21. Jangan pernah mencoba

43 12 1
                                    

Penyesalan datang setelah gagalnya percobaan.

Mee PoV.

Seseorang bisa terbunuh karna perasaan, sebab itu aku tak ingin mencoba lebih jauh. Meski hati ini sakit ketika mengabaikan nya. Namun tak ada pilihan selain pergi.

Dunia seolah berteriak pada ku untuk berhenti, bahkan cermin juga menyadarkan atas keterbatasan diri ini. Tak pernah terbayang bahwa aku akan bertemu dengan pria pucat uang ternyata bersangkutan insenden masa lalu keluarga ini. Bisa saja aku membencinya, tapi mengapa terasa lebih berat daripada bertahan hidup?

"Kenapa tak cepat makan? Apa tidak enak?" tanya Abba.

Aku tersenyum, melahab sarapan. Benar, kehidupan ini terasa indah setelah Abba berubah, pria paruh baya itu kini lebih memperhatikan ku, ia bahkan selalu memberitahu alasan tentang apapun yang ia lakukan, tak ingin terjadi kesalahpahaman di antara kami. Moment ini adalah yang paling ku inginkan sepanjang hidup. Namun, semakin aku tumbuh, yang kurasakan hanya keserakahan. Aku ingin lebih. Aku ingin Yoongi, dan aku ingin semua.

"Appa tak menyangka kalau kau satu sekolah dengan Yoongi. Hmm, apa harus pindah? Appa takut kau terluka lebih."

Aku menggeleng, lalu menulis pesan di note yang sedari tadi neraca di pangkuan ku. Sungguh, perasan ini hncur saat Appa terus melarang.

"Aku sudah dipindah kelas. Jadi kami tak akan bertemu. Appa tak usah khawatir, Yoongi tak sejahat itu pada ku."

"Bukan begitu Mee. Appa juga segan pada keluarga Yoongi jika terus menghindari. Tapi Appa takut kau terluka. Yoongi mengalami gangguan mental sejak kecil, dia itu gila."

Aku menggeleng kasar, merobek note yang baru kutulis lalu beranjak pergi. Tangan ini memegang erat kepala yang terasa berdenyut, air mata menghangat berkumpul di pelupuk mata. Bagaimanapun Abbba hanya ingin melindungi putrinya. Dan aku mengerti, ini akan menjadi kenyataannya pahit.

"Yoon, mengapa hanya aku yang tersiksa. Aku berharap tak pernah mengenal mu!"

Aku mencoret asal note dengan tulisan itu, berlari seraya mengeratkan pegangan pada tali ransel. Sesekali mengusap air mata yang lolos.

Beberapa anak berdiri di halte bus, aku berlari mendekati kerumunan yang sibuk memasuki bus yang baru datang. Tak ada yang berubah, kecuali keberadaan sosok pucat di sebuah bangku yang tepat berada di samping ku. Menatap ponsel dengan earphones di telinga. Jantung kembali meronta, gelombang besar seolah menerjang hati ini.

Sepanjang perjalanan ia menutup mata, bersandar menikmati alunan musik yang tak dapat ku dengar. Itu tak masalah, yang menyakitkan adalah aku yang terpesona dan jatuh lebih dalam.

Cepat-cepat aku menuruni bis dan berlari menjauh dari kerumunan penumpang. Ingin rasanya aku mengisi wajahku yang memanas dan kaku selama beberapa menit lalu.

Tap ... Tap ... Tap....
Kaki ini terhenti. Aroma parfum kalem yang familiar, langkah berat dan detak jantung ini. Aku yakin Yoongi berada di belakang. Namun siapaun bisa berjalan di halal sekolah kan?

Aku kembali berlari seraya menoleh sedikit. Itu benar-benar Yoongi yang kembali berjalan santai, mengantongi tangan di saku celana seraya menatap tajam kearah ku. Jantung ini kembali bereaksi, dengan sedikit rasa perih.

Unspeakable ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang