20. Kau Yang Keterlaluan

889 106 3
                                    

Hai, gimana kabarnya? Semoga selalu sehat dan berada di bawah lindungan Tuhan..

Aku gak tau kenapa akhir-akhir ini berasa kurang ngefeel padahal waktu nulis emosiku juga lagi gak stabil. Jadi maaf kalo kurang memuaskan.

Oh iyaa, kayaknya beberapa chapter lagi bakal end deh, jadi udah deket banget hehe....

Siap" aja kalo endingnya ga sesuai ekspektasi.

Udah gitu aja... Maaf banyak omong...

Selamat membaca💕
***

"Van....aku...bisa menjelaskannya...." Ucapku dengan terbata.

Sungguh aku sedang merasa ketakutan sekarang. Sesuatu yang berniat ku tutupi dari Vano nyatanya diketahui lelaki itu secara langsung.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?" Desisnya tajam. Matanya menyiratkan ketidaksukaan saat menatapku. Jangan, jangan melihatku dengan tatapan itu Van. Aku sangat membencinya. Dimana tatapan memuja yang biasa kau tunjukkan padaku. Aku merindukan tatapanmu itu....

"Van, ku mohon tenanglah..." Kataku mencoba untuk meraih lengannya namun ditepisnya dengan keras.

"AKU TANYA APA YANG KAU LAKUKAN DISINI JANE!!" Vano membentak hingga membuatku membeku. Aku begitu takut melihat kemarahannya. Tak terkecuali karena Vano akan mengalami kesulitan dalam mengontrol dirinya ketika marah.

"Aku....."

"Kalian hanya berdua didalam? Seorang wanita dan lelaki dewasa berada di ruangan yang sama" Ujarnya sangsi. "Ohh apa kalian tidur bersama?" Tanya Vano merendahkanku.

"Jaga ucapanmu. Kami tidak mungkin melakukannya dan aku bukan wanita seperti itu..." Balasku menahan emosi.

"Kau selalu saja membela lelaki itu..." Katanya tidak percaya.

"Aku tidak membelanya. Kau yang sudah keterlaluan" Balasku tidak mau kalah.

Kami berdua sedang tersulut emosi dengan alasan masing-masing. Membuat suasana diantara kami semakin panas.

"Keterlaluan seperti apa yang kau maksud hah..!! Seorang kekasih sedang memergoki wanitanya berada di apartemen lelaki lain, apakah ketelaluan jika aku marah..!! Tidak..!! Kau yang keterlaluan"

Aku menahan diriku agar tidak ikut serta meluapkan amarahku. Karena jika kedua belah pihak sama-sama emosi, tidak akan terjadi penyelesaian nantinya.

"Kenapa kau hanya diam. Apakah benar ucapanku tadi? Kalian sudah tidur bersama?"

Kedua tanganku mengepal keras mendengar hingga rasanya telapak tanganku terluka karena kuku-kuku yang menancap dalam. Dan Vano menangkap perilaku ku itu.

"Ohh bagaimana jika kalian melakukannya lagi? Kali ini aku ikut, kita bisa melakukan threesome..."

Sudah. Aku sudah tidak tahan mendengarnya. Tangan kananku terayun bebas lalu menampar pipi kirinya dengan teramat keras hingga Vano ikut memalingkan wajahnya.

Plak

"Tutup mulutmu sebelum kau menyesali semua tuduhan konyol dan ucapan merendahkanmu padaku" Desisku tajam.

Lelaki yang memegangi pipi kirinya itu menatap dengan penuh amarah padaku hingga membuatku mengambil beberapa langkah kebelakang karena waspada.

"Beraninya kau menamparku Jane..." Geramnya marah lalu mencengkeram salah satu lenganku dengan kuat hingga membuatku mengadu kesakitan.

"Van.....sakit...."

Vano tidak mendengarkannya, ia masih mencengkeramnya dengan kuat sembari menampilkan raut wajahnya yang menakutkan. Namun setelahnya ia melepaskannya setelah mendengar suara lain yang terdengar.

"Siapa yang datang Jane?"

Itu adalah David. Oh tidak.... Jangan sekarang.... Mengapa lelaki itu datang disaat yang tidak tepat. Harusnya David beristirahat diranjangnya saja. Jika seperti ini aku tidak bisa menjamin jika Vano akan berperilaku baik. Hal terbukti, karena sesaat setelahnya Vano beranjak mendekat ke arah David lalu memberikan tinjuan keras diwajahnya hingga membuat lelaki itu tersungkur.

"Beraninya kau menampakkan wajahmu dihadapanku brengsek"

Vano tengah berada di atas David yang sedang tidak berdaya sembari terus memberikan pulukan-pukulan kuatnya.

Wajar saja, disamping tubuhnya yang sedang sakit, ketidaksiapannya menghalau pukulan Vano membuat David hanya pasrah. Lelaki itu tidak melawan sama sekali.

Aku tidak tinggal diam melihatnya. Ku tarik lengan Vano untuk menjauh dari David.

"Hentikan Van, David tidak bersalah. Jangan memukulnya" Kataku dengan berteriak.

Terdengar percuma, karena melihat bagaimana marahnya Vano dan tubuhnya yang lebih besar dariku sehingga kemungkinan tidak memberikan efek apapun. Tapi aku tak peduli, aku terus berusaha menarik tubuhnya yang ternyata berhasil karena Vano menghentikan pukulannya.

Napasnya terengah melihat David yang terkapar tak berdaya dengan beberapa luka lebam diwajahnya. Aku sedikit mengernyit melihatnya, membayangkan bagaimana sakitnya luka-luka itu.

"Kau tak apa Dav...?" Tanyaku sembari mencoba meraih tangannya untuk membantunya berdiri namun ditahan oleh Vano.

"Jangan membantunya"

"Dia sedang sakit Van, dan kau menambahnya dengan luka-luka itu" Kataku tak terima dengan perilakunya.

"Jika kau berani menyentuhnya sedikit saja, maka aku akan menghabisinya detik ini juga..."

Ancaman Vano membuatku mengurungkan niatku dan mematuhinya. Karena ku tau jika Vano tidak hanya membual dengan ancamannya.

"Aku belum selesai denganmu Jane..." Lelaki itu mencengkram tanganku lalu menarik diriku untuk mengikutinya dengan langkah yang terseok.

Ku palingkan pandangan ku kebelakan untuk melihat David yang masih terkapar ditempatnya.

"Maaf Dav...."

Aku menatap penuh maaf pada David namun lelaki itu hanya menampilkan seutas senyum seolah yang terjadi padanya bukanlah apa-apa.

"It's okey...." Ucapnya tanpa suara namun masih terbaca olehku.

1. LOVELY (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang