9. Sama-Sama Membenci🥀

2K 309 42
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sama seperti cuaca yang tiba-tiba berubah, suasana hatinya pun ikut berubah. Awal mula terlihat cerah, tapi beberapa saat kemudian awan hitam satu persatu mulai muncul menutupi matahari. Angin berembus kencang, terlihat pepohonan rindang bergerak sesuai arah angin. Davier mengendarai mobil dengan perasaan tidak tenang. Bagaimana tidak? Lily—teman barunya—hanya meninggalkan suara tangis dan jeritan. Davier ingin sekali mendobrak, dan melihat keadaan Lily tapi, Davier sama sekali tidak mempunyai keberanian. Janji adalah bumerangnya, seorang Davier akan selalu menepati janji yang telah diungkapkannya.

"Sial," maki Davier, "ayah macam apa dia?!"

Seketika Davier terdiam, lidahnya tiba-tiba kelu. Tak bisa memaki pria itu lagi, walau hatinya merasa tak puas dengan makian kecil itu. Ia sadar, tidak hanya pria itu yang tidak punya otak bahkan ayahnya sendiri pun juga tidak punya otak. Tidak, bukan mereka tapi dirinya sendiri yang tidak punya otak. Beruntunglah, Devano—ayahnya— sudah sadar. Tidak ada alasan lain, untuk memaki beliau.

Mata Davier menyipit, melihat sekumpulan orang sedang menghadang seorang wanita. Tampaknya, wanita itu tengah mabuk berat. Saat beberapa pria ingin menyentuh wanita itu, wanita itu langsung menepisnya kasar. Salah seorang pria, menjambak rambut wanita itu.

Benar-benar menjijikkan.

Davier menghentikan mobilnya, tepat di depan orang-orang itu. Mereka harus mendapatkan pelajaran setimpal karena telah menodai matanya. Orang-orang itu terdiam, menatap mobil Davier dengan tatapan tak percaya.

"Tolong," lirih wanita itu, berusaha untuk melepaskan cekalan tangan pria itu. Seberapa kuat wanita itu memberontak, tapi tetap saja dia masih kalah saing dan jumlah.

Davier keluar dari mobil, memandang jijik pada sekumpulan pria bejat. "Cari mati?" desis Davier. Kedua tangannya mengepal, bersiap melayangkan pukulan maut.

Mereka terdiam sedangkan wanita itu menangis tersedu-sedu. Salah satu di antara mereka menyikut temannya. "I-itu Davier! Anak Devano, kita pergi aja sekarang!" bisik orang itu pada teman-temannya. Tidak lama, mereka semua pergi berlari meninggalkan Davier.

Davier tersenyum miring. Sedikit menyebalkan, mereka membawa-bawa nama ayahnya. Memang, ayahnya sedikit bengis. Jangankan orang lain, keluarganya sendiri pun di eksekusi jika berbuat salah. Kemarahan Devano akan menjadi-jadi saat ada orang lain mengusik anggota keluarganya. Tidak hanya Devano, bahkan dirinya bisa melebihi Devano. Sayang sekali, Vana telah mengikatnya dengan janji.

Wanita itu meringkuk ketakutan, bau alkohol sangat menyengat di hidung Davier. Aletha, ya, wanita itu adalah Aletha. Mantan calon istrinya.

Davier membangunkan tubuh Aletha sambil menutup hidungnya. Wanita ini sepertinya sudah minum terlalu banyak. Saat hendak berdiri, Aletha pingsan di dada Davier.

"Menyusahkan," gumam Davier sedari mengangkat Aletha ke dalam mobilnya.

***

Davier membawa Aletha ke apartemennya. Tidak ada pilihan lain, ia tidak tahu di mana letak rumahnya. Nasib miris hari ini benar-benar membuatnya muak. Pertama pingsan di jalan, bertemu dengan ayah Lily dan terakhir bertemu wanita malam seperti Aletha.

Sorry, Lily (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang