Chapter 30: Closure

16K 1.2K 31
                                    

Bab 30
Closure

"Kamu tega ya?"

Pemilik suara itu terisak, dan detik berikutnya dia menghambur memelukku.

"Mbak Maya?"

"Apa? Ngga seneng liat aku datang?"

"Seneng, Mbak...." Aku balas memeluknya.

Ya, benar. Aku bukan tidak senang melihatnya lagi. Aku hanya tidak menyangka dia bisa datang menemuiku.

Andai saja mbak Maya tahu siapa aku bagi keluarganya, dia tak akan mungkin sesenang ini menemuiku kembali.
Dengan pemikiran itu, perlahan kulepas pelukannya. Tanpa berusaha terlihat kasar tentu saja.

"Kenapa Mbak kesini? Sama siapa?"

Mbak Maya menghela berat. Aku harap dia tidak datang bersama mas Ray. Aku masih tak ingin bertemu dengannya. Aku tak siap hati.

"Kamu hilang hampir setahun, tentu saja aku senang dan langsung datang begitu dengar kamu ada di Solo."

"Eyang Uti?"

"Iya, Eyang yang bilang. Dan jangan tanya aku kenapa aku ke sini. Aku kangen. Kangen sama adik perempuanku satu-satunya. Kangen sama ponakanku. Apalagi ponakan yang belum pernah kutemui."

Mbak Maya memelukku sekali lagi, membuat jantungku mencelos. Aku tak ingin merusak kebahagiaan itu, tapi aku bukan adik mbak Maya. Kalau dia tahu, mungkin dia akan membenciku. Apa kukatakan saja sekarang? Sebelum aku berharap lebih akan hubungan baik ini?

"Kenapa kamu pergi sih, Nay? Kamu ngga tahu, mas Ray kelabakan nyariin kamu?"

Aku hanya tersenyum enggan menjelaskan. Pikiranku berkecamuk, apakah aku harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak.

"Robby yang terakhir lihat kamu di depan rumah. Tapi kamu ngga pernah masuk, kan?"

Aku menggeleng membenarkan pertanyaannya.

"Cerita, Nay... Ada apa? Ada masalah apa sampai kamu pergi dari rumah?"

"Mbak ke sini sendirian?"

"Sama mas Dewa. Dia nungguin di parkiran pemakaman."

Mas Dewa sepertinya memberi ruang untuk kami bertemu, dan mungkin juga memberi kesempatan mbak Maya untuk berusaha mengorek diriku. Mungkin dia berpikir, jika aku hanya berdua dengan mbak Maya, aku akan lebih leluasa bercerita.

Tapi tentu saja tidak semudah itu.

"Ini makam siapa?"

Aku menoleh, memastikan raut mbak Maya. Apa dia boleh mengetahui rahasia ini? Tapi, dia juga berhak tahu, agar tidak terlanjur memberikan rasa sayangnya terhadap diriku yang tak pantas mendapatkannya.

"Makam ibuku," cetusku setelah terdiam beberapa saat. "Ini makam ibuku, Mbak. Ibu yang melahirkanku."

Aku bisa melihat jelas rautnya yang terbelalak, mungkin tak percaya. Beberapa kali pandangannya beralih dariku dan ke arah pusara di depan kami.

Sebelum dia menghela berat.

Dan sebelum akhirnya dia memelukku, bahkan lebih erat dari pelukan pertamanya.

"Mbak? Mbak Maya ngga denger? Itu makam ibuku, Mbak. Orang yang udah melahirkan aku. Itu artinya aku ini bukan—"

"Kamu itu tetep adikku!"

Aku terpaku. Apa dia tidak mendengar dengan baik?

"Papa itu selingkuh, Mbak." Aku menghela sebelum melanjutkan. "Mbak Maya apa ngga benci aku? Aku ini anak dari selingkuhan Papa. Istri kedua Papa, yang dinikahinya di belakang Mama. Mbak Maya ngga tahu apa? Aku ini cuma anak hasil selingkuhan, yang selalu dibenci mama dari aku lahir. Jangan peluk aku seperti ini, Mbak.... Aku ini ngga berhak."

Nayyara, Lost in MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang