..
.
.
"Apa yang bisa Kinan bantu nih Bu?"
"Udah hampir selesai kok!"
Aku ikut membantu ibu mengemasi nasi kuning ke plastik mika.
Selama ini ibu, menjual makanan di pasar untuk membantu keuangan keluarga. Ada nasi kuning, bubur sumsum dan gorengan. Ibu biasanya menyiapkan bahan-bahannya sejak malam sebelum tidur, baru nanti jam 1 malam bangun lagi untuk masak baru paginya setelah sholat shubuh ibu berangkat ke pasar.
Aku mengusap ujung mataku, kalau ngomongin ibu dan ayah rasanya nggk bisa kalau nggak nangis. Semoga aku segera bisa membantu mereka, agar mereka bisa istirahat dan gantian aku yang akan kerja.
"Kamu tidur lagi sana, nanti shubuh ibu bangunin lagi. Katanya mau ikut ke pasar!"
"Nggak apa-apa Bu, Kinan tadi udah cukup tidurnya. Kebetulan lagi nggak sholat juga.!"
Dengan senang hati ibu menerima bantuanku, Alhamdulillah selesai lebih cepat dari biasanya jadi ibu bisa istirahat sebentar sambil menunggu sholat shubuh.
Sementara ayah dan ibu sholat, aku menikmati mandi di rumah. Sampai aku ulang 3x sabunan saking menikmatinya bisa mandi lama. Hahah nggak jelas ya! Udah aku bilang bahagia itu sederhana, kita aja yang kadang ketinggian standarnya!
Pagi ini dan beberapa pagi kedepan selama aku di rumah, ayah bisa pensiun ngantar ibu ke pasar karena dengan senang hati aku akan mengganti tugas ayah.
Begitu sampai di kios yang sudah ibu sewa, aku langsung membantu menata dagangan ibu seperti biasa. Aku langsung menarik pelan tangan ibu agar beliau duduk saja dan aku yang akan melayani pembeli.
"awas salah harga ya!" ancam ibu sambil tertawa.
"Siap, juragan!"
Aku membiarkan ibu beristirahat lalu mulai melayani pelanggan-pelanggan ibu yang sudah berdatangan. Alhamdulillah, kios kecil yang ada dipojok ini sudah lumayan terkenal dan banyak pelanggannya, sehingga pukul 9an ini dagangan ibu sudah habis.
"Assalamualaikum.."
"waalikumussalam, maaf sudah habis--"
Aku langsung terpaku begitu melihat siapa yang berdiri di depan kios.
"Masyaallah, Gus Zein nggih?" tanya ibu dengan ekspresi terkejutnya.
"inggih Ibu, maaf saya kesini!"
"Ya Allah, monggo Gus! Maaf tempatnya seperti ini!"
"Nggak apa-apa ibu, saestu!"
Ibu langsung mempersiapkan tempat duduk seadanya yang ada di dalam kios sempit ini. Sementara ibu ngobrol dengan Gus Zein dan Kang Ridwan yang tadi menemani, aku membereskan sisa jualan.
Dan tidak jelas bagaimana ceritanya tadi yang jelas sekarang Gus Zein dan Kang Ridwan membawa mobilnya mengikuti motor yang aku bawa sendiri karena ibu ikut mobil atas paksaan Gus Zein.
Tapi kalau boleh jujur, aku agak berat membawa Gus Zein ke rumah. Berat menghadapi Diniyah yang pasti akan kepo.
Dan benar saja, ketika sampai rumah Pak ilo -begitu aku memanggil ayahnya Dini- langsung menyambut ramah, namun Gus Zein menolak ketika Pak ilo mengajak ke ruang tamunya.
Aku mengabaikan tatapan Dini yang sudah tidak enak. Aku segera menyusul ayah yang ada di ladang.
Ayah buru-buru pulang ketika aku sampaikan bahwa Gus Zein berkunjung.
KAMU SEDANG MEMBACA
7. Pesan Rindu dari Ma'had
De TodoApa yang pertama kali terpikir ketika mendengar kata pesantren? Ngaji terus? Nggak bebas? Nggak gaul? Ketinggalan jaman? Jelas!! Salah besar. Dalam cerita ini kamu akan menemukan banyak cerita rahasia di dalam pesantren, juga banyak cerita tentang k...