15. Break

4.3K 335 14
                                    

Randa mengerang pelan seiring hisapan ringan di lehernya. Tangannya berusaha keras mendorong Sabian yang mengukungnya di balik pintu kamar hotel yang Sabian sewa. 

Saat ini Sabian dibawah pengaruh alkohol, setengah sadar dan mabuk seusai minum di pesta ulang tahun Steven.

Randa juga minum, tapi hanya seteguk karena ia tidak ingin lepas kendali.

Rambut Randa sudah acak-acakan, serta gaun selututnya sudah tersingkap ke atas. Randa masih berusaha keras terlepas dari Sabian yang semakin kasar mencumbunya. Saat Sabian bermain terlalu jauh, Randa mendorong kuat dada Sabian hingga Sabian mundur.

"Gue kangen..." Sabian menatap sayu Randa dengan senyum manisnya dan kembali mengukung Randa. Mengendus leher Randa yang kembali mengerang pelan.

"Please!! Stop it!!" Sekali lagi Randa mendorong Sabian. Nafasnya terengah-engah akibat teriak dan mengeluarkan seluruh tenaganya mendorong Sabian.

"Kenapa? Lo gak kangen sama gue?" protes Sabian mulai kesal karena selalu saja Randa menolaknya jika ia menginginkan kekasihnya itu.

Randa buang muka, ia masih mengontrol pernapasannya serta emosinya.

"Gue gak mau," lirih Randa tanpa menatap Sabian.

"Kenapa?!" teriak Sabian frustasi.

"Gue gak mau!! Gak mau!!" Randa pun mulai berteriak menatap nyalang Sabian yang terlihat frustasi.

"Mira, lo..." Sabian tak mampu mengeluarkan sepatah kata. Semuanya tertelan begitu saja saat mengingat pernyataan yang pernah terlontar dari mulut Randa.

"Gue udah tidur dengan dia."

Sekarang Sabian mulai mengerti. Kalimat yang ia yakini adalah gertakan dari Randa yang ingin terlepas darinya bukanlah kebohongan belaka. Karena setelah kejadian tersebut, Randa yang selalu pasrah jika ia meminta, menolak segala macam sentuhan bahkan berciuman pun mereka jarang melakukannya lagi.

Gelengan pelan tidak percaya Sabian lakukan menatap nanar Randa yang kembali buang muka.

"Gue gak nyangka." Sabian tertawa hambar. Suaranya tercekat. Mira-nya telah berubah. Mira-nya telah berani dan Mira-nya telah....

...berkhianat.

Dan Sabian sadar akan hal itu. Randa tidak ingin disentuh karena Randa tidak ingin disamakan pelacur yang dipakai oleh dua pria berbeda.

"Kenapa? Lo jijik liat gue karena udah dipakai laki-laki lain, selain lo? Bukannya koleksi lo juga gitu dan gue selama ini fine-fine aja kalau lo pakai gue walaupun gue tau lo sering main sama yang lainnya," sarkas Randa. Matanya mulai berembun. Melihat tatapan Sabian membuat harganya dirinya terluka sebagai wanita.

"Gue tau lo kecewa sama gue?! Tapi kenapa lo lakuin itu, Mir? Kenapa?!!" Sabian mengguncang tubuh Randa, mencengkeram kuat kedua lengan Randa. "Sama aja lo jatuhin harga diri, Mir," lirih Sabian.

"Harga diri gue udah jatuh dari dulu!! Dan itu semua karena lo!! Jadi, jangan sok peduli tentang harga diri gue. Ini hidup gue! Pilihan gue! Lo emang pacar gue, tapi gak berhak ngatur-ngatur gue! Cukup selama tujuh tahun ini lo jadiin gue boneka bego yang disakitin, dihancurin dan dikhiainatin! Gue muak sama lo!!" teriak Randa. Air matanya mulai jatuh berderai. Salah satu kelemahannya,  ia tidak bisa menahan air matanya.

Randa kembali menangis tergugu. Entah sudah berapa banyak air matanya tumpah selama menjalin hubungan dengan Sabian. Entah berapa parah luka di hatinya selama menjalin hubungan dengan Sabian. Randa benar-benar tidak sanggup kali ini.

Selama tujuh tahun, lebih banyak luka yang Sabian torehkan daripada kebahagiaan.

Sabian menyugar rambutnya, ia mengusap wajahnya lalu kembali menatap Randa yang tangisnya mulai redah.

Love Makes HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang