Haechan sudah berkali-kali mengusap wajah nya agar tidak mengantuk, namun sepertinya usaha nya gagal karena kini, lelaki itu sudah tidur dengan posisi terduduk di sofa sambil menggendong bayi berumur 2 Minggu.
Seperti biasa, bayi tampan itu selalu terbangun di tengah malam yg membuat kedua orangtuanya harus berjaga bergantian.
Ennik baru saja tidur satu jam yg lalu setelah tadi selesai menjaga bayinya, tapi kini ia harus terbangun lagi karena mendengar suara rengekan bayi yg tak kunjung berhenti.
Ia bangun dari ranjangnya dan berjalan ke arah ruang tengah. Disana ia dapat melihat suaminya sedang tertidur dengan Axel yg merengek karena botol susu nya terjatuh.
Ennik menghela nafas panjangnya. Tadi, ia sudah melarang Haechan untuk ikut menjaga anaknya tapi lelaki itu ngotot untuk ikut menjaga nya.
Dengan perlahan, wanita itu mengambil botol susu yg terjatuh dari tangan Haechan lalu mengambil Axel yg masih merengek. Ia ayunkan bayi itu sambil memberikannya susu, dan tak lama bayi itu pun diam.
Ennik memandang ke arah Haechan yg masih tak menyadari jika Axel sudah tidak berada di gendongan nya, wanita itu lantas tersenyum dan mengusap pelan rambut suaminya. Lelaki itu, pasti sangat lelah sekarang, baru tadi pagi ia pulang dari perjalanan bisnis sejak 3 hari lalu. Siang tadi, saat akan beristirahat kedua anak nya yg lain merengek untuk diajak jalan-jalan dan baru pulang pukul tujuh malam. Namun, meski begitu lelaki itu tak pernah mengeluh bahkan ngotot untuk ikut menjaga si bungsu.
"Papi bandel ya dek, udah disuruh tidur malah ngeyel mau ikut jagain kamu" ucap Ennik sambil menciumi wajah si bayi
-----
Pagi harinya, Haechan terbangun dengan keadaan tidur di sofa dan memakai selimut. Ia tampak duduk lalu mengingat-ingat kenapa ia bisa tidur disana, dan tak lama kemudian lelaki itu pun panik dan berteriak hingga membangunkan orang seisi rumah.
"SAYANG..." teriak nya dari ruang tengah
Ennik yg baru selesai dari kamar mandi pun langsung berlari ke arah suaminya.
"Kenapa kamu teriak Chan ?" Tanya Ennik, diikuti oleh kedua anaknya yg baru saja keluar dari kamar sebelah
"Axel yang... Tadi malam aku gendong dia disini, tapi setelah aku bangun dia nggak ada" paniknya sambil menunjuk ke arah sofa
"Apa Pi ? Adek Axel ilang ? Kok bisa ? Aduuhhh... Papi gimana sih ?" Sahut Aron ikut panik
"Udah deh Aron, kamu nggak usah ikutan, papi jadi makin panik ini" keluh Haechan
Ennik hanya diam sambil memandang lelaki didepan nya itu.
"Yang... Kamu kok diem aja ? Axel ilang yang"
"Siapa bilang dia ilang ? Aku yg semalem mindahin dia ke kamar"
"Kok bisa aku nggak tahu kalau kamu mindahin dia ?"
"Ya kamu tidur udah kayak orang mati, semalem Axel merengek karena botol susunya jatuh dan kamu, bahkan nggak keganggu sedikit pun"
"Ya maaf, namanya juga ketiduran"
"Makanya kalau aku bilang nggak usah ikut jagain dia itu kamu nurut, untung aja nggak jatuh anak mu kemaren"
Haechan hanya diam saja mendengar ocehan istrinya. Ia mengusap kasar wajahnya lalu berdiri untuk menuju kamar mandi.
Di depan kamar kedua anak nya, ia tampak berhenti sambil memandang Aron yg menatapnya sinis
"Kenapa kamu liatin papi kayak gitu ?"
"Papi tuh ya, untung aja adek aku nggak jatuh"
"Diihhh... Ikut-ikutan protes, ohh... Papi tau, mending nanti malem kamu ikutan papi jagain adek ya ? Biar kamu tau rasanya gimana"
Aron tak menjawab ucapan Haechan dan malah berbalik untuk kembali masuk ke kamar nya.
Haechan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak pertamanya itu.
"Heran ya sama anak jaman sekarang. Sama orang tua nggak ada takut-takut nya" gumam Haechan sebelum masuk ke kamar mandi.
-----
"Kamu nggak kerja ?"
"Nggak, aku minta libur sama papa"
"Kamu sakit ya ?"
"Aku baik-baik aja kok, nggak sakit"
"Terus ngapain kamu nggak masuk kerja ?"
"Pengen istirahat aja"
"Ohh... yaudah, kamu duduk sana. Aku buatin kopi"
"Nggak usah yang, aku bisa buat sendiri"
Ennik tak mendengarkan nya dan berjalan ke arah dapur untuk membuat kopi
Suasana rumah sangat hening karena dua orang yg biasa nya ribut sedang berada di sekolah sekarang. Haechan menyandarkan punggungnya di sofa sambil memejamkan matanya.
Tak lama, tangis seorang bayi terdengar di telinga nya, ia bergegas bangun namun istrinya lebih dulu berlari menghampiri bayi itu.
"Jangan lari yang, apalagi kamu bawa kopi panas. Aduuhh..." Omel Haechan
"nih kopi nya, aku mau ke Axel dulu" jawab nya, lalu masuk ke dalam kamar untuk mengambil bayi nya
Beberapa saat kemudian, wanita cantik itu keluar dengan membawa seorang bayi tampan di gendongan nya
"tuh... Ada papi dek" ucap nya
"Ini nih yg tadi pagi papi kira ilang ternyata dipindahin ke kamar" jawab Haechan lalu meraih Axel dari gendongan istrinya
"Kamu belum mandi aja udah wangi ya dek" kata Haechan sambil menciumi anak nya, ia lalu menoleh ke arah istrinya yg kini sudah duduk di sampingnya
"Perut kamu masih sakit ?" Tanya nya
"Sekarang udah nggak, tadi pagi sempet ngilu tapi sekarang udah nggak kerasa lagi"
"Ke dokter yuk yang"
"Tapi kan udah nggak apa-apa"
"Aku khawatir" sahut Haechan dengan wajah sendu nya
"Jangan khawatir, aku nggak--
Ennik balas memandang suaminya--iyadeh, nanti ke dokter" jawab Ennik pada akhirnya
"Kamu pasti capek, selama ini kamu yg ngurusin semuanya. Ngurus rumah, ngurus aku, ngurus anak-anak sampai kamu mengabaikan dirimu sendiri demi kami. Kamu harus sehat yang, katanya mau panjang umur biar bisa liat kayak apa bandel nya anak Aron kelak, kalau kamu mengabaikan kesehatan mu gimana bisa panjang umur ?" Nasehat Haechan
Ennik hanya diam dengan mata yg sudah berkaca-kaca
"Aku lagi nggak marahin kamu, jadi jangan nangis" canda Haechan
Bukan nya diam, wanita itu justru mulai terisak sambil memeluk erat suaminya. Tak lama, bayi digendongan Haechan juga ikut menangis mendengar isakan ibu nya
"Yang...dia ikutan nangis" rengek Haechan yg kini kebingungan untuk menenangkan dua orang yg sedang menangis di dekat nya.
Tbc