7. Takkan pernah ada rasa

65 14 1
                                    

"Ck, jangan bilang kau mengacau lagi! Apa kurang aku menghajar mu tadi sore!" kesal! Namjoon dengan tangan mengepel siap melayangkan tinju.

"Seperti nya Yoongi memang keterlaluan," lirih Hoseok, Taehyung dan Jungkook mengangguk setuju.

Tanpa berucap Namjoon menuju meja makan dengan pizza yang tersaji. Pesanan datang beberapa menit lalu sebelum pertengkaran kecil itu terjadi. Jujur, Namjoon tak ingin kehilangan salah satu teman — termasuk Yoongi — tapi masalah semakin pelik setelah kedatangan Mee.

Pria berperawakan jakung itu berjalan kekamar, menghela nafas pelan kemudian membuka pintu. Sosok manis itu berbaring membelakangi nya, membaca buku seperti yang ia saran kan. Sungguh manis dan penurut, andai saja seorang pria baru menatapnya seperti ini pasti ia tertegun. Namun sayang, saat mengetahui kekurangan Mee, apakah masih ada yang mau bertahan?

"Kau belum tidur?" gadis itu menggeleng pelan, berbalik membenahi posisi.

"Ayo makan pizza, kau kan belum makan sejak tadi. Tidak usah beralasan, tidak usah perduli juga pada Yoongi," Namjoon meraih tangan Mee, memaksa gadis itu keluar dengan sedikit menyeret.

Tak menolak, Mee berjalan di belakang Namjoon dengan tangan masih di pegang. Tak ingin lepas, masih ingin bersembunyi di balik punggung lebar yang terus melindunginya dari Yoongi yang menatap nyalang dengan beribu rasa kesal.

"Baiklah, selamat makan!" Hoseok berucap ceriah, mulai mengambil sepotong pizza, menyuap mulut laparnya.

Air mata hampir lolos dari pelupuk mata Mee. Perasaan nya menghangat dengan banyak rasa syukur. Jujur, ini pertama kali ia melakukan makan bersama Teman. Selama di Tongyeong, tak selalu Jimin dan Hanbyul berada di sampingnya, hanya sekedar melindungi — seperti Namjoon yang hanya merasa iba.

Suara candaan mereka, sendok yang beradu dengan piring dan mangkok. Entah kapan sekelompok pria ini membuat sup daging, tapi Mee beruntung karna hanya tinggal menikmati hasil yang bisa dibilang, lebih dari masakan nya.

"Hei, buka mulut ... Aa," Hoseok membuka mulut dengan daging di sumpitnya. Melihat isyarat itu, Mee melahap antusias, tersenyum manis hingga belah mata sipit nya hampir menghilang.

"Mee, manis sekali! Ayo makan yang banyak!" kali ini Taehyung menyuapi sepotong pizza, membuat gadis itu tanpak gembul dengan mulut terisi penuh. Matanya membola, mengunyah makanan dengan susah payah. Keringat mengalir pelan di pelipis — terlalu antusias membuat ketiga pria yang duduk di samping Mee terkekeh geli dengan tingkah manis gadis naif itu. Yoongi berdecak sebal, menatap ke arah lain tanpa ekspresi.

Setelah sesi makan selesai, Namjoon merencanakan acara nonton bersamaa. Ia sengaja mengajak Mee, tau betul gadis itu terluka karna ucapan Yoongi, bahkan terlihat jelas meski coba di sembunyikan.

Hoseok, Jungkook, Taehyung duduk di karpet — sementara Namjoon dan Yoongi duduk di sofa dengan jarak di antara keduanya. Mee berjalan santai lalu mendudukan diri di antara keduanya, membuat Namjoon menoleh lalu menepuk lembut pucuk surai si gadis dari belakang.

Yoongi berdecak kesal, sedikit menjauh memberi jarak lebih antara dirinya dan Mee. Gadis itu menunduk merasa bersalah, sadar diri dengan segala kekurangan yang ia miliki.

"Hei, jangan berkecil hati. Kau lihat, sifat dinginnya Yoongi juga sebuah kelemahan. Kau tau ... Wajah tampan nya itu, bisa berubah menjadi monster menyeramkan!" Yoongi menatap tajam pria Jeon yang menyunggingkan senyum separuh.

Ada apa dengan mereka! Kenapa semua orang memojokan ku?
Apa ini permainan si bisu itu?

"Aku mau pulang! Terimakasih untuk semuanya!" kesal Yoongi seraya berjalan keluar tepat ketika tangan NamJoon melingkari pinggang Mee, menarik gadis itu mendekat. Wajah polos yang selalu sendu. Mengapa begitu menjengkelkan bagi nya.

Tepat saat ia sampai di ruang tamu, seorang pria berteriak dari luar membuat Seisi rumah beranjak keluar, kecuali Mee yang berjalan di belakang Namjoon, hafal betul dengan suara teriakan dari luar.

Yoongi membuka pintu lalu pergi tanpa menoleh pada pria paruh baya yang berjalan anarkis, menarik pergelangan tangan Mee.

"Ayo pulang! Anak sialan, mau jadi apa kau berkumpul degan laki-laki mesum seperti mereka!" bentak pria itu.

Hoseok menatap cengo, menunjuk dirinya dengan jari telunjuk, memiringkan kepala memikirkan ucapan bapak-bapak dengan aroma alkohol menyengat.

Kami mesum? Kami bahkan tak melakukan apapun pada Mee.
Dasar!

Jungkook, Taehyung dan Namjoon juga memikirkan hal yang sama. Namun berbeda dengan sosok yang berjalan menunduk, menyeka air mata dengan isakan sendu.

Pintu lift terbuka, Mee sedikit menggoyangkan tangan sang ayah yang mencengkeram kuat hingga pergelangan tangannya memerah.

"Abba ... Sakittt," lirih Mee. Pria itu menulikan pendengaran, mempercepat langkah tak perduli dengan si anak yang berjalan sedikit berlari karna terseret.

Sosok pria pucat bersandar di depan apartement, menatap ponsel yang kemudian ia kantongi setelah melihat Mee keluar bersama sang Ayah.

"Jadi itu ayah nya? Bukakah lebih baik di abaikan dari pada punya Abba seperti itu. Memang tidak ada bagus nya dari panggilan Abba. Buruk sekali," Yoongi menggerutu seraya berjalan santai di belakang keluarga dengan pertengkaran abadi itu.


-0-


Brughh!
Mee meringis menahan sakit saat sang Ayah melemparnya kedalam kamar, mengunci pintu lalu pergi entah kemana. Ia mengedor pintu berkali-kali, tetapi naif nya tak ada respon dari luar.

Ia jatuh terduduk, terisak sendu meratapi nasib nya yang harus terkahir sebagai gadis bisu.

Sekali saja ... Aku ingin memanggil Abba. Aku Ingin Abba mendengarkan ku, dan mengerti betapa aku mencintaimu....

Hal seperti ini menjadi kebiasaan bagi Mee, sejak ia tinggal bersama sang Ayah, pria itu tak pernah berubah. Pulang larut malam dengan keadaan mabuk, dan mengunci putrinya dalam kamar saat gadis itu melakukan kesalahan.

Mee meraih ponsel di atas nakas, berbaring di ranjang sembari mengetik pesan, "Jim, apa kabar?" tulis nya. Seperti hari-hari sebelumnya, ia kembali di abaikan.

Pesan serupa dikirim kepada Hanbyul, mengharapkan sebuah respon positif yang nyatanya tak pernah ia dapatkan. Mee menutup wajah dengan bantal, kecewa, putus asa dan frustasi.

Drrttt!
Kedua manik Mee membulat, mengusap ingus di hidung mungil nya yang memerah. Cepat-cepat ia meraih ponsel yang menyala, menampilkan sebuah pesan.

Jika begini aku harus apa?
Haruskah aku mengira dia menyukai ku? Atau iba dengan takdir ku?

Mee menekan pesan itu yang kemudian terpampang jelas tulisan, "apa kau baik-baik saja?"

TO.BE.CONTINUE.

Ada yang penasaran sama lanjutannya? Tunggu besok....

1.jika menyukai cerita, harap memberikan dukungan.

2.jika membaca secara offline, bisa memberi boomvote setelah online.

3.jika ada hal yang membuat kalian resah, tolong hubungi aku agar cepat di lakukan revisi pada cerita.

Unspeakable ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang