"Jaga Abba mu baik-baik ... Semua orang bisa sakit hati pada waktu yang berbeda, jadi jangan khawatir," ucapan terakhir sang Eomma seolah memberi dorongan kuat pada Mee, menguatkan gadis itu untuk terus melangkah di antara siswa-siswi yang berbisik dengan menyelipkan namanya.
Mee mengeratkan pegangan pada pengait ransel, menunduk membiarkan tudung jaket yang ia gunakan menutupi hampir seluruh wajah sendu nya.
Grep!
Jemari ramping menyibak tudung jaket Mee, gadis itu mendongak tak percaya. Jantungnya berdetak cepat, langkah terhenti seolah tubuh membeku menatap seringaian diwajah Yoongi."Kau malu ya! Nah, kau bisa pakai ini agar orang tak mengenali mu!" Yoongi memasang topeng monster mainan ke wajah Mee, mendorong tubuh gadis itu hingga tergores jalanan.
Semua tertawa tanpa seorang pun mengulurkan tangan, tertawa dengan olok-olok baru.
Seperti inikah takdir ku? Mengapa hanya aku yang tak bisa berbicara di antara mereka? Bahkan jika air mata ini membentuk telaga air mata, mereka akan berenang di atas nya, membuat pesta besar sebelum kemudian membiarkan ku mengering tanpa harapan.
Mee memasuki kelas, membuka ponsel yang menampilkan gambar tiga sahabat yang saling berangkulan. Bulir hangat mengembung di pelupuk mata, mengaburkan pandang sebelum menetes dalam sekali kedipan.
"Jimin_aa ... Hanbyul_aa apa yang kalian lakukan disana? Apa kalian masih mengingatku?" Mee mengusap wallpaper ponsel nya lalu menekan tombol panggil karna terlalu rindu pada kedua sahabatnya.
Tut ... Tut ... Tut....
Mee mengusap wajah kasar, menyeka air mata dengan lengan lalu menunduk di bangkunya. Kedua sahabatnya terlalu sibuk hinga sulit di hubungi akhir-akhir ini. Bahkan ketika bertelepon, tak ada yang bisa ia lakukan selain mendengarkan cerita mereka.
"Hei, kelihatan nya kau sangat pintar dalam pelajaran, apa kau mau mengalahkan ku?" Suara serak di sampingnya membuat Mee menoleh kaget.
Namjoon menatap iba, membuat Mee kembali menunduk. Hatinya berdenyut. Sungguh sakit saat seseorang menatap seolah dirinya manusia paling naif di dunia ini.
Tak lama Yoongi duduk di bangku agak depan, Mee bahkan hampir tak bisa melihat punggungnya karna terlalu jauh dan tertutupi siswa lain.
"Sebegitunya kah dia membenci ku?"
Mee berfokus pada note nya, menulis beberapa kata yang langsung di baca oleh Namjoon.
"Mengapa Yoongi pergi? Apa dia menjauhi ku?" Tulis Mee dalam buku berukuran sedang itu. Namjoon menggaruk tengkuk, sambil menoleh kearah sahabat nya yang tidur dengan tas sebagai bantal.
"Dia tak suka gangguan luar, dia tipe penyendiri. Kau lebih baik menjauhinya. Dan ... oh ya, kalau kau ingin mengalahkan peringkat ku, pastikan untuk mendapat nilai 100 di semua mata pelajaran!" Namjoon menepuk pundak Mee lalu berjalan pergi menyapa sahabat nya.
Mee menghela nafas. Kembali menunduk. Tangan bergerak pelan menyentuh bangku kosong di samping nya. Memang benar, seorang anak baru saja pindah sekolah kemarin, jadi Yoongi bisa mengambil tempat nya.
Mee berusaha mengalihkan pandang, menatap jendela yang menampakan pemandangan lapangan di musim dingin. Namun telinga masih bekerja dengan baik, mencerna semua cerita bahagia yang mereka bagikan, pengalaman tak terlupakan, hingga tawa yang begitu jarang terdengar, senyum manis yang pernah ia lihat sebelumnya.
"Semanis itulah saat ia tertawa, namun sangat menakutkan saat berada di dekat ku."
Tak lama guru mata pelajaran datang, semua murid segera menempati bangku masing-masing.
Pelajaran kimia dimulai, dimana semua siswa pasti mengantuk kecuali Namjoon dan Mee yang sibuk mengangguk faham saat pak guru menjelaskan, tangan kemengan bulpoint siap mencatat apa yang penting menurut mereka.
Yoongi memejam dengan lengan sebagai bantal. Kebetulan siswa di sampingnya sedikit berisi hingga tubuh nya tertutupi dengan sempurna.
Beberapa kali Mee melempar kertas yang tepat mengenai pundak nya, tetapi pria Min itu hanya memandang tajam, mengepalkan tangan mengancam lalu memejam lagi.
Tak tahan dengan sikap Yoongi Mee mengambil melangkah cepat, menepuk-nepuk Yoongi dari belakang. Siswa lain menoleh tak percaya sementara pak guru menghampiri.
"Mee, apa yang kau lakukan disana?"
Gadis tunawicara itu menunjuk Yoongi, menangkup kan kedua telapak tangan di antara leher dan pundak mengisyaratkan seseorang tertidur. Sang guru yang mengerti mendengus kesal, menepuk buku di meja mengagetkan sosok yang tertidur.
"Ya! Min Yoongi! Keluar dari kelas ku dan jangan harap mendapat nilai!" bentak pak guru.
"Apa kau yang menyebabkan semua kekacauan ini? Aku akan membalasmu!" Yoongi berbisik dengan suara rendah. Mee memejam, bulu kuduk meremang, memaksa kaki melangkah mundur sementara Yoongi berjalan kesal keluar kelas.
-0-
Setelah kelas selesai Mee segera menuju koridor. Sesuai dugaan nya, Yoongi tak mungkin berdiri disana. Mungkin pria itu tidur di perpustakaan. Segera Mee melangkah menyusuri kelas-kelas, menoleh kesana-kemari mencari sosok pucat itu.
"Akkhh," Langkah Mee terhenti dengan rambut ditarik dari belakang.
Tangan memengang kepala, memejam menahan sakit. Ia meringis, meronta, tapi sosok di belakang mendorong dirinya hingga tersungkur ke lantai.
"Aku akan memberimu pelajaran!"
TO.BE.CONTINUE
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspeakable ✅
FanfictionAmy - gadis tunawicara yang kembali ke kampung halaman setelah sekian lama. Tujuan awal mengubah pandangan negatif sang ayah padanya berubah, pasca pertemuan dengan sosok pemuda dingin yang amat membencinya, yaitu Min Yoongi. Takdir sungguh tak tert...