Naya pov:)
Dipagi hari jum'at, selesai shalat subuh sambil menunggu Mas Gibran pulang dari masjid aku membaca Al-qur'an sebagai pembuka hari ini. Mau tau bagaimana perasaanku sekarang? Bahagia sekali, ada kelegaan karena mendengar pengakuan Mas Gibran tentang perasaannya padaku.
"Assalamualaikum."
Aku menutup al-qur'an sambil menjawab salam Mas Gibran.
Kami kemudian kultum sampai pagi. Selesai kultum Mas Gibran malah membantuku masak.
"Pagi ini kita pergi lari gimana?" Suamiku itu menghentikan aktivitasnya sambil menunggu jawaban apa yang akan aku berikan.
"Boleh. Mau sarapan dulu atau nggak?"
"Nanti aja setelah pulang."
"Oke." aku mengiyakan.
Selesai acara memasak kami langsung pergi untuk lari bersama. Aku harap Ais belum pulang supaya tidak menganggu waktuku bersama Mas Gibran.
Setelah berlari sekitar 15 menitan kegiatan lari kami terhenti karena seseorang memanggil Mas Gibran.
"Eh, bro." Mas Gibran dan laki-laki tersebut bersalaman ala lelaki. Di samping lelaki itu juga ada perempuan yang tengah hamil besar sambil sebelah tangannya menggenggam tangan anak kecil laki-laki.
"Gimana kabarnya?" tanya Mas Gibran.
"Alhamdulillah baik, kamu sendiri gimana? Makin hari makin kaya aja."
"Aamiin, padahal kamu lebih kaya dari aku." ku lihat laki-laki yang bersama suamiku itu tertawa mendengar perkataan Mas Gibran.
"Aamiin deh ya."
"Oh ya, kenalkan ini istriku namanya Naya. Naya kenalkan Imam temanku waktu kuliah dulu." aku hanya tersenyum.
"Waaah sekarang udah nikah aja, kok nggak ada undangan?"
"Cuma keluarga terdekat aja, acaranya juga nggak terlalu mewah yang penting sahnya."
"Oh ya, kenalin juga ini istriku namanya Tika dan ini Faiz anak pertama kami, sekarang lagi ngandung anak kedua." istrinya yang bernama Tika itu juga tersenyum pada kami.
"Waah udah mau dua aja nih," goda Mas Gibran.
"Iya nih, alhamdulillah berarti emang udah dikasih kepercayaan sama Allah. Kalian gimana? Udah isi belum?" tanya Imam balik.
Aku menatap was-was pada Mas Gibran, sementara orang yang sedang kutatap malah menggenggam tanganku lebih erat.
"Doain aja secepatnya, semoga segera diberikan kepercayaan juga kayak kalian."
"Aamiin," balas mereka.
"Usaha juga ya Gib, imbangi juga dengan doa, kalau cuma doa doang tapi nggak usaha ya percuma. Punya anak itu enak tau, kalau lagi kerja terus capek ingat istri anak di rumah jadi semangat, kalau lagi pusing sama kerjaan pas pulang liat wajah anak bisa jadi moodboster banget, beuh pokoknya punya anak itu rezeki banget deh."
"Doain aja ya. Mungkin untuk sekarang masih belum, liat wajah istri sambut pulang kerja udah lebih dari cukup, tapi kalau nanti dikasih rezeki momongan dari Allah aku juga pastinya bersyukur banget." Mas Gibran
Perkataan Imam barusan benar-benar menusukku. Selama ini aku tak pernah memikirkan perasaan Mas Gibran yang belum mendapat kepuasan batin dan sekarang Mas Gibran menjawab perkataan Imam seolah-olah aku adalah istri paling sempurna di dunia ini.
"Alhamdulillah kalau gitu. Sekalian kami mau pamit duluan ya." sebelum Imam benar-benar pergi kami sempat bersalam-salaman terlebih dahulu.
"Kayaknya enak ya punya anak apalagi kalau cowok, ada yang bisa diajak buat main, pergi shalat jum'at barengan, kalau pulang kerja langsung disambut minta main bareng, terus kamu marah-marah karena anak kita ngajak main padahal aku lagi capek. Ugh, jadi nggak sabar pengen punya anak." tiba-tiba Mas Gibran berkata seperti itu saat kami sedang berjalan untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepupuku Suamiku
RomansaFollow sebelum membaca ✔️ Mungkin jika seorang perempuan mencintai laki-laki itu terdengar seperti hal yang wajar. Namun bagaimana jika laki-laki yang kau cintai itu adalah sepupumu sendiri? orang terdekatmu. Itulah yang di rasakan oleh Naya. Memend...