#24 . Di Tempat yang Sama

91 10 0
                                    

Dulu tempat ini pernah ia sumpah serapahi. Tempat ia menyembunyikan tawa di dalam getir yang tidak akan pernah punya ruang di halaman untuk hadir. Tempat bersuhu rendah yang bisa membekukan cairan kenang. Tempat ia mekar tetapi tidak mewangi. Mestinya ia layu sejak masih pucuk, namun ia tak menyangka kekuatannya mampu menumbuhkan bunga-bunga. Kelopak-kelopak dengan warna amat biasa saja, tidak cerah, dan cukup banyak kerutan di permukaan.

Dari tempat ini, ia menjulurkan kepelikan di dalam tabung yang lapisan luarnya sudah berkarat. Dan di kedalamannya ia meraba-raba bongkahan binar, mencukilnya satu per satu. Dipikirnya akan menjadi kumpulan potongan untuk sebuah gambar besar.

Di sana ia terjebak. Dipaksa untuk tetap ada. Sudah ribuan hari ia mencari siapa yang menahan tungkai kakinya dan sampai saat ini tak seorang pun mau memberikan pencerahan.

Sampai saat ini, tak seorang pun. Barangkali esok ada.

Seorang anak kecil bermata lebam mengetuk pintu. Ia membukakan pintu dan merasa ada kehangatan menjalar menembus dada meski lantai dan dinding teramat dingin. Anak kecil itu melarikan diri, ke tempat di mana selama ini ia terpaksa bersembunyi. Anak ini membuatnya kembali mengingat seseorang, sosok anak-anak yang masih terjaga di dalam tubuhnya. Mereka serupa.

"Rawat aku untuk sementara waktu," pintanya di depan pintu.

Setahun anak itu di sana, wajahnya memancarkan kenyamanan. Kedip matanya menghantarkan cahaya, ia menjadi si kecil yang tak lagi sama seperti setahun lalu ia di depan cermin.

"Bagaimana bisa? Di sini aku memelihara memar dan di sini pula aku menyembuhkan seseorang".

***

AlegoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang