku ribet, mau ke pasar aja dandannya lama---"

Aku membungkam mulut gadis manis ini, kalau soal pidato memang paling jago.

"Mau cerita apa?"

Pertanyaan Rifah tidak langsung aku jawab, masih konsentrasi memilih wortel yang segar. Baru setelah mendapatkan semua bahan sesuai catatan dari ibuk, aku cerita pada Rifah mengenai surat dari Gus Zein, ngomong-ngomong dia orang pertama yang aku pilih untuk tahu. Aku sudah siap lahir batin untuk menerima reaksinya.

Tapi diluar dugaan dia malah memegang keningku. "Nggak terlalu panas sih, tapi tetap harus ke dokter karena tingkat kehaluan kamu sudah sangat parah, stadium akhir!"

"Kamu nggak percaya, Mak?"

"Kinanku sayang, aku tahu kamu begitu mengidolakan om-om itu, maaf ya kalau aku kadang ikut dukung kehaluan kamu. Tapi aku prihatin sama keadaan kamu sekarang. Mana masih muda..!"

"Nih, aku tahu tanpa bukti memang semuanya hanya halu." ucapku. Aku akhirnya memberikan surat itu agar Rifah percaya.

Aku sibuk menata belanjaan di motor sedangkan Rifah diam saja, dia masih fokus membaca. Beberapa saat kemudian dia memelukku sambil teriak saking senengnya.

"berasa aku yang dapat surat!" tuturnya disertai dengan tawa keras, kali ini bukan ibu atau bapak yang memperingatkan suaranya tapi tatapan tukang parkir yang membuat Rifah langsung membungkam mulut nyablaknya.

Rifah langsung mengambil alih motor, sungguh efek surat itu luar biasa. Padahal biasanya dia paling malas kalau disuruh bawa motor, maunya bonceng.

"Terus kamu gimana? Udah diterima? Kapan sih itu dikasih suratnya? Wah ternyata ya bukan cuma halu, om-om itu nyata!"

"Yang mana dulu nih yang mau dijawab?"

"Udah dibalas?"

"Belum."

"Memang kapan dikasih surat itu?"

"lupa tepatnya kapan, dua bulanan yang lalu kayaknya. Pas aku pergi sama Ning Alea!"

"Innalillahi.. Dua bulan yang lalu dan kamu nggak jawab? Untung nggak mati ya si om-om  kamu gantung selama dua bulan."

"Lah beliau sendiri yang bilang, aku punya waktu sebanyak yang aku mau!"

"Iya sih, tapi apa nggak keburu tambah tua itu? Kepo nih, kamu mau apa nggak?"

"Nggak Mak," aku menyela ucapanku karena Rifah tiba-tiba mengerem motornya, membuat aku yang tidak siap jadi mendarat dengan sempurna ke tanah, sempurna sakitnya maksudku. Untung saja sudah masuk jalan kampung yang sepi. "Mak, kira-kira dong kalau mau nge-rem!"

"Hehe, maaf Jeng!" sesalnya sambil membantuku bangun.

Rifah mengajakku duduk dulu di sebuah kursi bambu panjang yang biasa buat istirahat petani.

"Duduk dulu deh, pasti kamu nggak nyaman kalau cerita di Pondok takut ada yang dengar, apalagi Din-Din itu!"

Aku malah terharu dengan tingkat pengertian calon guru agama ini.

"apa yang membuat kamu ragu?"

"Udah bisa dilihat seharusnya mak, apa yang membuat aku ragu. Bukan ragu tepatnya, tapi tahu diri. Mau dibandingkan dari segi apapun sudah pasti jauh perbedaannya!"

"Iya aku tahu, tapi memang kayak gitu masih jamannya ya? Gus Zein sendiri yang memilih kamu, sekelas om-om seperti beliau pasti sudah yakin sebelum menjatuhkan pilihan. Lagian kamu juga tahu kan bagaimana keluarganya bapak? Haqul yakin sih, mereka orang-orang yang nggak mempermaslah kan status sosial. Mereka sudah tidak terlalu memikirkan urusan dunia."

7. Pesan Rindu dari Ma'hadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang