16. Genit

60.5K 7.3K 281
                                    

Beberapa hari kemudian...

Pagi-pagi, sekitar jam 7 pagi aku tengah mengaitkan tali sepatuku. Setelah memasak dan menyiapkan sarapan untuk Mas Gibran, aku segera bersiap-siap karena paginya aku harus ke kampus untuk kuliah.

Begitulah aktivitasku beberapa hari ini, semenjak menikah aku bangun lebih pagi, selesai kultum aku langsung memasak kemudian menyiapkan sarapan untuk Mas Gibran, awalnya sih agak berat tapi karena aku menjalaninya dengan sepenuh hati dan ikhlas akhirnya lama kelamaan mulai terbiasa.

"Kamu belum sarapan ya, Na?" tanya Mas Gibran yang entah sejak kapan sudah berdiri di hadapanku.

"Nanti aja deh, Mas. Soalnya aku lagi buru-buru," ujarku sambil memperbaiki jilbabku.

"Makan sedikit dulu, Na. Biar kamu nggak sakit."

Aku menatap laki-laki yang sudah berpakaian rapi.

"Nanti aja, Mas, aku buru-buru."

Saat aku akan menyalami Mas Gibran,  laki-laki itu malah menahanku.

"Tunggu sebentar," ucap Mas Gibran sambil kembali masuk. Tak lama kemudian Mas Gibran kembali dengan membawa sebuah roti yang telah diselai dengan sebuah coklat.

"Ini, makan. Seenggaknya satu gigit aja, biar tubuh kamu bisa mencerna sesuatu."

Aku menggigit roti yang berada di genggaman Mas Gibran.

"Berangkat bareng aku aja, Na."

"Loh, bukannya Mas mau ke rumah sakit ya?" Mas Gibran mengangguk.

"Nggak apa-apa sekalian nganterin kamu."

"Terus nanti aku pulangnya gimana?" tanyaku.

"Kamu pulang siang kan? Nah, nanti aku jemput sekalian biar kita bisa makan siang bareng di luar."

"Eh, emangnya Mas nggak capek?"

"Enggak. Yang penting sama kamu."

Aku mencubit pinggang Mas Gibran, sementara dia malah meringis sekaligus terkekeh.

"Gombal deh," gumamku.

"Mas Gibran kayaknya suka mempermainkan perempuan ya?"

Shit. Aku mengutuk diriku, sepertinya Mas Gibran tersinggung dengan ucapanku, karena sehabis itu Mas Gibran mengganti raut wajahnya menjadi masam.

"Ayo berangkat." dugaanku semakin kuat, Sekarang pun Mas Gibran berujar dengan nada dingin, ia bahkan tak melirikku sama sekali.

Aku pun mengikuti langkahnya yang keluar dari rumah, Mas Gibran masuk ke dalam mobil sementara aku mengunci pinti terlebih dahulu, membiarkan mobil Mas Gibran keluar barulah mengunci pintu gerbang, barulah aku masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil pun kami hanya berdiam saja, padahal tadi niatku cuma bercanda, kok Mas Gibran malah baperan sih.

Hingga sampai kami telah tiba di parkiran kampus, Mas Gibran masih belum juga membuka suara.

"Emm, Mas aku minta maaf ya, kalau Mas Gibran tersinggung sama ucapanku tadi."

Berhasil. Mas Gibran menoleh.

"Jangan diulangi lagi," ucapnya.

"Iya Mas, janji," ucapku.

Senyuman Mas Gibran merekah, tangannya terulur mencubit hidungku, membuatku kesal tentu saja.

"Gemesin, jadi pengen nyium," ucap Mas Gibran.

"Ih, genit banget," ucapku kesal.

"Udah sana keluar."

"Kok ngusir?" tanyaku kesal.

Sepupuku Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang