"Aku berangkat dulu ya, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," balas Naya.
Tangannya melambai-lambai saat melihat mobil Gibran perlahan berjalan menjauhi rumah.
Saat Gibran sudah tak terlihat lagi, Naya berlari menuju kamar mandi, sedari tadi perutnya terasa sakit bukan karena ingin pup tapi memang sakit. Dugaannya benar saat ia masuk ke dalam kamar mandi ternyata ada noda merah yang ia lihat, pantas saja moodnya suka berubah-rubah ternyata memang sudah waktunya untuk dapat.
Hari ini seharusnya ia pergi jalan-jalan bersama Gibran, tapi ibu menelfon agar Gibran bisa dimintai tolong untuk mengantarkan ibu ke rumah temannya karena bapak dan juga Azriel tidak bisa mengantar akhirnya Gibran yang dimintai tolong, jadi mereka sepakat untuk menunda jalan-jalan mereka.
Pekerjaan rumah masih banyak, terpaksa Naya menunda acara tidurannya padahal perutnya sudah sangat sakit, kalau diingat-ingat ia tak pernah merasa perutnya sesakit ini waktu sedang dapat, biasanya adem ayem saja kalau pun sakit biasanya juga hanya berasa sedikit tapi kenapa kali ini terasa lebih sakit.
Belum rampung semuanya selesai, Naya memilih untuk membiarkan saja karena sudah tak tahan dengan sakit, ia memilih untuk merebahkan dirinya. Meringkuk seperti bayi yang berada dalam kandungan.
"Ini kenapa sakit banget sih," kata Naya berbicara pada dirinya sendiri.
Naya memeluk gulingnya, tangan sebelahnya meremas perutnya berharap sakitnya cepat berlalu, mau tidur pun tak bisa karena rasa sakitnya, mau telfon Gibran takutnya suaminya masih bersama ibu di rumah temannya, ia takut menganggu waktu suaminya.
Naya terisak sendiri saking sakitnya, sprei sudah acak-acakan tak berbentuk karena ulahnya, sekitar satu jaman lebih Naya hanya guling sana guling sini, hingga akhirnya ia kembali mencoba untuk tidur kali ini berhasil tapi belum sampai lima menit ia kembali terbangun karena sakitnya semakin menjadi-jadi. Naya menyerah, ia mengambil hapenya, mencari nomer suaminya dan menelfonnya, tidak butuh waktu lama terdengar suara Gibran yang menyahut.
"Assalamualaikum, Na."
"W-waalaikumsalam Mas," jawab Naya terbata-bata, ia menggigit bibir bawahnya menahan agar tak mengeluarkan suara ringisan.
"Gimana sayang? Kangen ya?" mendadak suara Gibran disebrang sana terdengar menyebalkan di telinga Naya.
"Mas Gibran dimana?" tanya Naya mencoba agar tak berdebat dengan sang suami sekarang. Ia sedang tidak mood.
"Di rumah ibu sih, kenapa memangnya?"
"Kalau udah selesai bisa pulang nggak?" tak dapat ditahan lagi Naya terisak membuat Gibran disebrang sana panik dibuatnya.
"Sayang, kenapa?" tanya Gibran khawatir.
Naya tak menjawab isakannya malah semakin keras.
"Aku pulang sekarang. Tungguin!"
Tut tut tut
Telfon dimatikan secara sepihak oleh Gibran. Naya memeluk lututnya sambil masih terisak, kedua tangannya kini beralih meremas perutnya.
Sekitar dua puluh menitan kemudian, suara mobil terdengar berhenti di garansi rumah. Tak lama kemudian pintu kamar terbuka, Gibran terkejut bukan karena kondisi ranjang yang berantakan tapi karena keadaan istrinya yang terlihat menyedihkan, segera Gibran berjalan mendekati istrinya.
"Sayang, kenapa?" Gibran mengelus rambut Naya pelan.
Naya mengubah posisinya yang semula berbaring kini menjadi duduk, melihat suaminya datang Naya langsung berhamburan memeluk Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepupuku Suamiku
RomansaFollow sebelum membaca ✔️ Mungkin jika seorang perempuan mencintai laki-laki itu terdengar seperti hal yang wajar. Namun bagaimana jika laki-laki yang kau cintai itu adalah sepupumu sendiri? orang terdekatmu. Itulah yang di rasakan oleh Naya. Memend...