Di dalam tenda, terjadi kericuhan kecil yang dibuat oleh ketiga gadis itu. Sesekali mereka membanting apapun yang ada di sekitarnya, bahkan mereka mengacak-acak barang-barang milik ketua mereka.
"Aku pikir dia bijaksana, ternyata nyalinya sangat kecil, cih!" cibir Yihua yang terlihat paling kesal.
"Aku ... merasa bersalah padanya," ucap Yi Jian yang sedari tadi hanya mengikuti saja.
"Andai saja aku tidak memaksanya memberikan kristal itu, mungkin ini tidak akan terjadi ...." lirih Liwei yang merasa paling bersalah.
Yihua menghampiri mereka berdua, lalu duduk di antara mereka.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Yihua cemas.
Liwei sesekali memukul kepalanya, "Ini semua salahku! Kerja keras kita telah sia-sia, seharusnya kalian meninggalkanku bukan Xiao Li ...." Liwei menggeram, isak tangis sesekali muncul dalam baitnya.
'Aku pelayannya, aku hanya dianggap kakaknya, aku telah diberi kehidupan olehnya, dan sekarang ...?' batin Yi Jian kesal.
"Aku akan mencarinya!" Yi Jian bergegas pergi, namun kedua tangannya dihentikan oleh Yihua dan Liwei.
"Aku masih percaya dia kuat."
Sementara di tempat lain, Niura berjalan dengan sedikit pincang karena bekas duri ballack yang masih membekas. Ia tidak menghiraukan terpaan angin dan guyuran hujan yang menghambat perjalanannya. Tak ada hasrat untuknya kembali ke tenda, Niura berjalan tak tentu arah dengan sebilah pedang di tangan kanannya, dan satu bulu merak di tangan kirinya.
'Apakah kalian kelaparan? Apakah kalian baik-baik saja?' batinnya membayangkan ketiga temannya.
Sejauh perjalanan, sesekali Niura menatap ke belakang, namun tak ada apapun yang ia temukan, Niura tersenyum getir. "Ternyata benar, kalian memang tidak membutuhkanku ... lagi," lirihnya.
Tetesan air mengalir di sudut matanya, ia bersukur karena cuaca tengah hujan. Maka tidak ada yang tau bahwa ia tengah menangis, air hujan adalah teman sejatinya. Alam menemaninya, dewi laut menggerakkan trisulanya.
"Hei ... kenapa aku sangat lemah? Mereka bertiga pasti sedang kelaparan, bagaimanapun aku harus menggantikan kristal itu, aku harus membunuh tiga ballack!" gumamnya sembari menghapus air matanya.
Niura memejamkan matanya, menghirup aroma tanah yang tersiram air hujan yang begitu khas. Aroma itu sangat candu. Niura membuka insting matanya, tiba-tiba matanya menatap ke arah lain, seperti biasa, Niura terkejut. Matanya menatap dua ekor ballack yang sedang bertarung.
Seringai licik muncul di bibirnya, ia berjalan mengendap-endap perlahan, tangannya telah gatal, ingin sekali dia membunuh kedua ballack itu sekaligus.
Tap ... Tap ... Tap ...
Derap langkah kaki milik Niura terdengar sangat hati-hati. Ia menyipitkan matanya, melihat kedua ballack itu--sepertinya berada di tingkat dua ratus. Terbukti dari warna ekornya.
Tak!
'Oh tidak!' batinnya terkejut saat tanpa sadar ia menginjak ranting kayu yang membuat kedua ballack itu menatapnya.
Niura menggaruk tengkuknya, "Hehehe ... apakah kalian mau membunuhku?" tanyanya dengan memamerkan deretan gigi putihnya.
Kedua ballack itu berlari ke arahnya, membuat tanah berguncang, besar tubuhnya tak bisa ia kira, ballack yang satu menginjak kaki Niura.
"Aaakh!" teriaknya kesakitan. Niura melihat tangan kirinya, ia kaget! Melihat bulu merak yang tadinya dipegang di tangan kiri kini tidak ia temukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess of Rainbow Element [Repost]
De TodoTAMAT! Reinkarnasi yang membawanya berpetualang ke benua Servia. Benua dengan sejuta kejutan dan tantangan tersendiri yang mengharuskannya untuk menuntaskan misi-misi dan rintangan agar dapat masuk ke akademi impiannya dan menemukan belahan jiwanya...