25. Setidaknya membekas di ingatan

50 11 6
                                    

Aku menoleh kesana-sini, memperhatikan interior mewah mansion dimana Yoongi tinggal, mendudukan diri di sofa lembut sementara pria pucat itu pergi entah kemana.

Drrtt ... Drttt....
Aku mengernyit, beranjak karna merasa ada getaran di pantat. Kembali tangan ini meraba sofa, mencari letak getaran yang kembali terasa. Merasa aneh, ku selipkan tangan di celah sofa, berdecak kesal setelah menemukan penyebab getaran. Bagaimana bisa sebuah ponsel berada disana.

98 Panggilan tak terjawab dari papa,  mama.

Melihat notifikasi, dapat ku pastikan kalau ponsel itu sudah lama berada disana. Aneh juga, mengapa Yoongi menolak panggilan dari keluarga kecuali Seokjin. Apa mereka bermusuhan?

"Ada apa?" aku spontan menoleh, kembali duduk, sementara pria itu meletakan dua gelas jus di meja, memilih duduk di sebelah, menatap lekat seolah meminta jawaban lebih.

Aku menyodorkan ponsel yang kembali bergetar karna penggila masuk. Yoongi merengut kesal, mengambil ponsel sepihak lalu mematikan panggilan. Kenapa?

"Aku tidak mau pergi. Papa hanya memanggilku saat butuh. Aku tau, saat ini dia bersama rekan-rekan nya tengah mempersiapkan masa depan untuk ku. Aku benci mereka!"

Aku mengambil ponsel dari ransel, menulis pesam sementara pria itu merengut kesal, bersedekap, mengalihkan pandang.

"Ada apa? Ingin cerita?" Merasa ponselnya bergetar Yoongi meraih kantong, mengeluarkan benda pipih lain, lalu membaca pesan yang ku kirim.

Ia menoleh, tersenyum tipis sebelum mengeggeleng pelan. Yoongi meletakan kedua tangan dipundak ini, menatap lekat, menambah kecepatan deru jantung ku.

"Bagaimana aku bisa pergi, sedangkan kau berada disini, hmm? Lagi pula ... Aku tidak mau mengurus perusahaan itu. Aku tidak punya cita-cita yang keren seperti Seokjin. Kau juga, kan?" aku menggeleng, menepis kedua tangan nya, kembali menulis pesan di ponsel.

"Aku ingin menjadi seorang koki setelah melihat kemampuan memasak Abba. Sekarang aku sedang berusaha."

"Kalau tidak punya cita-cita, bagaimana seseorang bisa hidup? Pergi saja, setalah urusan mu selesai kau bisa menjemput ku dirumah."

"Hufftt, baiklah. Ingat! Aku melakukan semua ini untuk mu," ucapnya seraya mengecup pucuk kening ini.

"Ajumna!" Yoongi berucao setengah berteriak. Seorang perempuan paruh baya keluar lalu membungkuk hormat.

"Ya, tuan. Ada yang bisa saya bantu?"

"Jaga pacar ku baik-baik. Aku akan pegi ke kantor papa. Pria tua itu pasti sudah mengoceh disana!" kedua manik ku membulat, tangan ini spontan mendorong tubuh nya, menahan senyum. Pacar? Dia bahkan belum mengutarakan perasaan.

"Tumben sekali, biasanya anda tidak perduli dengan Tuan Min."

"Hanya ingin," ucapnya seraya berlalu pergi.

Perempuan paruh baya itu kemudian membawa ku menaiki tangga menuju kamar Yoongi. Jantung ini berdetak cepat, penasaran dengan ruangan pribadi pria pucat itu.

Tap!
Langkah ini terhenti tepat ketika pintu kamar terbuka. Tawa tak lagi tertahan, menyaksikan ruangan dengan dekorasi lembut. Kasur berukuran sedang dengan beberapa boneka, sebuah meja dengan tumpukan koleksi Lego, dan beberapa robot.

Aku melangkah masuk, menyentuh lembut kumpulan komik diatas meja belajar. Ck, kamar yang tak pernah ku bayangkan. Bagaimana bisa semanis ini?

Aku menghempaskan tubuh di atas ranjang, kembali duduk seraya memeluk boneka keropi si katak hijau yang menggemaskan.

"Semua dekorasi ini ... Usulan nyonya Min yang masih menganggap tuan Yoongi seperti anak-anak. Setiap pulang dari luar negri, ia akan membawakan banyak mainan. Itulah kenapa tuan Yoongi membencinya," aku mengangguk, mengerti dengan semua cerita si asisten rumah tangga.

Aku mengangguk, menepuk tempat di sebelah, mengisyaratkan nya untuk duduk. Meski ragu, perempuan itu akhirnya duduk dengan senyum kaku.

"Nyonya Min sangat jarang pulang. Bahkan bisa saja sebulan sekali, karna itu dia tidak melihat jelas perkembangan Yoongi. Dan akhirnya, lelaki malang itu menjadi berandalan sekarang."

Aku menatap nakas, meraih sebuah figura dimana terpajang foto Seokjin dan Yoongi. Sangat dekat. Meski sekarang terlihat sangat canggung.

Begitulah, keluarga yang memiliki banyak uang, tapi kekurangan waktu untuk bersama. Aku paham, mengapa Yoongi sampai di masukan kedalam rumah sakit jiwa. Sangt sulit menjalani masa-masa itu sendiri. Dan pria pucat itu berusaha sendiri.

Setelah lama bercerita aku memutuskan untuk memejamkan mata di ranjang empuk nya. Menyamakan diri seraya menunggunya pulang. Mungkin akan lama.

-0-

Aku mengejap pelan, menatap jam tangan yang menunjukan pukul 4 sore. Tubuh ini terlonjak kaget. Sudah sangat lama aku tertidur, apa Yoongi belum juga pulang?

Perlahan aku melangkah keluar. Samar-samar terdengar suara televisi, dan sosok pria pucat itu merebahkan disofa dengan pandangan datar. Raganya memang berada di hadapan televisi, tapi aku yakin bahwa pikiran nya melayang saat ini. Apa ada masalah?

"Sudah bagun?" tanya nya seraya memperbaiki posisi.

Aku mendudukan diri di sebelah, sementara Yoongi langsung menarik ku kedalam pelukan.

"Kau sudah lihat kamar ku, hmm? Manis bukan? Kalau mau, kau boleh ambil. Aku benci itu," aku terkekeh, mengambil note ku yang tepat berada di atas meja, menulis beberapa kata sebelum menujukan pada Yoongi.

"Aku suka. Kamar mu sangat nyaman, karna itu aku bisa tertidur lelap."

"Benar. Kalau begitu tinggalah disini. Dengan begitu aku tidak akan melewatkan sarapan, makan malam, dan pulang tepat waktu," aku kembali terkekeh. Ucapan itu benar-benar Ambigu. Dia sedang merayu, melamar, atau hanya berkata?

"Kau jangan pulang dulu, mama akan pulang sore ini," aku menunduk takut. Masih meragukan diri sendiri. Bagaimana Yoongi bisa sesantai ini. Bagaimana kalau mama membenci ku? Mana mungkin dia mau punya menantu bisu.

Selain berusaha untuk mendapatkan hati Yoongi. Apa aku masih harus berusaha mendapatkan hati kedua orang tua nya?

To. Be. Continue.

Maaf kalo gak ada feel. Part ini memang di tulis dengan terburu-buru.

1.jika menyukai cerita, harap memberikan dukungan.

2.jika membaca secara offline, bisa memberi boomvote setelah online.

3.jika ada hal yang membuat kalian resah, tolong hubungi aku agar cepat di lakukan revisi pada cerita.

4.Semoga kalian tak keberatan untuk memberi semangat ku!

Unspeakable ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang