TsukiSara 12

204 26 2
                                    

Sarada menulikan telinganya. Meski Mitsuki berusaha melepaskan diri dari dekapannya, tapi Sarada berhasil membuat obat itu terminum. Sarada tidak tahu apakah tindakannya ini benar atau tidak karena was-was di hatinya semakin menjadi.

Dalam waktu sekejap, Mitsuki perlahan merasa tenang meski sakit dari dalam tubuhnya masih agak terasa. Sarada yakin, inilah yang disebut kesedihan dan luka yang teramat dalam merasuk di diri Mitsuki. Memandang Raja yang perlahan mendudukkan dirinya membuat Sarada semakin merasa bersalah. Mitsuki begini karena dirinya dan hanya ini yang bisa ia lakukan untuk Mitsuki.

🍃

🍃

🍃

TsukiSara

🍃

🍃

🍃

Deru nafas yang memburu mengisi kekosongan di antara mereka. Awalnya hanya ada kebisuan tanpa saling menatap hingga Sarada memberanikan diri untuk bersuara.

"Maafkan saya, atas semua kesalahan yang saya lakukan. Saya hanya ingin melakukan hal yang terbaik untuk anda. Anda benar, orang seperti saya tidak berhak menasihati seorang raja tapi.."

Satu hela nafas yang berat. Mitsuki bangkit perlahan meninggalkan Sarada yang masih duduk di lantai.

"Keluarlah dari kamarku sekarang juga!"

"Yang Mulia, apakah-"

Hanya dengan lirikan tajam berhasil menghentikan ucapan Sarada. Suasana hati Mitsuki begitu buruk. Sekali lagi, hatinya berdenyut pedih saat Sarada berada begitu dekat dengannya. Niat hati ingin meluapkan emosi pada pelayan yang telah berani menyentuhnya tapi satu rasa yang tertanam kuat menghalangi niat buruk itu.

Dalam rasa canggung dan bingung, akhirnya mata gold sang Raja menatap Sarada saat sosok itu pergi menuju pintu. Tatanan kamarnya yang rapi berantakan kembali karena kejadian tadi. Ini sudah larut malam, jadi ia putuskan untuk merapikan kamar seorang diri. Saat ia mulai memunguti beberapa barang di ruangan itu, satu kilas balik terlintas di pikirannya. Seolah mengalami de javu, Mitsuki begitu tersentak melihat sebuah gelang berbentuk ular melingkar tergeletak di lantai.

Alur masa lalu bermunculan di ingatannya. Kepalanya terasa sakit tapi Mitsuki memaksakan diri untuk mengingat semua yang hampir hilang. Perlahan bayangan buram itu mulai jelas. Seorang Putri kecil dari kerajaan Uchiha bermata onyx dan berambut hitam. Ia menggenggam erat gelang yang sama persis seperti di ingatannya.

"Ini adalah gelang suci yang hanya dimiliki Ratu Ootsutsuki. Tadi aku mengambilnya di kamar ayah, dan mulai sekarang kaulah yang harus menyimpannya."

"Sungguh? Tapi gelang ini terlalu besar di pergelangan tanganku."

"Tidak apa-apa. Kau simpan saja benda ini lalu kalau kau sudah dewasa nanti, kau harus memakainya sampai kau menjadi ratuku kelak!"

Mitsuki tersungkur dengan kerasnya. Ia mulai mengingatnya. Tentang gelang ini dan bagaimana rupa Putri Sara di masa lalu. Wajah itu begitu mirip dengan satu sosok yang sering ia jumpai. Sangat dekat tapi sulit digapai karena ego yang merasuk kuat dalam dirinya. Mitsuki terus memaksakan ingatan lemahnya yang terkutuk. Sesuatu yang berharga tidak boleh hilang begitu saja hingga hingga membuatnya tak berdaya melawan rasa sakit.

"Sudah kubilang berulang kali, namaku Mitsuki Ootsutsuki! Kenapa kau terus memanggilku Tsuki?"

"Memangnya kenapa? Itu cocok denganmu, Tsuki!"

"Aku tidak suka!"

"Padahal nama itu indah sekali! Dan kuberitahu ya, namaku Sara! Dan nama lengkapku Sarada Uchiha! Jangan sampai kau melupakannya, Pangeran Mitsuki! Maksudku, Tsuki!"

Air mata mengalir perlahan dari pelupuk mata yang terpejam. Raja ini baru menyadari kebodohannya. Tersenyum pedih untuk masa lalu yang menyenangkan dan cukup menyiksa. Meski begitu, rasa bahagia menyeruak di hati karena kesetiaannya terjawab dengan kembalinya sosok yang telah lama tiada. Tidak, lebih tepatnya hilang selama 10 tahun.

"Bagaimana bisa aku melupakannya? Sara-da.."

🍃

🍃

🍃

TsukiSara

🍃

🍃

🍃

Sarada memulai pagi dengan perasaan risau, bingung dan takut pasalnya gelang berharga miliknya hilang entah kapan dan dimana. Sudah berulang kali ia memeriksa tempat tidurnya lalu beralih ke tempat-tempat yang ia sambangi di kerajaan ini sejak kemarin. Dia juga memeriksa di sungai tempat dimana ia mencuci tapi tak kunjung ditemukan.

"Bagaimana ini? Aku tidak boleh kehilangan gelang suci itu!"

Gerutu Sarada sambil mengorek bebatuan sungai. Sarada tidak bisa meminta tolong siapapun untuk membantunya mencari gelang itu hingga membuatnya terduduk lesu, pasrah menerima kenyataan bahwa gelang indahnya hilang tak kembali.

"Aku benar-benar ceroboh!"

Lirih Sarada sambil menatap nanar jernihnya air sungai. Satu persatu kenangan masa lalu terbayang di matanya yang sembab karena seharian menangis.

Agak jauh di balik punggungnya, seorang Raja berkulit pucat dengan surai kebiruan berjalan ke taman belakang yang sudah lama tidak ia kunjungi sejak berita duka itu tersiar. Dengan mata gold bersorot sendu serta gunungan rasa bersalah dalam dirinya, ia mendekati Sarada yang duduk menangisi gelangnya. Mitsuki bisa mendengar Sarada bergumam menyebut gelang suci yang ia pakai di balik kimono putihnya. Tak mudah menghadapi orang yang telah ia sakiti sebelumnya. Sisi dirinya sangat takut jika Sarada tak akan memaafkan dan menerimanya.

Mitsuki berhenti di satu titik lebih dekat dengan Sarada. Gadis itu masih menangis sambil mengorek bebatuan sungai berharap gelangnya tersangkut di antara batu-batu licin itu. Tangisan Sarada membuat Mitsuki lemah. Beberapa kali ia menghela nafas untuk menetralkan rasa takut dan gugupnya.

Mungkin karena benar-benar pasrah, Sarada bangkit dan segera berbalik. Keberadaan Mitsuki cukup membuatnya terkejut. Hampir saja ia terjungkal ke sungai.

"Yang Mulia."

Mata Sarada membulat menyadari satu hal yang ia lupakan. Sarada bergegas membungkukkan tubuhnya memberikan salah hormat bagi sang penguasa.

"Ke-kemuliaan bagi Yang Mulia Raja! Maaf, saya tidak menyadari keberadaan anda."

Tidak ada jawaban sampai rasa penasaran membuat Sarada menegakkan tubuhnya lagi. Tatapan Mitsuki tampak berbeda dari biasanya. Diantara hembusan angin, rasa canggung semakin mendominasi sampai kemudian penguasa negeri ini perlahan merendahkan tubuhnya, memposisikan dirinya dengan bersimpuh layaknya seseorang meminta pengampunan.

"Yang Mulia, apa yang anda lakukan?! Bangunlah, Yang Mulia! Tidak sepantasnya anda bersikap begini di hadapan seorang pelayan!"

Mitsuki tak bergeming meski Sarada telah menarik lengannya hingga Sarada kesal.

"Yang Mulia, bangunlah! Bangunlah, Tsuki!!!"

Tanpa sengaja Sarada menyebut nama itu. Mata Sarada yang sedari tadi berair semakin basah menyadari ucapannya. Akhirnya setelah sekian lama nama itu terlontar dari Putri Sara yang kini telah mengembalikan senyum bahagia sang Raja.




Sudah pasti Sarada itu Putri Sara...😭😭😭

Akhirnya Mitsuki tau kebenarannya...😭😭😭

Jangan lupa vote dan komennya ya, minna-san!🤩🤩🤩

Yosh, dua chapter hari ini!

Sampai jumpa di chapter selanjutnya!😘😘😘

TsukiSaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang