9. Sakit

4.6K 399 37
                                    

Hampir setiap bulan dalam setiap harinya Gibran selalu mengabari Randa, walau ia abaikan. Hal tersebut membuatnya menjadi terbiasa.

Namun, setelah malam saat ia membuat Gibran marah, pria itu sama sekali tidak menghubunginya. Rasanya sangat berbeda, ketika setiap harinya mendapat perhatian dari seorang pria, lalu tiba-tiba pria itu menghilang.

Randa merasa hampa. Gibran bukan siapa-siapanya, tapi membuatnya seperti kehilangan. Kehilangan sosok Gibran yang memberinya perhatian, walau perhatian kecil yang tidak pernah ia dapatkan dari sosok kekasihnya.

Gibran benar-benar membuat perasaannya campur aduk. Ia tidak tau apa sebenarnya perasaannya ini. Ketika kekasihnya tidak ada kabar, ia baik-baik saja. Tidak ada rasa gelisah dan khawatir. Tapi Gibran? Ia malah gelisah dan khawatir.

Hampir dua minggu menunggu kabar Gibran, ia pun memberanikan diri untuk menghubungi pria itu. Ia mengirim sebuah chat.

Ran, lo marah sama gue?

Hampir sejam ia mengirim chat yang sama sekali tidak dibaca walau centang dua membuatnya harap-harap cemas. Mungkin Gibran benar-benar marah padanya karena menolak permintaan pria itu.

Permintaan yang menyuruhnya memutuskan Sabian.

Banyak konsekuensi yang dipertimbangkan Randa jika ia memutuskan Sabian dan menjalin hubungan dengan Gibran.

Gibran dan Sabian bersahabat sebelum ia hadir dalam kehidupan Sabian. Persahabatan kedua pria itu sudah berubah seperti saudara tanpa darah.

Randa tidak ingin mengacaukan jalinan persahabatan antara Sabian dan Gibran. Dan juga, pasti Sabian tidak akan menerima keputusannya.

Faktor utama yang membuat Randa tidak bisa terlepas dari Sabian adalah pria itu yang enggan melepaskannya. Setiap kali ia ingin pergi, pasti Sabian menahannya dan malah membuatnya semakin nyaman.

Tujuh tahun lebih menjalin kasih membuat Sabian tau cara meluluhkan hati Randa dan bodohnya Randa yang tidak tau caranya agar tidak luluh pada Sabian.

Lama menunggu balasan dari Gibran, Randa memutuskan untuk membuka aplikasi chat-nya lagi. Ternyata Gibran hanya membacanya tanpa mau membalasnya. Randa menggeram kesal. Ia pun melempar ponselnya di atas ranjang dan memilih keluar dari kamar. Lebih baik ia keluar mencari udara malam hari.

Sebenarnya saat ini ia sedang flu berat dan kepalanya berdenyut-denyut. Harusnya ia istirahat dan tidak keluar. Namun, karena menurutnya tinggal di dalam kamar sendirian akan membuatnya semakin pusing, akhirnya ia memutuskan untuk duduk di taman sekitar apartemennya. Ia memeluk dirinya sendiri yang dibungkus hoodie tebal.

Matanya semakin sayu akibat flu diedarkan mengamati suasana taman malam itu. Beberapa kali ia bersin dan menyedot ingusnya dengan tisu.

Dalam keadaan seperti ini, hatinya menjerit butuh seorang sahabat agar ia bisa berkeluh kesah. Tapi, ia trauma menjalin sebuah pertemanan. Sejak dikhianati seseorang yang mengaku sebagai sahabat, ia tidak lagi mau menjalin pertemanan layaknya seperti saudara.

Keluarganya pun hanya tersisa Ibu dan kakaknya, tapi sejak ia meninggalkan keduanya, ia sangat jarang berkomunikasi dengan mereka dan bahkan sudah hampir lima tahun tidak pernah pulang ke kampung halamannya.

Hanya Laras satu-satunya orang yang biasanya menjadi tempat curhatnya. Tapi sekarang berbeda, karena Laras telah memiliki suami. Ia tidak ingin mengganggu kakak sepupunya.

Sejak Laras menikah, ia memilih menyewa apartemen karena Laras tinggal di rumah suaminya. Jika tinggal sendirian di rumah Laras, ia
merasa kesepian karena rumah itu bertingkat tiga dan sangat luas.

Love Makes HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang