3. Drama malam hari

69K 8.3K 244
                                    

Sudah tiga hari semenjak Nenek di rawat. Akhirnya hari ketiga sekarang Nenek sudah di perbolehkan untuk pulang.

Aku telah balik ke kos semenjak beberapa jam yang lalu. Setelah dua malam itu aku menginap di sana untuk menemani Nenek.

Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Imaji berkeliaran kemana-mana. Mataku terpejam saat kembali merasakan sesak di dadaku.

"Assalamualaikum, Nay. Naya buka pintu!" teriak seseorang di luar sana.

Mataku kembali terbuka, aku segera beranjak membuka pintu dan ternyata Nisa. Teman satu kos ku.

"Apa?" tanyaku bingung.

"Di luar sana Pak Gibran nyariin kamj. Ada hubungan apa kamu sama Pak Gibran?" tanyanya dengan tatapan mengintimidasi padaku.

Aku tak mengubris, yang otakku tanyakan sekarang ada apa dengan Mas Gibran? Apalagi sampai dateng ke kosku. Dari mana dia tau tempat kos ku? Padahal dua hari belakang ini aku sudah mati-matian menjauhi Mas Gibran.

Aku menghela nafas dan berjalan melewati Nisa yang ku yakini menimbulkan tanda tanya besar dalam kepalanya.

Aku dapat melihat Mas Gibran yang tengah berdiri seraya bersandar di gerbang kos.

"Ada apa Mas?" tanyaku malas-malasan.

"Eh, astagfirullah, Na. Kamu bikin aku kaget aja." aku mengerutkan kening saat melihat Mas Gibran yang mengusap dadanya.

"Ada apa?" tanyaku ulang.

"Emmm... Begini, aku di suruh jemput kamu sama Ibu. Kita berangkat bareng ke rumah Nenek."

"Aku pake motor aja, Mas," balasku jutek.

"Masya allah, Na. Sebenarnya aku nggak masalah kalau kamu mau pakai kendaraan sendiri, tapi karena ini amanah dari Ibu jadi aku nggak bisa ngizinin kamu," ucapnya.

"Mas berangkat duluan aja. Nanti biar aku yang kasih tau, Bibi."

"Na, aku udah terlanjur mengiyakan permintaan Ibu. Kalau aku pergi sendiri, nanti aku nggak amanah jadinya. Ibu udah mempercayakan kamu sama aku, jadi kamu harusnya berangkat sama aku," ucapnya.

Aku menghela nafas. Mas Gibran ini memang selalu bisa membuatku kalah telak.

"Oke. Aku berangkat sama Mas, tunggu lima menit," ucapku dan berlalu meninggalkan Mas Gibran di sana.

Sejujurnya aku menolak ajakan Mas Gibran bukan tanpa alasan. Aku masih patah hati karena ucapannya tempo hari, dan aku menolak ajakannya hari ini karena aku takut akan semakin jatuh saat bersamanya nanti.

Lima menit kemudian aku telah keluar dan menemui Mas Gibran. Mas Gibran mengajakku masuk ke dalam mobilnya dan mobil di lajukan menuju rumah nenek.

Di dalam mobil tak ada yang berbicara, baik aku maupun Mas Arka sama-sama diam, larut dalam fikiran masing-masing. Setelah hampir satu jam-an kami telah sampai di rumah Nenek.

Aku turun dan langsung masuk. Kedatangan kami di sambut hangat oleh anggota keluarga. Ada banyak kakak sepupuku di sana, kami berbincang ria.

"Gimana?" tanya Bibi Hana-saudara Ibuku.

"Gimana apanya?" tanyaku bingung.

"Gibran nggak bawa kamu kebut-kebutan kan?"

"Astagfirullah. Ibu nggak percayaan banget sih, nggak Buu. Gibran bawa Naya dengan kecepatan rata-rata kok, nggak kebut-kebutan. Buktinya Naya udah sampai sini dalam keadaan aman, tanpa lecet sedikit pun," jawab Mas Gibran dengan nada yang sedikit kesal.

Aku melirik Mas Gibran. Rasanya ingin tertawa melihat ekspresi lucunya Mas Gibran sekarang.

"Serius, Na? Gibran nggak bawa kamu kebut-kebutan kan?" tanya Bibi Hana lagi.

"Nggak kok, Bi. Mas Gibran bawa mobilnya pelan." aku tersenyum meyakinkan.

"Bagus deh. Awas aja kalau kamu kebut-kebutan di jalan!" peringat Bi Hana pada Mas Gibran.

"Nggak, Bu," jawab Gibran dengan lembut.

"Naya!" terdengar suara ibuku menyeru dengan lantang memanggilku.

"Iya, Bu?" balasku.

"Tolong belanja ke pasar dong. Beliin sayuran dan lainnya, ini list belanjanya."

Aku menatap list belanjaan tersebut seraya mengerjapkan matanya.

"Ibu nyuruh aku belanja? Sendiri?" tanyaku tak percaya.

"Biar Gibran yang temenin kamu. Gibran mau kan, Nak?" ucap Bibi Hana.

"Boleh, Bu."

Aku memejamkan mataku.

"Ini uangnya. Sana berangkat. Jangan sampai ada yang kelupaan ya!" peringat Ibu.

Aku menoleh menghadap Mas Gibran yang menatapku bingung.

"Ayo!" ucapnya.

Aku mengikuti langkah Mas Gibran sampai luar rumah.

"Pakai motor aja nggak apa-apa kan?" aku mengangguk.

Ku lihat Mas Gibran kembali masuk. Sepertinya hendak meminjam kunci motor, betul saja tak lama kemudian ia telah kembali dengan sebuah kunci motor.

"Ayo naik!" perintahnya.

Dengan gerakan lambat aku naik ke atas motor. Motor di lajukan dengan kecepatan rata-rata. Tak butuh waktu lama, kami telah sampai di pasar.

Mas Gibran memarkirkan motornya dan turun mengikuti langkahku.

"Mas Gibran mau ikut belanja?"

"Manurut kamu?" tanyanya balik.

"Kok mau ikut sih? Biasanya cowok kan paling males kalau di ajak ke pasar," ucapku. Ku lihat dia terkekeh.

"Aku bukan laki-laki yang kayak gitu, Na. Aku juga belajar, biar besok kalau udah nikah bisa bantu istri ngurusin kebutuhan rumah. Lagian nanti belanjaan pasti banyak, kamu pasti kesusahan kalau bawa. Sebagai seorang laki-laki, aku nggak biarin perempuan kecapekan."

Aku terdiam. Bagaiman aku tidak luluh, kalau sikap Mas Gibran selalu saja bisa membuatku meleleh di buatnya. Sekarang saja rasanya aku ingin pingsan. Namun mengingat ucapan Mas Gibran yang berkata bahwa dia melakukan itu karena tugasnya sebagai laki-laki hatiku terasa di cubit-cubit.

🌸🌸🌸

Malam harinya setelah berbicara cukup lama dengan keluarga aku beranjak masuk ke dalam kamar. Di sana aku melihat ada beberapa sepupuku yang sudah tertidur pulas.

Karena sudah sangat mengantuk akhirnya aku ikut merebahkan tubuhku.

Lama aku tertidur sampai akhirnya mataku mulai terbuka karena aku merasa tak nyaman. Saat kubuka mataku, pemandangan yang pertama kali aku lihat adalah wajah tampan Mas Gibran yang tengah tertidur menghadapku. Di tengah-tengah kami ada keponakanku yang masih berusia 3 tahunan.

Aku memandang wajah tampan Mas Gibran saat tengah tertidur. Ia berkali-kali lipat nampak lebih tampan. Jika doaku di kabulkan aku meminta ingin melihat wajah tampan tertidur itu setiap hari saat aku terbangun, hendak tidur dan lainnya.

Aku buru-buru mengalihkan pandanganku saat ku lihat Mas Gibrang yang ikut terbangun.



***

Tbc

Sepupuku Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang