Sedari kejadian tadi pagi Gibran tak pernah memunculkan wajahnya depan Naya. Laki-laki itu memilih untuk mengurung diri di dalam kamar tamu, Naya membiarkan suaminya menenangkan diri, perempuan itu kemudian kembali melanjutkan acara mengerjakan tugasnya, meski fokusnya terbagi dua antara suami dan tugasnya.
Naya bangun ketika suara adzan zuhur terdengar. Ia baru sadar kalau ia tertidur begitu lama, dari jam 10, tugasnya bahkan belum jadi.
Akhirnya Naya mengambil air wudhu, kemudian shalat zuhur. Tidak ada Gibran yang masuk ke dalam kamar untuk mengganti baju, biasanya kalau sudah azan Gibran akan mengganti baju dengan koko dan sarung untuk pergi shalat berjamaah di masjid.
Selesai shalat Naya pergi keluar, semoga saja suaminya sudah tidak marah lagi. Naya memutuskan untuk mengetuk pintu kamar tamu tempat Gibran berdiam diri. Dua kali ketukan tak ada jawaban, sampai yang ketiga kali Naya mengetuknya keras.
"Mas Gibran!" panggil Naya. Masih tak ada jawaban.
Naya memutuskan untuk membuka pintunya, terserah apapun kata suaminya nanti, yang pasti Naya harus membereskan masalah ini sekarang juga. Naya sudah gerah sekali, mereka selalu bertengkar karena kehadiran Alan, kalau bukan Alan pasti karena Ais begitu saja terus.
Pintu terbuka, kamar itu rapi, aroma khas Gibran menyeruak menusuk hidung Naya tapi tidak ada orang di sana. Naya menutup pintu dan berjalan mencari keberadaan Gibran, di halaman belakang tidak ada, di dapur tidak ada, akhirnya Naya keluar dari rumah, mungkin Gibran sedang pergi shalat zuhur berjamaah, fikir Naya. Baru saja akan menutup pintu rumah dari dalan, suara seseorang memanggilnya sambil mengucap salam.
"Waalaikumsalam," jawab Naya tak jadi menutup pintu.
"Ibu," kata Naya berjalan mendekati mertuanya yang datang bersama Azriel.
"Apa kabar, Bu?" tanya Naya mencium kedua pipi mertuanya.
"Baik. Kamu apa kabar?"
"Alhamdulillah sehat juga, Bu. Ayo masuk!" Naya mengajak Azriel dan Ibu untuk masuk ke dalam rumah.
"Mau minum apa?" pertanyaan itu terlontar begitu Ibu dan Azriel duduk di sofa.
"Enggak perlu, nanti kalau kami mau bisa ambil sendiri." Ibu tersenyum hangat.
"Ibu jangan sungkan-sungkan ya sama Naya. Ibu bebas mau ngapain aja, rumah ini rumah Mas Gibran jadi kalau Ibu mau datang kapanpun boleh, Ibu mau minta tolong sama Naya kapanpun juga bisa." tangan Naya digenggam oleh mertuanya, senyuman manisnya tak pernah pudar dari wajah cantiknya di usia yang bahkan sudah tak bisa dikatakan muda lagi.
"Kamu itu istrinya Gibran jadi apapun yang Gibran punya itu udah jadi milik kamu juga, entah itu kekayaan, hati, maupun yang semua-muanya. Termasuk rumah ini. Dan Ibu udah anggap kamu sebagai anak kandung Ibu sendiri, jadi kamu nggak perlu perasa soal ini dan itu."
Lega. Hati Naya merasa sedikit lega mendengarnya.
"Kamu udah siap?" Naya bingung, alisnya tertaut heran.
"Gini lho, Mas Gibran nyuruh kami buat jemput Mbak Naya," timpal Azriel.
"Hah?" Naya terkejut bukan main.
"Gibran bilang kalau sebentar lagi kalian kan mau UAS dan sibuk masing-masing, jadi Gibran minta Ibu jemput kamu supaya kamu tinggal di rumah Ibu selama UAS. Kamu pasti sibuk belajar dan nugas, biar fokusnya nggak kebagian sama ngurus suami dan rumah jadi lebih baik tinggal sama Ibu dulu biar bisa dibantu ini dan itu nanti."
"Ibu sebenarnya nggak tau kalau kamu mau UAS kalau bukan Gibran yang ngasih tau. Dia takutnya kamu sakit, karena katanya belakangan ini tidur dan makan kamu nggak teratur. Terus tadi dia telfon Ibu minta tolong jemput kamu."
![](https://img.wattpad.com/cover/236450487-288-k530334.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepupuku Suamiku
عاطفيةFollow sebelum membaca ✔️ Mungkin jika seorang perempuan mencintai laki-laki itu terdengar seperti hal yang wajar. Namun bagaimana jika laki-laki yang kau cintai itu adalah sepupumu sendiri? orang terdekatmu. Itulah yang di rasakan oleh Naya. Memend...