2. Prihal mencintai

79.4K 9.2K 296
                                    

"Jadi pulang, Nay?" tanya Nisa menatapku yang duduk sembari diam di depan kos.

"Jadi. Tapi nanti sorean kayaknya," balasku.

Ku lihat teman satu kos ku itu tersenyum. Sebenarnya jarak antara rumahku dengan kampus tidaklah jauh, mungkin hanya sekitar dua atau satu jam an tapi Ibu menyarankanku agar lebih baik kos aja. Biar enak kalau ada tugas dan lain hal yang di kerjakan dengan kelompok.

Aku berdiri dan masuk ke dalam kamar kos kemudian mengambil ponsel. Membuka aplikasi instagram, tak ada yang terlalu menarik untukku lihat. Sampai saat aku akan menutup aplikasi tersebut sebuah notifikasi masuk @gibrandirgantara mengirima anda permintaannya pertemanan.

Kira-kita seperti itulah. Jantungku berdetak tak karuan. Antara senang dan juga terkejut. Aku di buat salah tingkah, namun segera ku buat diriku seolah baik-baik saja. Aku mengambil nafas dan menghembuskannya pelan.

Dering telfonku berbunyi, tertera nama Ibu di sana. Ada apa bidadariku ini tiba-tiba menelfon? Tak mau membuatnya menunggu jawaban terlalu lama, akupun segera mengangkat telfonnya. Kemudian terdengar suara salam dari ibu di sebrang sana.

"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh," ucap Ibu di sebrang sana.

Ah, mendengar suara Ibu begini membuatku semakin rindu. Padahal baru dua minggu aku tak pulang, namun kerinduan ini rasanya sudah terasa sebanyak gunung. Mungkin karena biasanya aku pulang satu kali seminggu, tapi karena minggu lalu aku ada acara jadi aku tak pulang.

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh. Iya, kenapa Bu? Oh, ya minggu ini aku pulang kok, Bu. Nanti sore pulang, tapi agak sorean," ucapku.

"Nah itu yang Ibu bicarakan. Kamu nggak usah pulang, ke rumah sakit aja ya."

Aku mengerutkan keningku.

"Loh kenapa, Bu? Siapa yang di rumah sakit? Ibu sakit?" tanyaku heboh.

Ku dengar Ibuku berdecak di sana.

"Dengerin Ibu dulu. Bukan Ibu yang sakit, tapi nenekmu."

Aku menghembuskan nafasku lega. Aku memang begitu sangat khawatir saat tau jika Ibu ku sakit ataupun lainnya.

"Terus gimana?" tanyaku.

"Kamu ke rumah sakit ya, bantuin jaga nenek dulu. Tadi, Paman Surya udah ke sana, tapi langsung pulang mau jemput Ibu sama yang lain di rumah. Ini Ibu udah sampe rumah nenek nunggu jemputan tapi lagi hujan deras nih, di rumah sakit ada Gibran yang jagain Nenek. Tolong kamu segera susul Gibran ke sana, kasian dia kalau harus nunggu sendirian di sana."

Aku menghela nafas. Sebenarnya aku sedang tak ingin berhubungan dengan Mas Gibran. Bisa-bisa usaha muve on yang ku lakukan sedari dulu gagal karena melihat wajahnya itu.

"Gimana? Bisa kan?" tanya Ibu di sebrang sana.

"Iya, Bu. Aku ke sana sekarang," ucapku pelan.

"Alhamdulillah. Tolong segera ke sana ya, secepatnya kalau hujan udah reda Ibu dan yang lain pasti menyusul ke sana."

"Iya, Bu. Kalau begitu aku matiin ya, mau siap-siap dulu."

"Ya udah, terimakasih ya. Kalau gitu Ibu tutup, Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh."

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh," balasku.

Kemudian aku mematikan sambungan telfonnya. Dengan malas-malasan aku mengambil cardigan dan hijab tak lupa ku semprotkan sedikit parfum. Setelah ku rasa penampilanku bagus akhirnya aku keluar, mengunci kos dan pergi menggunakan sepeda motorku.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah sakit. Sekitar 15 menit mengendarai motor, akhirnya aku telah sampai. Segera ku langkahkan kakiku menuju ruangan yang telah ibu kirimkan nomor beserta tempatnya.

Sepupuku Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang