HAPPY READING!
Udara perkotaan pada siang hari memang tidak bagus. Apalagi debu-debu, asap kendaraan, dan angin panas berkumpul menjadi satu, ditambah suara klakson beradu antara kendaraan satu dengan kendaraan lainnya. Percayalah, hal itu membuat kepala pening.
Lily duduk dengan perasaan tak tenang di kursi bus barisan kanan tepat di dekat jendela. Sekotak bunga mawar setia menempel di pangkuannya. Walaupun ayahnya tak menyuruh untuk berjualan bunga lagi, tetapi ia tetap melakukannya. Ini semua ia lakukan demi, mengobati penyakitnya dan mencoba bertahan hidup lebih lama lagi.
Kepala Lily mendongkak menatap ke arah lansia yang sedang mencari-cari tempat duduk. Kakinya sedang penat dan kepalanya pusing. Ia ingin menolong lansia itu tapi—bagaimana dengan kondisinya?
Lily sedikit melirik ke arah seorang pemuda di sebelahnya, selanjutnya ia beralih menatap semua orang. Tidak ada satu pun dari mereka yang memberikan tempat duduknya untuk lansia itu. Terpaksa, dengan sedikit kekuatan Lily bangkit.
“Maaf permisi,” ucap Lily sopan pada pria itu.
Pria itu tersenyum kecil lalu ikut bangkit, memberikan jalan untuk Lily. Setelah bisa keluar, Lily memanggil lansia itu dan memberikan kursinya. Tanpa memedulikan keadaannya sendiri, ia menuntun lansia itu ke tempat duduknya.
“Maaf. Bisa geser?” pinta Lily sopan pada pria itu lagi. Lagi dan lagi pria itu hanya tersenyum seraya menggeserkan posisinya ke kursi sebelah.
Lily tersenyum senang. “Nenek duduk di sini ya?”
Lansia itu mengangguk, kemudian duduk dengan tenang. “Terima kasih, Nak. Kamu baik sekali,” kata lansia itu sedari menggenggam tangan Lily.
“Kembali kasih, Nek,” balas Lily, senyumannya tak memudar dari wajah cantiknya. Genggaman tangan lansia itu terlepas, sesegera mungkin Lily berpegangan di tiang besi.
Tidak lama, bus berhenti. Kepalanya bertambah pusing, kakinya gemetar hebat. Tidak, Lily harus kuat. Tinggal keluar dari bus dan duduk sejenak di halte.
Saat kakinya hendak melangkah, tiba-tiba tangannya di genggam oleh seseorang. Ya, seseorang itu adalah pria yang tadi duduk di sampingnya. Tanpa meminta izin terlebih dahulu, pria itu langsung menggendongnya. Refleks Lily menjerit kaget, wajah Lily berubah panik. Pasalnya pria ini orang asing, apa jangan-jangan pria ini ingin menculiknya?
Pria itu menurunkannya di kursi halte. Bahu Lily naik turun, berusaha mengatur pernafasannya kembali. Keadaan yang lemas tadi, membuatnya tak bisa memberontak. Pria itu memberhentikan pedagang keliling dan membeli dua botol air mineral. Lily masih menatap pria itu dengan pandangan tak percaya, sampai tiba pria itu balik menatapnya.
Tatapan hangat, senyuman indah dan wajah tampan bak pangeran di dunia khayalannya. Tentu saja pria itu tidak bisa mengalahkan pesona Davier yang jauh memikat hatinya. Langkah kaki pria itu, menapak bersamaan dengan detak jantungnya. Bukan karena ia menyukai pria itu tapi, ia hanya takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, Lily (TAMAT)
Romansa(Cerita ini ikut serta dalam Event GMG Hunting Writers 2021) "Kalau kamu mau berteman denganku, kamu gak boleh gunain kekuasaan kamu. Aku mau kamu janji, kamu akan menjadi seorang manusia biasa jika berada didekatku." Sebuah janji yang membuat seora...