"Chan, besok kamu libur kan ? Aku nitip anak-anak ya. Aku mau pergi ke suatu tempat" pesan Ennik sebelum ia merebahkan tubuhnya diatas kasur
"Kamu mau pergi kemana ? Nggak ngajak aku ?" Tanya Haechan yg baru selesai mandi
"Aku butuh waktu buat sendiri, sehari aja. Aku pengen nenangin hati aku" jawab Ennik tanpa melihat ke arah Haechan
Lelaki itu berjalan memutari ranjang, lalu berdiri tepat di depan Ennik
"Kamu masih nggak percaya ya sama aku ?" Tanya Haechan hati-hati
Ennik menggeleng sambil mencoba memejamkan matanya
"Pikiran aku lagi kacau, tolong kasih aku waktu untuk menenangkan nya" jawab nya lalu segera menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya
"Pergilah, besok aku yg akan jagain anak-anak" ucap Haechan sambil menepuk pelan puncak kepala istrinya
-----
"Gia mau sama mami" ucap anak perempuan itu
"Mami lagi pergi sayang, sekarang makan nya sama papi aja ya" bujuk Haechan
"Mami pulang nya kapan ?"
"Nanti papi tanyain, sekarang Gia makan dulu. Nanti mami pas pulang sedih loh kalau Gia nggak mau makan"
"Sebenarnya mami kenapa sih Pi ? Papi habis marahin mami ya ?" Tanya Aron
Haechan menghela nafasnya lalu menatap anak laki-laki yg hari ini tampak lebih diam dari biasa nya itu
"Mami lagi pengen sendirian, dan papi nggak habis marahin mami kok"
"Jangan pernah marahin mami ya pi" pinta Aron dengan wajah memelas, Haechan pun tersenyum lalu mengangguk
"Papi nggak pernah tuh marahin mami kalian, yg ada mami kalian yg tiap hari marahin papi"
Ditempat lain, Ennik masih berusaha menenangkan dirinya. Ia berkali-kali menarik nafas panjang sebelum mulai bercerita pada orang di hadapannya
"Wajar nggak sih Jin, kalau aku masih curiga ?" Tanya Ennik
Heejin pun tersenyum lalu mengelus pelan tangan sahabat nya itu
"Haechan pernah bohong nggak sama kamu selama ini ?" Tanya Heejin pelan, Ennik menggeleng pertanda tidak pernah
"Lalu sekarang, apa yg membuat mu masih curiga pada nya ?"
"Aku hanya takut, aku nggak siap kalau memang apa yg aku khawatirkan beneran terjadi" ucap Ennik
"Semua akan baik-baik saja, Haechan sayang banget sama kamu. Dia nggak mungkin macem-macem di luar sana. Hatinya begitu kuat, aku yakin dia nggak akan mudah tergoda" kata Heejin menenangkan
"Ternyata kayak gini ya rasanya, aku jadi kepikiran sama apa yg dulu kamu alami. Kamu hebat Jin karena kamu bisa dengan tegar melewati nya"
"Setiap masalah ada jalan keluarnya Nik, aku dulu juga sedih, sakit tapi aku nggak bisa nyerah gitu aja. Ada keluarga ku, ada anak-anak, aku harus berjuang demi mereka, dan yg paling penting hatinya Jaemin, aku nggak bisa biarin hatinya yg begitu lembut disakiti oleh orang lain. Saat itu, dia hanya tak memahami perasaan nya, dan setelah dia tahu dia berubah. Dia sudah tidak lagi gampang memberikan perhatian pada orang lain, karena dia takut seseorang itu salah paham. Sekarang dia sudah bisa memahami hati nya sendiri" cerita Heejin
"Haechan bukan Jaemin yg hatinya lemah, aku yakin kamu juga memahami dia dengan baik. Tenangin diri kamu dan yakin kan kalau semua kekhawatiran kamu tidak benar, dia pasti juga merasa bersalah. Sebelum terlambat dan semua nya menjadi rumit, lebih baik sekarang kamu pulang, bicara baik-baik sama dia dan percaya bahwa semua yg dia katakan itu jujur"
Ennik pun menarik nafas panjang lalu mengelap air mata di ujung matanya.
"Kamu benar, ketakutan ku berlebihan. Makasih banyak saran nya, aku lega karena akhirnya aku bisa menceritakan semua yg aku rasakan. Aku pulang dulu ya Jin, sekali lagi, makasih banyak" ucap Ennik lalu memeluk Heejin
-----
"Loh... Kok kamu udah pulang ? nggak jadi perginya ?" Tanya Haechan yg terkejut karena istrinya itu sudah kembali berada di rumah padahal perempuan itu baru saja pergi dua jam lalu
Tanpa mengatakan apapun, Ennik langsung menghambur ke pelukan Haechan. Ia memeluk lelaki itu dengan begitu kuat seakan takut jika Haechan akan meninggalkan nya jika ia melepas pelukan itu.
Haechan membalas pelukan Ennik, ia mengelus pelan punggung istrinya itu.
"Kenapa nggak jadi pergi ?" Tanya Haechan lirih
"Aku tadi udah pergi kok, terus sekarang udah pulang soalnya aku tiba-tiba kangen sama kamu" jawab Ennik
"Aku nggak tau apa yg masih mengganggu pikiran kamu sampai sekarang, tapi aku mohon percaya sama aku, aku nggak pernah macem-macem diluar sana" lirih Haechan dengan suara serak menahan tangis
Ennik mengangkat kepala nya, melihat ke arah Haechan yg matanya kini tampak berkaca-kaca
"Kamu memang nggak pernah macem-macem, Pikiran aku aja yg kayak gitu. maaf karena membuat mu merasa bersalah karena sesuatu yg tidak kau lakukan. Kamu mau kan maafin aku ?" Tanya Ennik berusaha tersenyum, Haechan mengangguk lalu mencium kening Ennik. Tanpa mereka sadari ada dua orang anak kecil yg sedari tadi mengintip di balik pintu kamar mereka
"Mata aku kenapa di tutup sih kak ?" Kesal Gia pada kakaknya
"Adek masih kecil, nggak boleh tau liat kayak gitu" ucap Aron
"Kak..."
"Heum..."
"Berarti papi sama mami akan hidup bahagia kan ?"
Aron menyernyit bingung mendengar pertanyaan adik nya
"Maksud kamu ?"
"Dari drama yg sering Gia lihat, kalau habis berantem terus pelukan sama ciuman berarti mereka akan hidup bahagia"
"Aduh... Pliisss deh Gia, ini tuh bukan drama yg sering kamu lihat" kesal Aron lalu menutup pelan kamarnya dan mengajak sang adik tidur siang sesuai yg diperintahkan ayah nya tadi.
Tbc