21. Kesalahan

5.1K 312 15
                                    

Randa mengerjap perlahan lalu membuka kelopak matanya. Sekelebat ingatan tentang hari kemarin terlintas di kepalanya.

Bermula saat ia bangun setelah sepanjang malam dibuat tidak tidur oleh Sabian dan pada paginya ia hanya seorang diri di atas ranjang. Sabian benar-benar meninggalkannya dan malam itu benar-benar malam terakhir mereka.

Harusnya Randa lega dan bahagia, akhirnya Sabian benar-benar pergi dari hidupnya, tapi batinnya memberontak tak rela dan memaki dirinya yang telah menyuruh Sabian pergi dari hidupnya.

Efek dari semua itu, ia tidak berkonsentrasi dalam bekerja sehingga mendapat omelan dari Laras. Untuk pengalihan dirinya karena memikirkan Sabian sepanjang hari. Ia pergi ke club untuk minum sebanyak-banyaknya agar melupakan semuanya. Meski hanya sejenak.

Tapi, baru empat gelas ia sudah tumbang tak bisa bergerak sama sekali karena seluruh tubuhnya lemas serta kepalanya terasa berat.

Baru sedikit sadar setelah ia muntah dan Dera yang berniat mengantarnya pulang.

Dera...

Kesadaran Randa langsung kembali sempurna. Dengan cepat ia bangun dari tidurnya lalu merapatkan selimut di tubuhnya.

Dera yang duduk termenung di sofa tunggal dalam kamar hotel terbuyar dan langsung menatap Randa.

Randa bisa melihat Dera yang begitu kacau dan frustasi.

Randa meneguk salivanya susah payah dan melirik ke dalam selimut. Randa tidak mengenakan apa-apa.

"Da, gue... gue bener-bener minta maaf... semalem... semalem... gue..." Dera yang beranjak berdiri hendak menghampiri Randa, tapi Randa mengangkat satu tangannya menyuruh Dera tidak mendekatinya.

"Da..." pinta Dera agar Randa mendengarkannya.

"Biarin gue tenang dulu," ujar Randa dengan nafas memburu karena panik dan gelisah. Randa memejamkan mata untuk menenangkan dirinya. Mengingat jelas kenapa bisa ia dan Dera berakhir di kamar hotel.

Semalam mereka berdua mabuk dan Dera tidak sanggup lagi mengemudikan mobilnya. Karena takut terjadi apa-apa, sehingga Randa memutuskan menginap di hotel karena ia tak ingin tidur di mobil. Dera yang bermaksud mengantar Randa ke kamar hotel, entah kenapa ikut tinggal juga.

Keduanya dibawah pengaruh minuman alkohol hingga mereka melihat satu sama lain pasangan masing-masing. Dera yang melihat Randa sebagai Rere dan Randa yang melihat Dera sebagai Sabian. Sehingga terjadilah hal-hal yang tak mereka inginkan.

"Serius kita lakuin 'itu'?" tanya Randa setelah berhasil sedikit tenang, walau masih gelisah.

Mata Dera sudah memerah karena mengingat sang calon istri. Dera mengangguk lemah. Entah kenapa ia melakukan hal 'itu' pada Randa? Melihat Randa sebagai Rere. Dera marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa mengendalikan semuanya. Dera merasa bersalah pada Randa, apalagi pada Rere. Apa yang akan ia katakan pada Rere? Sebentar lagi mereka akan menikah!

Dera seakan ingin menenggelamkan diri di lautan samudra saja.

"Da gue... gue minta maaf...," pinta Dera dengan suara parau. Lama mengenal Dera, baru kali ini Randa melihat sisi lain dari Dera.

Dera yang ia kenal sebagai sosok yang tengil dan ceria, berubah menjadi Dera yang lemah tak berdaya di hadapannya saat ini.

Randa bisa melihat tatapan Dera yang begitu merasa bersalah saat menatapnya.

"Harusnya gue yang minta maaf. Kalau lo gak anterin gue... kita gak bakal..." Randa tidak mampu melanjutkan perkataannya.

Dera menyugar rambutnya lalu mengusap wajahnya kasar.

"Rere?! Ka-kalian bentar lagi nikah. Astaga!! Der, gue bener-bener..." Randa pun merasa bersalah. Apalagi saat mengingat Rere. Wanita kalem yang lemah lembut dan selalu bersikap sopan, juga baik padanya.

Randa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu menangis. Kenapa hidupnya seperti ini? Kenapa semuanya harus begini?

Banyak pertanyaan kenapa yang tidak bisa ia jawab sendiri.

Randa merasakan tepukan di puncak kepalanya, ia menegakkan kepalanya sembari menyeka air matanya.

Dera telah berdiri di sebelah ranjang tempatnya duduk. Tersenyum lemah untuk menenangkannya.

"Gue juga salah Da... so sorry." Dera terkesiap saat Randa meraih tangannya yang masih berada di kepala Randa.

"Oke. Kita lupain semua yang terjadi. Anggap aja, apa yang terjadi semalam, gak pernah terjadi!" pinta Randa yang langsung Dera setujui.

Lalu Randa melepaskan tangan Dera kemudian membuang muka menatap pantulan dirinya di cermin yang tersedia di kamar hotel tersebut.

Semoga semuanya baik-baik saja.

Kalimat yang Randa rapalkan di dalam hati beberapa kali.

Semoga hidupnya menjadi lebih baik.

Kalimat harapan Randa untuk ke depannya.

*****

Randa memasuki apartemennya dengan malas. Kakinya terasa lemas bagai jeli sehingga ia tidak sanggup menopang tubuhnya. Randa memilih duduk di lantai dengan menekuk kedua kakinya lalu memeluknya. Menatap lurus ke depan.

Walau sudah berniat ingin melupakan kejadian semalam, tapi kepalanya masih saja menampilkan sekelebat dirinya saat menyatu dengan Dera.

Air matanya yang sedari tadi ia tahan, akhirnya tumpah. Kedua telapak tangannya menutup wajahnya lalu menangis sejadi-jadinya.

Entah kenapa ia merasa sangat murahan. Harga dirinya benar-benar sudah tidak ada lagi.

Ponselnya yang berada di dalam tas berdering. Ia menyeka air matanya lalu merogoh tasnya. Nomor asing tertera di layar. Segera ia menjawab panggilan itu.

Saat di seberang sana terdengar sahutan, dengan cepat Randa mematikan sambungan lalu memblokir nomor tersebut.

Mood-nya yang memang buruk, semakin buruk setelah mendengar suara Gibran.

Pria itu benar-benar tidak menyerah. Selalu menerornya dengan nomor baru karena Randa telah memblokir nomor Gibran. Harusnya jika ada nomor asing, ia tidak perlu menjawabnya.

Randa berdiri, kakinya terasa kesemutan karena terlalu lama berjongkok. Matanya pun terasa sakit karena terlalu lama menangis.

Ia memutuskan untuk berendam saja. Doakan saja ia tidak kelepasan untuk menenggelamkan dirinya.

.

.

.

.

.

17 November 2020

Love Makes HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang