Seokjin bukanlah sebuah patung batu yang tak memiliki hati untuk dapat merasakan. Seokjin hanyalah manusia yang memiliki kadar untuk merasakan hal yang sama seperti halnya dengan orang lain disekitarnya.
Merasakan bahagia yang sama bahkan juga merasakan sakit yang sama. Tapi apa adil untuknya yang selalu saja harus menyembunyikan apapun yang ia rasakan. Seokjin sakit, jauh didalam hatinya sebenarnya ia sedang terluka.
Menjadi seorang anak korban ketidak harmonisan keluarga tentu saja bukan pilihannya. Itu jalan takdirnya. Seberapa besar usaha, semua yang terjadi bukanlah sesuatu yang bisa ia tolak. Dia hanya bisa menerima tanpa berhak untuk memprotes.
Ayah telah memilih jalannya sendiri. Meninggalkan ia bersama Ibu dengan perasaan sakit hati yang tak berkesudahan. Ego membawanya pergi. Melepaskan dunia lama untuk menata ulang dunianya bersama orang baru. Bersama anaknya yang tentu saja bukanlah Seokjin.
Siapa yang tidak kecewa pun demikian pula yang dari dulu hingga sekarang Seokjin rasakan. Ayah tak hanya sekedar pergi tapi turut menghancurkan semuanya hingga tak bersisa. Mengahancurkannya sampai berkeping-keping. Lantas tercecer menjelma jadi ribuan keping hati yang hancur dan jelas tak bisa utuh kembali.
Sementara Ibu, miliknya satu-satunya. Orang yang kini menjadi keluarga terakhir untuknya. Justru mengalami hal yang jauh lebih menyakitkan. Kehilangan justru membuatnya jatuh depresi. Banyak bersembunyi dan enggan menatap Seokjin.
Seokjin tak pernah benar-benar punya siapa pun untuk memperhatikan dirinya. Untuk memahami luka hati yang terus ia simpan dengan rapih sedari usianya baru saja menginjak 6 tahun bahkan hingga sekarang. Tak ada yang mampu mengerti.
Jika ditanya apakah Seokjin ingin bahagia ?. Tentu Seokjin akan dengan lantang menjawab tidak. Dirinya tak perlu bahagia, jika bisa bahkan tidak boleh bahagia. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk tetap menyayangi Ibunya. Membagi beban sakit itu berharap bisa menyelami apa perasaan Ibu selama ini.
Tapi semua berubah saat ia bertemu dengan teman-teman barunya. Hidup yang semula biasa kini terasa sedikit lebih berbeda sebab teman-teman yang memberikannya pengalamam baru. Berbagai macam bentuk perasaan yang sebelumnya tak pernah Seokjin rasakan sendiri. Tentu saja dari semua itu pengalaman yang benar-benar ingin Seokjin rasakan adalah balas dendam.
Ego mungkin menghendakinya demikian. Tapi apakah anak sebaik Seokjin benar-benar mampu membalaskan dendam kepada Ayah. Hal itu hanya tinggal menunggu waktu. Apakah sang takdir akan merestuinya atau tidak.
Hai semua,
Ini ceritaku yang baru. Berbeda dengan sebelumnya aku mencoba mengangkat genre yang sedikit lebih nyaman dibaca. Aku masih penulis amatiran jadi mohon maaf apabila ada kata-kata yang agak kurang nyaman atau pun typo yang mungkin bertebaran di mana-mana. Bagi yang sudah mau berkenan mampir di ceritaku. Terima kasihSalam
Author
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thousand Pieces
FanfictionSeokjin bukannya tidak ingin merasakan yang namanya bahagia. Tapi jujur saja ia tidak bisa. Bukan karena tidak mampu meraih, melainkan karena ia merasa jika dirinya tak pernah pantas bahagia. Ribuan potong kenangan menyakitkan membawanya pada kenya...