1880 kata!! Masa kalian nggak voment sih? Keterlaluan banget sih kalau nggak!
Kesan membaca cerita SS sejauh ini?
Gaje nggak?
Bertele-tele nggak?
Suka cerita ini karenaa?
Adegan yang kalian harapkan ada di cerita ini adalah?
Q&A buat Naya dan Gibran! Silahkan komen di sini! Nanti akan dijawab di update selanjutnya!
Naya menguap sambil berusaha agar matanya terbuka tapi rasa kantuk itu malah semakin menjadi-jadi. Sore ini daerahnya sedang diguyur hujan sejak tadi siang membuat posisi rebahan di bawah selimut diidam-idamkan.
Tadi sebelum tidur Gibran masih ada memeluk Naya tapi saat bangun sudah tidak ada siapa-siapa lagi di samping tempat tidurnya. Naya bangkit seraya memperbaiki cepolan rambutnya.
"Mas Gibran!" panggil Naya lalu memeluk suaminya dari belakang.
Gibran yang sedang memasak pun dibuat terkejut.
"Masak apa?"
"Masak mie," balas Gibran.
Naya kini ikut duduk di samping suaminya.
"Mas Gibran laper? Kenapa nggak bangunin aku dari tadi."
"Kalau kayak gitu mendingan aku makan kamu aja." tangan Naya terulur mencubit pinggang suaminya.
"Hiih, modus!"
"Mau?" tanya Gibran.
Naya mengangguk, "Suapin."
Dengan sabar Gibran juga menyuapkan istrinya.
"Oh ya, tadi Ibu nelfon nyuruh aku bawa menantunya nginep di rumah." Gibran mengusap ujung bibir Naya yang terdapat mie. Persis seperti seorang ayah yang sedang menyuapi putrinya.
"Ngapain?" Gibran mengendikkan bahunya.
"Kamu mau nggak?"
"Mau. Kangen juga sama ibu." Naya terkekeh.
"Okey. Besok aja."
"Kok besok?" kening Naya mengerut.
"Aku mesti puas-puasin sama kamu dulu. Soalnya kalau ke rumah Ibu nanti kamu jarang ada waktu buat aku, semuanya sama Ibu. Ibu kayak sengaja ngehindarin kamu sama aku." Naya terbahak mendengar penuturan sang suami.
"Apa sih kamu, Mas. Nggak jelas deh." Naya mengusap sudut matanya yang berair akibat tertawa.
Masalahnya suaminya memang benar. Bukan karena Ibu tidak suka akan tetapi Ibu memang senang sekali menggoda putranya itu.
"Terserah kamu deh, Mas." Naya berdiri membawa piring kotor tersebut untuk dicuci.
Tiba-tiba sesuatu yang keras memeluk pinggangnya erat. Dagunya terasa berat karena ditimpa kepala suaminya.
"Kamu capek nggak?" tanya Gibran.
Naya terdiam sejenak. Sepertinya perempuan itu mengerti akan kemana arah pembicaraan suaminya menjurus.
"Kenapa memangnya?"
"Kamu jawab dulu makanya. Capek atau nggak?" tangan Gibran tidak tinggal diam. Mengusap perut rata Naya sambil sesekali hidungnya yang nakal mengendus leher jenjang istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepupuku Suamiku
RomanceFollow sebelum membaca ✔️ Mungkin jika seorang perempuan mencintai laki-laki itu terdengar seperti hal yang wajar. Namun bagaimana jika laki-laki yang kau cintai itu adalah sepupumu sendiri? orang terdekatmu. Itulah yang di rasakan oleh Naya. Memend...