29. Berakhir

4.2K 327 16
                                    

Sabian mengurungkan niatnya turun dari mobil saat merasakan tidak ada pergerakan dari Randa. Sabian tau Randa sekarang gugup dan gelisah karena akan bertemu dengan keluarganya. Walau bukan pertama kalinya, tapi hubungan mereka yang tidak direstui membuat Randa tetap gugup.

Sabian meraih, menyentuh tangan Randa yang berada di pangkuan wanita tersebut. Randa menoleh menatap Sabian yang tersenyum menenangkan. Tangan Sabian juga mengelus punggung tangannya seakan memberitahu Randa semuanya akan baik-baik sama.

Keduanya turun dari mobil. Genggaman Sabian semakin erat saat berada di depan pintu kembar di hadapan mereka. Keduanya pun tanpa sadar menghela nafas panjang dan mempersiapkan diri apa yang akan mereka hadapi.

Tanpa mengetuk pintu, Sabian mendorongnya hingga terbuka. Masuk ke dalam rumah seraya menarik Randa.

Suasana hening di rumah tersebut. Sabian mengkerutkan kening saat melihat seluruh anggota keluarganya berkumpul di ruang tamu, seperti menunggu kedatangannya. Begitupun Randa yang mengernyit bingung, apalagi melihat seseorang yang tidak ia kenal.

Kakak Sabian yang pertama kali menyambut Sabian. Tapi, bukan dengan cara baik, melainkan melayangkan bogeman mentah hingga mengumpat keras.

Randa memekik, refleks genggaman tangan Sabian terlepas saat Rasya menarik Sabian lalu menghempaskannya ke lantai. Randa hanya mampu menutup mulutnya.

"Brengsek lo!! Lo bikin malu Mama, anjing!!" Dua kali Rasya menjejakkan kakinya di paha sang adik. Meluapkan emosinya yang ia tahan sejak kemarin.

Mama hanya mampu menangis melihat Sabian dihajar oleh putra pertamanya. Mama ditenangkan oleh adik perempuan Sabian.

Sabian yang tidak tau kenapa kakaknya memukulnya, tentu tidak diam. Sabian bangkit dan menangkis serangan Rasya yang hendak meninju perutnya.

"Maksud lo apa langsung pukul gue?! Santai dong!!" Sabian diliputi emosi. Mendorong dada Rasya hingga mundur beberapa langkah.

"Lo brengsek!! Lo hamilin anak orang! Bikin Mama malu!! Emang lo bangsat!!" Sekali lagi Sabian merasakan pukulan di perutnya dan rahangnya, hingga ia bersimpuh di lantai sambil memegang perutnya.

"Mas Udah! Kasihan Bian!" Randa tidak tinggal diam. Ia memeluk Sabian saat melihat kakak Sabian hendak menghajar Sabian lagi.

"Pacar sialan lo itu gak perlu dikasihani, Da! Sialan dia! Bikin keluarga malu!!" Sabian mendongak menatap kakaknya tidak mengerti yang sedari tadi mengatakan membuat keluarga malu.

"Maksud lo apa, Mas?! Jangan main pukul aja lo!! Gue gak ngerti lo ngomong apa?!" teriak Sabian murka lalu meringis merasakan sakit di perutnya serta rahangnya perih.

"Lo kenal siapa dia?!" Otomatis pandangan Sabian maupun Randa mengarah ke wanita yang duduk sambil menunduk. Terlihat tubuh wanita itu gemetar.

"Reni...," gumam Sabian mengkerutkan keningnya mencoba mengingat siapa Reni.

Randa menatap Sabian dari samping. Perasaannya tiba-tiba tidak enak. Perlahan tangannya terlepas dari tubuh Sabian dan kembali menatap Reni yang sudah menegakkan kepalanya lalu ia melihat perut Reni yang menyembul keluar.

Dada Randa terasa sesak, matanya memanas. Tiba-tiba hatinya berdenyut sakit.

"Sabian... Mama kecewa sama kamu... kecewa. Kamu bikin Mama malu..." Mama pun meraung menghampiri Sabian dan memukul pelan lengan Sabian yang masih mematung mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

Perlahan Randa beringsut. Berdiri. Hampir saja limbung kalau saja ia tidak cepat bertopang pada dinding di sebelahnya.

"Reni hamil anak lo. Usianya udah empat bulan. Lo harus tanggung jawab!" ujar Rasya tegas membuat Sabian kembali mendongak menatap sang kakak. Sabian sama sekali tidak terganggu pada sang Mama yang masih terus-menerus memukul lengannya.

Love Makes HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang