30. Noah

3.7K 309 10
                                    

Rencana yang telah disusun sedikit demi sedikit akhirnya hanya menjadi wacana. Tidak pernah terpikirkan ke depannya akan berakhir seperti ini. Tidak pernah terlintas dalam benak Randa, jika secepatnya ia dan Sabian benar-benar telah berakhir.

Karena fokusnya akhir-akhir ini untuk menata hati serta kondisi kehamilannya, ia tidak mengingat jika masa kontrak unit apartemennya telah berakhir. Sama sekali belum menemukan tempat tinggal baru. Akhirya ia memutuskan untuk menyewa kamar hotel dulu.

Entah kemana Randa berpijak. Ia tidak tau harus kemana. Rencananya ingin pergi dari kota tersebut, tidak bisa terlealisasikan karena takut menempuh perjalanan jauh dengan kondisi kehamilannya yang masih rentan.

Saat ini, ia sedang duduk di halte, menunggu taksi yang ia pesan untuk membawanya ke hotel yang telah di booking.

Beberapa hari ini, Randa sering melamun dengan pikiran kosong. Membuat Randa tidak sadar ada Noah yang menghampiri Randa karena tidak sengaja melihat Ransa duduk sendirian di malam hari.

"Randa.." Randa terkesiap. Matanya membulat sejenak melihat kehadiran Noah di hadapannya.

"Hai!" sapa Randa pada Noah. Meski ingin menyapa pria itu ceria, tapi tetap saja raut wajahnya menggambarkan kesedihan yang mendalam.

Noah tidak membalas sapaan Randa. Ia fokus pada perubahan fisik Randa. Wanita itu terlihat kurus dan perutnya yang mulai membesar. Noah mendesah berat lalu tersenyum tipis pada Randa.

"Mau kemana?" tanya Noah memperhatikan koper besar di sebelah Randa.

"Ah gue mau ke hotel Luxury."

"Ngapain?"

"Nginep," Randa meringis melihat Noah yang menatapnya bingung. "Masa kontrakan gue habis. Gue belum nemu kos-kosan makanya hari ini nginep di hotel dulu. Baru besok nyari kosan," jelas Randa agar Noah tidak bingung.

"Kos-kos'an?" Sekali lagi Randa meringis. Randa sekarang tidak memiliki pekerjaan. Ia memang memiliki tabungan, tapi ia harus mempersiapkan biaya untuk kelaharian anaknya kelak. Jadilah, ia berencana menyewa kamar kos saja.

"Gue sekarang pengangguran," ujar Randa menyengir.

Noah menatap iba Randa. Wanita yang sudah ia anggap adik tersebut.

Bunyi klakson menginterupsi mereka. Randa beranjak dari duduknya saat taksi pesanannya telah tiba.

"Gue duluan ya, No!" Saat Randa ingin menarik kopernya, tapi didahului Noah.

"Gak usah nginep di hotel. Gue ada apartemen. Lo tinggal di sana aja," sela Noah.

"Tapi... gue udah booking hotelnya. Terus taksinya?" ujar Randa menunjuk mobil berwarna putih.

"Gak usah pikirin!" Lalu Noah bicara pada supir taksi. Membayar lebih karena tidak jadi memakai jasa supir tersebut.

Noah pun memasukkan koper Randa ke bagasi mobilnya. Lalu menuntun Randa masuk ke dalam mobil.

Dalam perjalanan, tercipta keheningan diantara mereka. Padahal biasanya mereka akan saling bicara atau melempar gurauan.

"Sabian nikah," ujar Noah tiba-tiba. Bukannya ingin melukai hati Randa, tapi ia masih tidak percaya jika sahabatnya itu menikah dengan wanita lain. Padahal yang ia tau Randa tengah hamil anaknya Sabian. Itulah informasi yang ia ketahui saat Sabian dan Gibran bertengkar beberapa waktu lalu.

"Hm," Randa hanya berdehem. Meremas ujung kardigannya. Ternyata pria itu benar-benar menikah. Bertanggung jawab, sesuai dengan keinginannya.

"Lo kan hamil, Da. Sorry... maksud gue, kenapa Sabian gak tanggung jawab?" Randa menoleh menatap Noah. Sekilas Noah membalas tatapan Randa.

"Ini bukan anaknya Bian," ujar Randa pelan. Sangat pelan nyaris seperti bisikan. Tangannya beralih mengusap perutnya yang mulai menyembul.

Tentu saja Noah terkejut, tapi dengan cepat ia menormalkan ekspresinya. Mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Sabian tidak menikahi Randa yang tengah hamil karena anak yang ada di kandungan Randa bukan anaknya Sabian. Sehingga Sabian menikah dengan wanita lain yang tengah hamil anaknya.

Kenapa hidup sahabatnya itu begitu rumit?

Lalu siapa pria yang menghamili Randa?

Sekali lagi, Noah menoleh menatap Randa yang mengusap perut.

Randa yang merasa ditatap, menoleh menatap Noah yang sudah kembali fokus menyetir.

"Engh... terus... itu.." Noah tidak enak hati menanyakan perihal siapa pria yang menghamili Randa. Noah juga yakin, Randa bukanlah wanita yang murahan. Terlepas, dari masalah antara Gibran dan wanita tersebut. Karena sejujurnya, Noah pun mendukung jika Randa berselingkuh membalas perbuatan Sabian. Tapi tidak pernah menyangka jika Gibran yang menjadi lawan main hati Randa.

"Gue gak tau." Randa yang mengerti Noah menanyakan ayah dari bayinya pun berujar.

Sekali lagi Noah syok, kembali menatap Randa. Hanya sekilas karena ia harus fokus menyetir.

"Waktu itu gue mabuk. Terus... gak tau siapa yang bawa gue ke hotel and then... lo bisa tebak sendiri gimana akhirnya," Ujar Randa kembali lagi menyelipkan kebohongan dalam penjelasannya siapa ayah dari bayinya. Karena ia tidak ingin membuat masalah.

Kembali lagi hening. Noah melirik Randa yang menatap lurus ke depan.

"Engh... lo mau makan?"

Randa menoleh menatap Noah. "Iya."

"Oke. Kita makan dulu. Eh lo mau makan apa?"

"Gue mau makan nasi bakar."

"Lagi ngidam ya."

"Engh... ya gitu deh."

"Oke. Kita cari tempat makan yang jual nasi bakar."

"Thanks Noah."

Noah kembali menoleh menatap Randa. "Santai aja."

Kemudian satu tangan Noah terulur untuk mengusap puncak kepala Randa. Saat ia tersadar, dengan cepat ia menarik tangannya. Kemudian berdehem dan kembali fokus menyetir.

*****

Sesampainya di unit apartemen Noah, Randa dipersilahkan masuk ke kamar tamu. Apartemen tersebut memiliki dua kamar. Tampilan apartemennya sangat rapi. Noah sekali yang di kenal sebagai pria rapi.

Noah membantu Randa menyeret koper besar milik Randa ke dalam kamar.

"Mulai sekarang lo tinggal di sini. Santai aja gak usah sungkan."

Randa yang sibuk mengamati dalam kamar, dengan cepat mengalihkan pandangannya pada Noah.

"Gue cuma malam ini kok di sini. Besok gue bakal pergi kalau udah nemu kos-an," ujar Randa.

Noah menggeleng keras. "Lo tinggal di sini gratis. Kalau lo nyewa kamar kos uang lo keluar lagi. Jadi, mending tinggal di sini. Oke?"

"Tapi, No..."

Noah menggeleng lagi membuat Randa berhenti bicara. "Da, terima aja ya?"

Mau tidak mau Randa mengangguk. Tidak ada salahnya menerima bantuan Noah. Itu berarti uangnya tidak perlu keluar untuk biaya tempat tinggal.

"Terus lo tinggal dimana?" tanya Randa.

"Rumah bokap."

"Engh... ya udah. Lo istirahat. Gue balik dulu." Setelah Randa mengangguk. Noah pun keluar dan tidak lupa menutup pintu.

Randa duduk di tepi ranjang. Bersyukur karena masih ada yang baik padanya di tengah kesusahannya. Yang ia pikirkan saat ini adalah tujuannya. Karena setelah usia kandungannya melewati masa rentan, ia akan pergi dari kota ini.

.

.

.

.

.

21 November 2020

Love Makes HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang