Rere menegakkan kepalanya melihat Randa yang baru keluar dari kamar mandi sedang mengusap rambutnya yang basah. Wanita itu sudah mengenakan pakaian lengkap. Ia memperhatikan Randa yang duduk di kursi depan meja rias, sambil mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer.
Randa menyadari Rere mengamatinya, ia pun membalas tatapan Rere dari pantulan cermin. Kemudian ia tersenyum kecil, yang dibalas dengan hal sama. Merasa rambutnya sudah kering, ia pun mematikan hair dryer, lalu mulai menyisir rambutnya.
"Semalem Mbak Randa gak tidur disini ya?" tanya Rere pelan. Randa masih menyisir rambutnya. Ketika sudah rapi, ia pun meraih cream wajah untuk memoles wajahnya sembari menjawab pertanyaan Rere.
"Hm... gue tidur di kamarnya Bian," jawab Randa pelan, sesekali membalas tatapan Rere lewat pantulan cermin.
"Kenapa kalian gak nikah aja?" Pertanyaan polos Rere membuat Randa terkikik.
"Hadeh Re! Gue pacaran sama Bian aja pusing, gimana mau nikah... bisa-bisa gue gantung diri." Meski bernada bercanda, tapi kalimat Randa terasa serius di pendengaran Rere.
"Ya siapa tau aja Mas Sabian berubah Mbak... banyak kan cowok berubah setelah menikah apalagi kalau udah punya anak." Randa terdiam. Ia meletakkan alat make up-nya di atas meja, lalu memutar tubuhnya menghadap ke arah Rere.
"Gue pernah hamil.... dan tetap aja Bian seperti itu... bahkan gue keguguran karena stres pikirin kelakuannya," jawaban blak-blakan Randa membuat Rere terkejut. Rere memang baru akrab dengan Randa hampir setahun ini setelah ia menjalin hubungan dengan Dera. Mereka tidak terlalu dekat dan tidak pernah mengungkapkan privasi mereka seperti saat ini.
"Mbak..." Hanya itu yang mampu keluar dari mulut Rere. Ia menatap bersalah pada Randa. Pasti wanita bersuara serak itu teringat masa lalu yang menurutnya buruk.
"It's okay! Itu udah lama... kira-kira..." Kening Randa berkerut mencoba mengingat kejadian malang itu. "Engh... tujuh tahun yang lalu kalau gak salah, waktu itu gue lagi persiapan ujian. Ya mungkin karena stres belajar juga sih." Randa kelewat santai menjelaskan semua itu. Menganggap semua itu bukanlah perkara yang sulit.
"Lho... Mbak Randa pacaran sama Mas Sabian pas Mbak kelas tiga SMA, 'kan?" Randa mengangguk. Rara mengernyit bingung.
"Gue baru dua bulan pacaran sama Bian, tapi Bian udah ajakin gue 'gituan'. Bian benar-benar parah." Randa geleng-geleng kepala sambil tertawa.
"Hah?!" Tentu saja Rere terkejut. Ternyata dari dulu Sabian sebrengsek itu. "Kenapa Mbak Randa mau? Dulu Mbak kan masih kecil banget."
Randa kembali tertawa mendengar Rere yang begitu terkejut dan polos dengan penuturannya. Ia pun berdiri lalu duduk di sebelah Rere.
"Waktu itu gue udah delapan belas tahun Re. Udah gede!" Randa masih tertawa. Entah apa yang lucu sehingga membuatnya tertawa selepas seperti itu. Menertawakan dirinya dulu antara polos atau mungkin bodoh, menyerahkan harta berharganya untuk Sabian.
"Jangan bilang lo...." Randa menunjuk wajah Rere sambil memicingkan mata.
"Aku kenapa Mbak?"
"Ah... gak 'gitu' ya?"
"Maksud Mbak?"
"Sama Dera?"
Rere terdiam sejenak. Berusaha memproses apa yang dikatakan Randa. Setelah mengerti, ia pun menggeleng.
"Hm... bagus deh. Jangan lakuin 'itu' sebelum kalian nikah. Jangan sampai kayak gue. Gak baik."
Rere tersenyum lalu menepuk pundak Randa pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Makes Hurt
ChickLit》Love Makes Series 3《 • • • Randa lelah dengan hubungannya yang dikategorikan tidak sehat atau malah palsu dan hancur. Mencoba bertahan karena cinta, tapi banyaknya pengaruh dari orang luar dan lelah batin, hatinya goyah ingin melepas semuanya. Nam...