16. Kau Meragukanku?

928 101 1
                                    

Sebuah hamparan air yang tenang berwarna jernih kehijauan akibat pantulan dari pepohonan yang mengelilingi. Tak lupa, suara cuitan dari burung yang saling bersahutan menambah nilai keasrian tempat ini.

Kami telah sampai sejak beberapa menit yang lalu dan aku sekarang sedang duduk di tepi jembatan yang terbuat dari kayu. Ku ayunkan kakiku bermain-main dengan air danau yang dingin hingga menimbulkan suara cipratan kecil.

Vano tidak bersamaku sekarang, ia sedang mempersiapkan perahu yang tak begitu besar untuk kami tumpangi menyusuri danau yang indah ini.

"Jane, perahunya sudah siap..."

Aku menoleh, menatap lelaki yang sedang melangkah ke arahku.

Melihat wajahku yang menampilkan tanda tanya membuat Vano mengulang ucapannya. "Perahunya sudah siap Jane, kita sudah bisa menggunakannya sekarang..." Ujarnya memperjelas.

Segera aku berdiri ketika melihat Vano mengulurkan tangannya untuk membantuku. Lalu ku kebaskan debu yang ada di celanaku dengan kedua telapak tangan hingga bersih.

"Bagaimana bisa? Bukankah perahunya tidak memiliki pendayung Van..." Tanyaku penasaran, karena saat hendak menggunakannya tadi, kami menemukan permasalahan yaitu perahu itu tidak memiliki pendayung. Lantas Vano hendak mendayungnya menggunakan apa? Tangannya? Ayolah, jangan bercanda karena itu tidak lucu.

"Kau tau, rumah kecil yang tak jauh dari danau itu.." Vano menunjuk sebuah rumah sederhana yang ada didekat danau. Ngomong-ngomong tidak ada hunian lainnya selain rumah itu disekitar sini.

Aku menganggukkan kepalaku sebagai respon dari pertanyaan Vano.

"Aku mendatangi rumah itu untuk bertanya, dan beruntungnya ternyata perahu itu milik mereka. Dan kakek yang tinggal di sana berbaik hati meminjamkan dayungnya untuk kita"

"Apa kakek itu tinggal sendiri?" Aku merasa khawatir jika mendapat kenyataan bahwa seorang yang sudah tua harus hidup seorang diri di tempat yang cukup jauh dari pemukiman seperti ini. Bagaimana caranya untuk memenuhi kebutuhannya?

"Tidak Jane, kakek itu hidup dengan istrinya. Mereka tinggal berdua di rumah itu" Jelas Vano.

Aku sedikit lega mendengarnya. Setidaknya mereka memiliki pasangan yang dapat meringankan kehidupan mereka satu sama lain.

"Uhmm okey... Kita-naik sekarang?"

"Tentu saja, ayo..." Ajaknya dengan menggandeng tanganku.

Sekarang kami berdua berada di perahu yang kami pinjam dari seorang kakek yang tinggal disekitar danau. Perahu itu berjalan perlahan seiring dayungan tangan Vano.

Aku tidak membantu apapun, tanganku malah menikmati air danau yang menabrak jemari mungilku.

Vano mengehentikan dayungannya ketika perahu yang kami tumpangi hampir sampai ditengah-tengah danau.

"Kenapa berhenti Van?"

"Coba lihat burung yang hinggap di pohon itu Jane..."

Aku melihat ke arah pohon yang Vano maksud. Disana, terlihat seekor burung dewasa yang sudah bisa kupastikan bahwa dia adalah induk dari burung-burung kecil yang sedang memakan sesuatu dari paruhnya. Tapi terus apa? Tidak ada yang spesial dari itu.

"Hmmm... Aku melihatnya... Memangnya ada apa dengan itu..."

"Kau tau Jane, melihat sang induk bersusah payah terbang kesana kemari demi memberikan makanan pada sang anak membuatku tersentuh. Sang induk berusaha sekuat tenaga untuk menghidupi anaknya sendiri tanpa sang pejantan. Namun kadang dengan bodohnya ada manusia yang tidak memiliki hati memburu sang induk sehingga tidak ada lagi yang mencari makan untuk mereka dan akhirnya anak-anak itu kelaparan dan mati"

1. LOVELY (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang