2. Sudah Biasa

6.3K 494 21
                                    

Sabian bergabung lagi dengan mereka setelah memutus sambungan telepon. Ia mengernyit saat tidak mendapati Randa

"Randa mana?"

"Makanya kalau lagi bareng pacar jangan telponan sama cewek lain!" Steven yang menjawab Sabian dengan sindiran. Sabian langsung masuk ke dalam vila menuju ke kamar yang ditempati Randa.

Sabian berhenti diambang pintu saat melihat Randa yang merapikan seluruh barang-barangnya masuk ke dalam koper. Sabian menutup pintu kamar, tidak lupa menguncinya dan menaruh kuncinya di saku celana.

Mendengar suara pintu dikunci, Randa menghentikan aktivitasnya, ia menengok ke belakang melihat Sabian yang menghampiri.

"Ngapain?"

Randa hanya diam dan kembali merapikan barang-barangnya. Ia berdiri, siap meraih tas ranselnya, tapi Sabian menahan tangannya.

"Gue mau pulang," ujar Randa dingin menatap datar Sabian yang terlihat frustasi.

"Astaga Da! Kita belum genap seharian disini masa udah mau pulang? Kenapa? Lo gak suka sama vila ini atau gak nyaman sekamar dengan Rere? Ya udah kita sekamar!" Rasanya Randa ingin tertawa. Tertawa sinis untuk Sabian yang pura-pura tidak tau alasannya ingin pulang.

Sabian hendak meraih koper Randa, tapi Randa menahannya.

"Tadi yang nelpon lo siapa?" tanya Randa sengit masih memegang tangan Sabian yang memegang kopernya.

"Asisten. Urusan pekerjaan," jawab Sabian tenang.

Randa tersenyum kecil lalu meraih ponsel Sabian yang berada di tangan satunya.

Sabian memejamkan mata saat Randa mulai mengotak atik ponselnya. Kemudian ia membuka matanya, terlihat Randa mengarahkan ponsel itu ke arah telinganya. Ia hanya diam dan siap-siap apa yang akan dilakukan Randa. Pastinya akan membuatnya terkejut.

"Halo... ih katanya lagi sibuk... emang kerjaannya udah selesai?" Suara centil langsung menyapa pendengaran Randa.

"Halo Sayang! Kok diem?" Sekali lagi suara itu menyahut. Randa merasakan matanya memanas, ia melirik Sabian yang memilih memandang jendela yang ditutupi gorden tipis. Meski sudah berulang kali ia mendapati Sabian seperti ini, tapi tetap saja hatinya masih terluka dan berdenyut sakit.

"Halo sa..."

"Jangan ganggu Bian lagi, Lonte!!" Setelah mengatakan itu Randa membanting ponsel Sabian hingga hancur berkeping. Tentu saja Sabian terkejut karena biasanya Randa hanya akan memukulnya.

"Mir.."

"STOP!! GUE UDAH MUAK SAMA LO!! GUE MAU PERGI!!" jerit Randa histeris bersamaan dengan air matanya yang mengalir jatuh. Ia menarik koper serta menyandang tas ranselnya berjalan menuju pintu.

"BUKA PINTUNYA!! BUKA BRENGSEK!!" teriak Randa sambil menendang daun pintu. Ia menatap nyalang Sabian yang berusaha menenangkannya.

Randa berhenti menendang pintu dan beralih memukul Sabian yang berusaha mendekapnya. Randa meronta berusaha terlepas dari dekapan Sabian. Jeritan dan makian untuk Sabian tidak hentinya ia lontarkan sehingga membuat teman-teman mereka yang berada di teras mendengarnya yang membuat mereka berhenti berbincang.

"Woah! Ada kapal pecah nih!" seru Steven berdecak dan geleng-geleng kepala. Mereka semua tidak heran lagi mendengar pertengkaran pasangan itu, bahkan mereka pernah melihat secara langsung.

Kejadiannya dua tahun lalu, saat Sabian yang hampir saja nyawanya melayang karena ketahuan selingkuh dengan teman kuliah Randa saat itu. Randa melempar Sabian dengan asbak membuat kepala Sabian saat itu terluka dan mengeluarkan darah. Itulah hal yang ekstrim yang pernah dilakukan Randa. Namun, tetap saja mereka kembali bersama dan Sabian tetap saja melakukan kesalahannya.

Love Makes HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang