"pusing nggak sayang ?" Tanya Jaemin pada anak laki-laki nya sesaat setelah turun dari pesawat.
Setelah berkali-kali merayu Heejin akhirnya lelaki itu berhasil mengajak istrinya itu untuk liburan ke Paris, tempat yg dulu pernah Heejin datangi saat menimba ilmuTidak sendiri, nampaknya keluarga Jeno juga ikut berangkat bersama mereka.
"Kena jet lag pasti ini" ucap Jeno saat melihat putri kecilnya sedari tadi tak berhenti menangis
"Yaudah buruan ke Hotel aja biar dia bisa istirahat" saran Jaemin
Heejin ikut menenangkan anak perempuan itu dengan mengelus punggung nya.
"Sayang... liat mama, nggak apa-apa nak. Ini udah sampai, sebentar lagi istirahat ya... Udah jangan nangis" kata Siyeon menenangkan
"Nanti kalau masih nggak mau diem dibawa ke dokter aja Jen, kasian masih kecil belum bisa ngadu" ucap Jaemin dan Jeno hanya mengangguk
Ia jadi merasa bersalah karena memaksa untuk pergi liburan kesini. Eunseo masih kecil, seharusnya ia bisa menunda nya dua atau tiga tahun lagi sampai anak nya tumbuh lebih besar.
-----
Sampai di hotel, Eunseo masih terus merengek, ia bahkan menolak botol susu yg diberikan ibunya. Siyeon nampak tenang meski sebenarnya dia juga khawatir.
Ia melirik ke arah Jeno yg memperhatikan nya dari ranjang dimana tempat Rowon tertidur, anak laki-laki nya itu nampaknya juga mengalami hal yg sama dengan sang adik, bahkan ia juga sempat muntah sebelum tidur tadi.
Siyeon masih setia mengelus punggung anaknya sambil menimang nya. Perlahan-lahan bayi cantik itu pun memejamkan mata sambil memeluk erat ibu nya
Jeno merasa lega, akhirnya anak bungsu nya itu bisa tenang setelah lama ia menangis. Ia kembali menatap Siyeon, rambut perempuan itu nampak berantakan dan jaket yg dipakainya tadi sudah ia letakkan entah dimana, ia paham meski Siyeon terlihat tenang pada kenyataannya perempuan itu juga sama panik nya seperti dia.
Jeno menarik nafas panjangnya, beberapa tahun lalu ia pernah menginap di hotel ini saat mencari Siyeon namun tak berhasil menemukannya, padahal Siyeon mengatakan jika tempat tinggalnya saat berada disini hanya berjarak sekitar satu kilometer dari hotel ini.
Takdir, nampak nya benar-benar menguji kesabaran nya kala itu.Ia menunduk, mengenang kembali masa dimana perempuan yg kini sangat dicintainya itu pergi meninggalkannya dulu. Saat itu, hari-hari ia jalani dengan begitu sulit. Ia tak menyangka kepergian Siyeon kala itu berhasil memporak-porandakan hidup nya. Ia benar-benar jatuh di jurang terdalam di hidupnya hingga ia menyadari sebuah perasaan yg tiba-tiba muncul di hatinya. Entah kapan tepatnya, yg pasti ia menyayangi perempuan itu lebih dari rasa sayang kepada seorang sahabat.
Beberapa kali ia coba meyakinkan hati nya dan jawaban nya selalu sama. Ia mencintai gadis itu bahkan semakin hari cinta nya semakin besar.
Ia kembali menatap Siyeon, perempuan itu sudah mendapatkan banyak sekali waktu sulit karena nya. Semenjak masih muda, perempuan itu sudah melakukan banyak hal untuk nya. Menempatkan nya pada prioritas utama, hingga Siyeon sendiri mengabaikan hidupnya.
Siyeon adalah perempuan yg mandiri, ia bisa bertahan hidup bahkan tumbuh menjadi seseorang yg mengagumkan meskipun tanpa kedua orang tua disisinya. Perempuan itu hebat bahkan tanpa dirinya pun Siyeon tetap bisa menjalani hidupnya, sedangkan dia sendiri ? Ia bahkan sudah bergantung pada Siyeon sejak masih kecil.
Dulu ia kira, semua akan berubah seiring berjalannya waktu, dan Semua memang berubah, namun bukan untuk menjadikan Jeno lepas dari Siyeon, tapi justru semakin membuat nya bergantung pada perempuan itu.
Ia ingat semua kesalahan yg diperbuatnya, dan ia juga ingat bagaimana perempuan itu bisa menerima satu persatu kesalahan itu tanpa protes sedikit pun. Siyeon memaafkan nya, bahkan untuk kesalahan sebesar apapun.
Dulu ada banyak sekali hati yg singgah di hidupnya, dan ada satu yg ia kira akan menetap dalam waktu yg lama. Dia salah, seseorang yg dulu ia kira akan mendiami hatinya itu justru pergi dan meninggalkan banyak luka. Lagi-lagi Ia mendatangi Siyeon untuk tempat nya mengadu, dan lagi-lagi perempuan itu mengulurkan tangannya, memeluk nya hangat serta mengatakan jika semua pasti akan membaik.
Rasa sayang dan rasa nyaman yg dulu ia rasakan nampaknya salah ia artikan. Sebenarnya ia sudah jatuh cinta pada istrinya itu sejak lama, namun ia bodoh karena berusaha menghindar.
Ia alihkan pandangan nya ke arah sebuah jendela besar di sisi dinding kamarnya. Kota ini, pernah menjadi tempat seseorang yg sangat dicintainya tinggal. Dan saat orang itu disinilah, ia merasakan kekosongan dalam hidupnya. Setiap hari ia berdoa, meminta kepada Tuhan agar dipertemukan dengan Siyeon secepatnya, namun Tuhan seakan masih ingin melihatnya berjuang. Ia baru mempertemukan nya dengan Siyeon setelah tujuh tahun tak melihatnya.
Jeno melamun, sampai ia tak sadar jika Siyeon sudah berdiri di sebelahnya setelah selesai membaringkan Eunseo di samping Rowon.
"ngelamunin apa kamu ?" Tanya Siyeon sambil menepuk pelan bahu Jeno.
Jeno tersenyum lalu segera berdiri dan memeluk istrinya."Kamu melamun kenapa ?" Tanya Siyeon sekali lagi
"Nggak apa-apa, cuma inget aja kalau aku dulu pernah nginep disini saat nyariin kamu" jawab Jeno, senyum di bibir Siyeon seketika memudar
"Maafkan --" ucap Siyeon terpotong
"Makasih ya karena sudah memilih untuk pulang dan nemuin aku" sela Jeno
Siyeon mengeratkan pelukannya dan kembali tersenyum
"Kamu tahu ? Sampai sekarang aku masih suka protes sama Tuhan, kita tuh udah kenal lama banget bahkan dari jaman masih ingusan, tapi kenapa Tuhan baru kasih rasa cintanya pas udah sama-sama dewasa, pas udah pada pisah dan harus nunggu lama banget buat ketemu lagi. Kenapa sih nggak dari dulu aja ? Kenapa harus dipersulit dulu ?" Keluh Jeno
"Itu karena Tuhan ingin kita tahu seberapa berartinya kita untuk diri masing-masing. Tuhan pengen kita paham bahwa cinta tidak semudah itu, semua sudah ditakdirkan sebaik mungkin. Kita harus nya banyak bersyukur karena memiliki akhir yg indah. Kalau nggak gini, kita nggak akan pernah tahu bagaimana sulit nya menunggu" ucap Siyeon
Jeno melonggarkan pelukannya lalu menatap kedua mata Siyeon. Tangan nya beralih menggenggam erat kedua tangan Siyeon.
"Jangan pernah tinggalin aku lagi ya, janji !" Kata Jeno
"Aku tidak bisa, suatu hari nanti pasti kita akan pergi dan saling meninggalkan, entah aku dulu atau kamu. Namun meskipun begitu aku akan berjanji, kalau hanya maut yg bisa membuat ku pergi meninggalkan mu" jawab Siyeon
Jeno, mengelus pelan kedua pipi Siyeon lalu mencium bibir perempuan itu. Ia pejamkan matanya, merasakan damai yg menyelimuti hatinya ketika ada Siyeon di sisinya.
Tbc