Ada 18++ yang dibawah umur harap minggat!!
"Nanti malam enaknya ngapain ya?" tanya Mas Gibran saat kami tengah sarapan.
Sendok yang berisi nasi menggantung tak jadi ku makan. Aku mengerjapkan mata, fikiranku melayang kemana-mana, bagaimana kalau nanti Mas Gibran malah meminta haknya? Ya Allah aku belum siap.
"Menurutmu enaknya kita ngapain, Na?" Mas Gibran kini menatapku bingung karena sendok berisi nasi tersebut masih menggantung di hadapanku.
Aku menjauhkan wajahku saat Mas Gibran tiba-tiba memegang tanganku dan memasukkan nasi tersebut ke dalam mulutnya.
"Mas Gibran!" peringatku.
"Emang bener ya, kalau di suapin sama pasangan itu enaknya nambah puoll, meskipun dengan cara sedikit paksaan tapi tetap aja enak banget rasanya. Pengen deh ngerasain di suapin tapi yang nyuapinnya harus ikhlas nyuapin." Mas Gibran bermonolog sendiri.
"Mas Gibran nyindir?" tanyaku.
"Nggak nyindir sih, tapi kalau kamu merasa mah aku alhamdulillah aja."
Aku kembali menyendok nasi beserta lauk, dengan sedikit agak ragu aku menyodorkannya pada Mas Gibran. Mas Gibran bukannya membuka mulut ia malah menatapku dalam, tolongin aku yang salah tingkah, kemudian senyuman manis terbit dari bibir Mas Gibran. Ya Allah, oleng aku sama senyumanmu Mas.
Akhirnya Mas Gibran membuka mulut dan menerima suapan dariku.
"Aku tadi cuma bercanda, mau godain kamu aja tapi nggak nyangka respon kamu jauh dari ekspektasi aku. Jujur aku senang banget." Mas Gibran menggenggam tangan sebelah kiriku.
"Suapin lagi," katanya.
Aku menghela nafas. Untung suami, untung cinta, nggak apa-apa deh itung-itung investasi pahala buat akhirat nanti. Suapan demi suapan sampai akhirnya nasiny telah habis.
"Oh ya, balik ke topik awal. Nanti malam enaknya ngapain ya?"
"Ng-ngapain apanya? Jangan macem-macem deh!" aku berdesis.
"Macem-macem gimana, orang aku nanyain nanti malam enaknya ngapain. Mumpung malam mingguan, Na. Kamu mikirnya macem-macem ya?" Mas Gibran menatapku dengan senyumannya yang terlihat misterius.
"Ya udah karena kamu udah mikir yang enggak-enggak, kenapa nggak sekalian aja kita 'itu' ?" Mas Gibran menaik turunkan alisnya.
"Apasih!" aku menatap arah lain.
"Fikiran Mas Gibran tuh perlu dibersihin, cuci fikiran gih." aku melanjutkan.
"Emangnya maksud aku apa?" tanya Mas Gibran.
"I-itu."
"Itu apanya?" tanya Mas Gibran. Ekspresinya yang sekarang terlihat sangat menyebalkan.
"I-itu, intinya itu." memalukan, aku sangat malu. Mas Gibran menepuk kepalaku.
"Kayaknya yang perlu cuci fikiran itu kamu deh Na bukan aku. Nanti aku temenin cuci fikiran mau?"
"Sembarangan!" aku menepis tangan Mas Gibran. Laki-laki ganteng itu tak kuasa menahan tawanya.
"Maksudku macem-macem itu ke suatu hal yang positif. Kamu mikirnya apa coba?" kini Mas Gibran malah tersenyum geli.
Aku salah tingkah. Astagfirullah aku suudzon mulu perasaan. Ya Allah maafkan aku telah berprasangka buruk terus.
"Apaan sih Mas!" aku menoyor wajah Mas Gibran agar menjauhiku.
"Lucu deh kalau salah tingkah kayak gini." Mas Gibran mencubit hidungku lama.
![](https://img.wattpad.com/cover/236450487-288-k530334.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepupuku Suamiku
RomanceFollow sebelum membaca ✔️ Mungkin jika seorang perempuan mencintai laki-laki itu terdengar seperti hal yang wajar. Namun bagaimana jika laki-laki yang kau cintai itu adalah sepupumu sendiri? orang terdekatmu. Itulah yang di rasakan oleh Naya. Memend...