Chapter 38: PENANTIAN RAYYAN POV

18.3K 1.1K 10
                                    


BAB 38

PENANTIAN RAYYAN POV

Brengsek!

“Halah, Mbak, gitu aja jual mahal. Kenalan sedikit kan Ndak ada salahnya. Ya tho? Jenenge sopo se, Mbak?”

Berani sekali bajingan itu menganggu mereka. Untung saja aku tadi memutuskan naik bis saja, aku jadi bisa tahu kejadian ini walau dari kejauhan.
Bajingaan itu harus diberi pelajaran!

“Jangkrik! Lon—”

Ubun-ubunku terasa panas mendengar makian itu. Susah payah aku merangsek maju di tengah orang-orang yang berdiri di lorong antara dua barisan bangku bis.
Belum juga aku sampai, terdengar suara tamparan cukup keras sampai di telingaku. Sialan!

Apa Naya kena gampar?

Terkesiap aku menyadari siapa yang melotot dengan penuh marah di ujung bangku depan. Si brengsek itu memegang pipinya. Rupanya Naya bisa membela diri.

Jantungku sudah kebat-kebit walau tersisa kelegaan juga di sana. Syukurlah.

Giliranku. Menunggu waktu yang tepat, mencengkeram kerah baju bajingan itu begitu Naya dan anak-anak sudah turun dengan selamat.

"Ora usah kakean cangkem!" desisku membungkam gerak tubuhnya yang hendak protes.

Geliat pandangku sudah cukup membuatnya ciut tak berkutik ketika aku memaksanya mengikutiku.

Turun dari bis, kugeret dia ke tempat yang lebih sepi. Jauh dari kerumunan, jauh dari penonton.

Kurasa, dia harus berterima kasih padaku, tidak kupermalukan di depan orang banyak. Mengancam orang seperti ini tidak cukup hanya dengan makian dan kata-kata. Dia harus dikasih tahu, tinjuku juga masih berguna untuk melindungi istri dan anak-anakku.

***

"Monggo, Mas, kopinya."

Segelas kopi yang masih mengepulkan asapnya tersaji di hadapanku. Aku belum melihat Nayyara keluar dari kantor penerbitan yang ada di samping warung kopi ini. Warung kecil yang bisa jadi dimanfaatkan orang-orang kantor sebelah saat istirahat.

Kalau beberapa hari yang lalu, aku memilih untuk masuk tempat penitipan anak yang ada di dalam sana. Yah, aku menemui anak sulungku dan bermain dengannya. Aku bersyukur dia tidak melupakanku walau kami sudah berbulan-bulan tak bersama.

Kupeluk dia, kucium, dan kupuaskan bermain sampai dia lelah. Lagipula, ibunya juga memberikan waktu yang cukup, dengan meetingnya yang butuh waktu lama. Aku bisa memuaskan rasa rinduku pada anakku, walau belum bertemu ibunya sama sekali.

Tapi sayangnya hari ini, Eyang Uti malah memonopoli. Anak-anak di bawah ke rumah tanpa sepengatahuanku. Mungkin, Eyang berpikir akan membuatku bisa bertemu dengan Nayyara di sana. Membuat plot agar Naya berkunjung ke tempat Eyang, dan aku juga pas ada di sana.

"Tunggu di rumah saja. Nanti kan kalian bisa bertemu di sini, Yan? Untuk apa kamu repot diam-diam mengikutinya?" tanya Eyang Uti di ujung telepon. Eyang memintaku pulang agar aku juga bisa bertemu anak-anak. Bertemu putri kecilku untuk pertama kali.
Aku juga ingin! Tapi...

"Eyang percaya saja sama Rayyan. Ada yang harus Ray lakukan dengan melakukan ini."

"Orangtuamu bagaimana?"

"Kan sudah Ray jelaskan. Papa dan Mama juga yang memintaku menjemputnya. Naya akan baik-baik saja dengan mereka. Tapi... Mama Naya..."

"Setidaknya, ada orangtuamu."

Nayyara, Lost in MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang