19. Merah Padam

999 104 0
                                    

"Kenapa bisa sampai demam sih Dav...?" Tanganku mengambil kompres dikepalanya untuk ku celupkan kembali ke dalam mangkuk berisikan air hangat.

David hanya menggelengkan kepalanya.

"Kau ini bukan anak kecil lagi Dav, kau lelaki dewasa yang tau apa yang perlu dan tidak perlu kamu perbuat. Lagian urusan cafe juga tidak sesibuk itu sampai membuatmu melupakan kesehatanmu seperti ini" Kataku agak jengkel.

"Terimakasih sudah mengkhawatirkanku Jane..." Balasnya dengan suara yang serak dan tersenyum lemah. Entahlah diperkataan Jane membuatnya berpikir bahwa perenpuan itu peduli dengannya.

"Kau sangat aneh..." gumamku pelan.

Suara bel pintu apartemen David terdengar beberapa kali membuatku berlari untuk membukanya dengan segera. Mungkin saja itu adalah orangtua David yang tinggal di luar kota.

"Sebentar Dav, aku akan membuka pintu terlebih dulu, karena sepertinya ada tamu" Ucapku pada David setelah mengganti kompres di dahinya.

David hanya berdehem pelan sebagai jawaban. Suhu tubuh lelaki itu terlampau panas hingga membuatnya tidak sanggup melakukan apapun bahkan hanya untuk mengeluarkan suara.

Entahlah, apa yang dilakukannya beberapa hari terakhir sampai jatuh sakit seperti itu. Padahal ia memiliki tubuh sehat dan terlihat aktif berolahraga, terbukti dari otot-otot yang nampak.

Sayangnya tebakanku salah, karena setelah membuka pintu yang muncul bukan orang tua David melainkan sosok lelaki yang kukenal.

"James?"

"Hai Jane... "

"Maaf membuatmu menunggu" Ucapku sesaat setelah melihat salah satu rekan kerjaku di cafe.

"Tak apa, aku hanya mengantarkan ini" Ujarnya lalu memberikan kunci mobil milik David.

Tadi setelah aku mengetahui tubuh David yang panas, aku mengantarkannya untuk beristirahat menggunakan taksi. Dan aku mempercayakan cafe pada James serta memintanya untuk mengantarkan mobil David ke apartemennya.

"Ohhh satu lagi, kunci cafe...." Tambahnya dan aku menerima kunci itu ditanganku.

"Terimakasih James, maaf merepotkanmu dengan semua ini..."

"Sudah sewajarnya kita saling membantu Jane..."

"Hmmm..." Dehemku pelan membenarkan. "Kau ingin mampir? Aku akan membuatkanmu minuman hangat..." Tawarku sebagai ungkapan terimakasihku.

"Tidak perlu, aku masih memiliki urusan lain yang tak kalah mendesak, jadi aku akan langsung pergi"

"Baiklah... Sekali lagi terimakasih"

"Aku pulang dulu..."

"Ya, hati-hati dijalan James.." Balasku lalu menutup kembali pintu apartemen.

Aku berjalan menghampiri kamar David untuk memberikan kunci mobil dan cafe miliknya. Mungkin aku bisa sekalian pamit pulang, karena ini sudah sedikit terlambat dari jam biasanya aku pulang.

"Siapa Jane?"

"James, dia mengantarkan mobilmu dan memberikan kunci cafe" Jelasku.

"Letakkan diatas nakas saja...."

Aku mengangguk lalu memutari ranjang dan menaruh kedua kunci itu diatas nakas yang berada disamping David merebahkan tubuhnya.

"Demammu sudah mulai turun Dav, kau tinggal meminum obatnya lagi nanti. Sebentar aku siapkan air dan obatnya...."

Aku kembali memasuki kamar setelah mengambil segelas air putih lalu meletakkannya diatas nakas bersama dengan obat penurun demam David.

"Maaf Dav, aku pamit pulang sekarang...." Ucapku.

David mencoba bangkit dan mendudukkan tubuhnya dengan susah payah namun ku tahan hingga ia tetap pada posisinya sekarang. "Terimakasih sudah merawatku Jane... Maaf merepotkanmu..."

"Kau harus banyak istirahat setelah ini, jangan terlalu memikirkan hal yang tidak penting...." Pesanku seperti memerintah.

"Iya Jane aku mengerti"

"Syukurlah jika seperti itu, aku bisa meninggalkanmu sendiri dengan tenang"

Namun setelahnya suara bel pintu terdengar kembali. Kali ini terasa semakin tidak sabaran karena beberapa kali bel pintu itu dibunyikan tanpa jeda.

"Sepertinya James lupa akan sesuatu, biar ku lihat dulu..." Kata ku.

Aku berjalan mendekati arah pintu dengan bel yang terdengar semakin intens. Hal itu membuatku sedikit berteriak. "Sebentar James....!!"

Tanganku mulai membuka pintu itu secara perlahan. "Ada sesuatu yang tertinggal Ja-mes..?" Suaraku menghilang diakhir karena disana bukanlah James seperti perkiraanku.

Disana berdiri seorang lelaki dengan wajahnya yang merah padam akibat menahan emosi yang kuperkirakan akan meledak sebentar lagi dan membuatku ketakutan.

"Van...." Ucapku teramat lirih.

" Ucapku teramat lirih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
1. LOVELY (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang